BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Agama merupakan suatu hal yang harus di ketahui makna yang
terkandung di dalamnya, agama berpijak kepada suatu kodrat kejiwaan yang berupa
keyakinan, sehingga dengan demikian, kuat atau rapuhnya Agama bergantung kepada
sejauh mana keyakinan itu tertanam dalam jiwa. Menurut KBBI agama merupakan ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Di Indonesia Agama Budha memberikan banyak pengaruh dalam berbagai
aspek penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Agama Budha di Indonesia
merupakan salah satu dari enam agama yang diakui keberadaannya. Agama Budha
juga merupakan salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia.
Masuknya agama Budha ke Indonesia memiliki pengaruh terhadap
berbagai bidang antara lain bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial dan
bidang kebudayaan. Masuknya kebudayaan India sekaligus menandai berakhirnya
masa pra aksara dan mulai membawa bangsa Indonesia ke zaman aksara, karena
sejak saat itu bangsa kita mulai mengenal tulisan.
Pengaruh Budha ini dapat dilihat dari berbagai macam
peninggalan-peninggalan yang tersebar hampir disetiap pulau-pulau di Indonesia
yang kini menjadi kebanggan tersendiri bagi bangsa kita yang berasal dari
berbagai kerajaan Budha yang merupakan cikal bakal terbentuknya bangsa ini.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Kebudayaan ?
2.
Apa
saja bentuk kebudayaan agama Budha ?
3.
Bagaimana
bentuk Akulturasi kebudayaan Budha dengan Kebudayaan Indonesia ?
1.3 Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian Kebudayaan.
2.
Untuk
mengetahui bentuk kebudayaan agama Budha.
3.
Untuk
mengetahui bentuk akulturasi kebudayaan Budha dan kebudayaan Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal); diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Menurut ilmu
Antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Melville J. Herskovits dan Broinslaw Mallinowski mengemukakan bahwa segala
sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki
oleh masyarakat itu sendiri. Istilah tersebut adalah Cultural Determinism. Berikut pengertian kebudayaan menurut para
ahli :
a.
Menurut
Herskovits, Kebudayaan adalah sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi lainnya yang kemudian disebut superorganic.
b.
Menurut
Andreas Eppink, Kebudayaan adalah nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius dan lain-lain yang menjadi
ciri khas suatu masyarakat.
c.
Menurut
Edward Burnett Tylor, Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya mengandung pengertahuan, kepercayaan, kesenian,moral, hukum, adat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
d.
Menurut
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, Kebudayaan adalah sarana hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat.
e.
Menurut
M. Selamer Riyadi, Kebudayaan adalah bentuk rasa cinta dari nenek moyang kita
yang diwariskan kepada seluruh keturunannya.
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Kebudayaan
adalah Hasil cipta, karya dan karsa manusia yang akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang dihasilkan oleh manusia
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya bahasa,organisasi
sosial, bahasa, peralatan hidup dan lain-lain.
Unsur-unsur kebudayaan antara lain Sistem bahasa, sitem
pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi,
sistem ekonomi dan mata pencaharian, sitem religi dan kesenian.
2.2 Kebudayaan Budha
Agama Buddha
lahir dan berkembang pada abad ke-6 M. Agama itu diperoleh namanya dari
panggilan yang diberikan kepada pembangunnya yang mula-mula Siddharta Gautama
(563-483 M), yang dipanggilkan dengan : Buddha. Panggilan itu berasal dari akar
kata Bodhi (hikmat), yang didalam deklensi (tashrif) selanjutnya menjadi buddhi
(nurani),dan selanjutnya menjadi Buddha.Sebab itulah sebutan Buddha pada masa
selanjutnya memperoleh berbagai pengertian sebagai berikut: Yang sadar, Yang
Cemerlang, Dan yang beroleh terang. Panggilan itu diperoleh Siddharta Gautama
sesudah menjalani sikap hidup penuh kesucian, bertapa, berkalwat mengembara
untuk menemukan kebenaran, dekat tujuh tahun lamanya,dan di bawah sebuah pohon,
iapun beroleh hikmat dan terang hingga pohon itu sampai saat ini dipanggilkan
pohon Hikmat (Tree of Bodhi). Kitab Suci agama Buddha adalah Tri Pitaka.
Indonesia
memiliki peninggalan-peninggalan kebudayaan agama Budha yang sangat banyak yang
tersebar diberbagai daerah. Peninggalan-peninggalan tersebut masih tersimpan
dimuseum, ada juga yang berada di lokasi yang sekarang menjadin obyek wisata.
Berikut merupakan hasil kebudayaan dari agama Budha :
a.
Candi
Candi adalah bangunan suci, tempat pemujaan para dewa. Dalam agama
Buddha, candi dijadikan tempat ritual untuk berdoa kepada Sang Buddha. Ciri
candi bercorak agama Budha yaitu:
·
Umumnya
sebagai tempat pemujaan dewa
·
Bangunan
candi Buddha umumnya terdiri atas tiga tingkatan, yaitu:
1.
Kamadhatu
(bagian dasar candi): melambangkan kehidupan manusia yang penuh dosa.
2.
Rupadhatu
(bagian tengah candi): melambangkan kehidupan manusia di dunia yang hanya
mementingkan nafsu.
3.
Arupadhatu
(bagian atas candi): melambangkan manusia sudah mencapai nirwana.
·
pada
puncak candi terdapat bentuk stupa, Stupa adalah bangunan dari batu untuk
menyimpan arca Buddha;
·
terdapat
arca budha baik dalam kelompok dyani budha maupun dyani bodhisatwa.
Contoh-contoh candi bercorak Budha antara lain:
1.
Candi
Borobuddur
Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, merupakan peninggalan
sejarah Kerajaan Mataram Kuno. Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis
BoroBudur, kemungkinan ditulis Raffles dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut
desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro); kebanyakan candi memang
seringkali dinamai berdasarkan desa tempat candi itu berdiri. Raffles juga
menduga bahwa istilah ‘Budur’ mungkin berkaitan dengan istilah Buda dalam
bahasa Jawa yang berarti “purba”– maka bermakna, “Boro purba”. Akan tetapi
arkeolog lain beranggapan bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang
berarti gunung.
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah
satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata
Sambharabhudhara, yaitu artinya “gunung” (bhudara) di mana di lereng-lerengnya
terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan
“para Buddha” yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Lokasi candi
adalah kurang lebih 100 KM di sebelah barat daya Semarang. Candi berbentuk
stupa ini didirikan oleh para penganut agama Budha Mahayana sekitar tahun 800 M
pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia,
sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia. Monumen ini terdiri atas
enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran
melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya
terdapat 504 arca Budha. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap
dan terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus
memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa
berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam
posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar
roda dharma). Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan;
tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara
berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia
pariwisata, Borobudur adalah objek wisata tunggal di Indonesia yang paling
banyak dikunjungi wisatawan.
2.
Candi
Kalasan
Candi Kalasan di Desa Kalasan, terletak di Yogyakarta merupakan
peninggalan sejarah Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini memiliki 52 stupa dan
berada di sisi jalan raya antara Yogyakarta dan Solo serta sekitar 2 km dari
candi Prambanan. Berdasarkan prasasti Kalasan bertarikh 778 yang ditemukan
tidak jauh dari candi ini menyebutkan tentang pendirian bangunan suci untuk
menghormati Bodhisattva wanita, Tarabhawana dan sebuah vihara untuk para
pendeta. Penguasa yang memerintah pembangunan candi ini bernama Maharaja
Tejapurnapana Panangkaran (Rakai Panangkaran) dari keluarga Syailendra.
Kemudian dengan perbandingan dari manuskrip pada prasasti Kelurak tokoh ini
dapat diidentifikasikan dengan Dharanindra atau dengan prasasti Nalanda adalah
ayah dari Samaragrawira. Sehingga candi ini dapat menjadi bukti kehadiran
Wangsa Syailendra, penguasa Sriwijaya di Sumatera atas Jawa.
Pada candi Kalasan ini memiliki lapisan penutup candi yang
dinamakan Bajralepa, yaitu semacam plesteran di ukiran batu halus. Detil dari
hiasan Bajralepa ini yang merupakan salah satu ciri Candi Kalasan, yang juga
dijumpai pada Candi Sari. Bagian luar candi, terdapat relung yang dihiasi
gambar dewa memegang bunga teratai. Pada setiap pintu masuk terdapat hiasan
kepala kala yang dijenggernya terdapat kuncup bunga. Pohon dewata ada di
atasnya dan para penghuni kahyangan memainkan bunyi-bunyian seperti rebab,
gendang, kerang dan cemara. Atap candinya terdapat hiasan Gana. Atap nya
berbentuk segi delapan dan bertingkat dua. Di tingkat pertama terdapat arca
Budha. Pada keliling candi terdapat bangunan stupa setinggi 4,6 meter sebanyak
52 buah. Keindahan candi Kalasan ini masih bisa dinikmati terutama pada bagian
selatan candi.
3.
Candi
Muara Takus
Candi Muara Takus adalah situs candi tertua di Sumatera, merupakan
satu-satunya situs peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi
Muara Takus terletak di Bangkinang, Riau. Situs Candi Muara Takus dikelilingi
oleh tembok berukuran 74 x 74 meter, yang terbuat dari batu putih dengan tinggi
tembok ± 80 cm, di luar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5
kilometer, mengelilingi kompleks ini sampal ke pinggir Sungai Kampar Kanan. Di
dalam kompleks ini terdapat beberapa bangunan candi yang disebut dengan Candi
sulung /tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa dan Palangka.
4.
Candi
Biaro Bahal
Candi Biaro Bahal terletak di Padang Sidempuan, Sumatra Utara.
Candi ini terbuat dari bahan bata merah dan diduga berasal dari sekitar abad
ke-11 dan dikaitkan dengan Kerajaan Pannai, salah satu pelabuhan di pesisir
Selat Malaka yang ditaklukan dan menjadi bagian dari mandala Sriwijaya.
Memiliki Tiga bangunan kuno yaitu Biaro Bahal I, II dan III Saling berhubungan
dan terdiri dalam satu garis yang lurus. Candi ini diberi nama berdasarkan nama
desa tempat bangunan ini berdiri. Selain itu nama Portibi dalam bahasa Batak
berarti ‘dunia’ atau ‘bumi’ istilah serapan yang berasal dari bahasa
sansekerta: Pertiwi (dewi Bumi).
5.
Candi
Tinggi
Candi Tinggi terletak di Batanghari, Jambi. Bangunan candi berdiri
di atas lahan seluas 2,92 Ha terdiri dari 1 bangunan induk, 6 bangunan perwara
dan pagar keliling. Secara keseluruhan kompleks bangunan candi telah dipugar
pada tahun 1980 s.d. 1982, terdiri bangunan induk berdenah bujursangkar,
berukuran 16 m x 16 m dengan tinggi 7,6 m. Dari hasil penelitian arkeologi pada
waktu dilakukan pemugaran diketahui pada awalnya bangunan ini dibangun dalam
dua tahap, struktur bangunan yang lebih tua ditemukan masih tetap utuh di
bagian dalam bangunan, sedang bangunan yang lebih muda dibangun menutupi
struktur yang lama seperti terlihat pada saat ini. Sedangkan bangunan perwara
berbentuk bujur sangkar terletak menyebar di timur laut, barat, barat daya dan
selatan dari bangunan induk. Keadaan sekarang dari bangunan tersebut yang
tersisa hanya bagian pondasi serta sedikit bagian kaki. Sedangkan gapura masuk
berada di pagar sisi timur, serta sebuah gapura yang lebih kecil lagi ada di
pagar sisi barat.
b.
Prasasti
Prasasti adalah dokumen yang ditulis pada bahan yang keras, seperti
batu atau logam. Penemuan prasasti menjadi tanda berakhirnya masa prasejarah
karena masyarakat sudah mengenal tulisan. Di Sumatera, ditemukan prasasti
peninggalan Buddha. Seperti Prasati Telaga Batu, Prasasti Talang Tuwo, Prasasti
Kedukan Bukit, Prasasti Karang Brahi, dan Prasasti KotaKapur. Prasasti-prasasti
ini isinya berhubungan dengan Kerajaan Sriwijaya . Prasasti Telaga Batu
merupakan prasasti tertua abad ke-6. Berikut adalah contohnya:
1.
Prasasti
Kedukan Bukit
Prasasti Kedukan Bukit terletak di Palembang, Sumatra Selatan.
Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara
Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuna. Pada baris ke-8 terdapat unsur
pertanggalan, namun bagian akhir unsur pertanggalan pada prasasti ini telah
hilang. Seharusnya bagian tersebut diisi dengan nama bulan. Berdasarkan data
dari fragmen prasasti No. D.161 yang ditemukan di Situs Telaga Batu, J.G. de
Casparis (1956:11-15) dan M. Boechari (1993: A1-1-4) mengisinya dengan nama
bulan Āsāda. Maka lengkaplah pertanggalan prasasti tersebut, yaitu hari kelima
paro-terang bulan Āsāda yang bertepatan dengan tanggal 16 Juni 682 Masehi.
2.
Prasasti
Talang Tuwo dan Telaga Batu
Prasasti Talang Tuwo dan Telaga Batu terletak di Palembang, Sumatra
Selatan. Ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (Residen Palembang) pada
tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang. Bukit Siguntang dan dikenal
sebagai salah satu peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Keadaan fisiknya masih baik
dengan bidang datar yang ditulisi berukuran 50 cm × 80 cm. Prasasti ini
berangka tahun 606 Saka (23 Maret 684 Masehi), ditulis dalam Aksara Pallawa,
Berbahasa Melayu Kuna, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang berhasil
membaca dan mengalihaksarakan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch,
yang dimuat dalam Acta Orientalia.
c.
Karya
Sastra
Peninggalan sejarah yang bercorak agama Buddha berupa karya sastra
antara lain sebagai berikut:
1.
Sang
Hyang Kamahayanikan
Sang Hyang Kamahayanikan, ditulis oleh Mpu Sendok. Adalah sebuah
karya sastra dalam bentuk prosa. Di bagian belakang disebut nama seorang raja
Jawa, yaitu Mpu Sendok, yang bertakhta di Jawa Timur mulai dari tahun 929
sampai tahun 947 Masehi. Kitab ini seluruhnya berisi 129 ayat. Dalam disertasi
Dr. Noehardi Magetsari (2000) disebutkan bahwa Borobudur sesungguhnya adalah
sebuah candi yang strukturnya menampilkan tahap-tahap perkembangan pengalaman
seorang yogi untuk mencapai titik Kebudhaan di mana perasaan dan pikiran
berhenti. Sebutan Kamadhatu, Rupadhatu, Arupadhatu yang populer di Borobudur
juga terdapat dalam kitab Sanghyang Kamahayanikan.
Isi Kitab ini isinya mengenai pelajaran agama Buddha Mahayana (khususnya
Tantrayana). Kebanyakan mengenai susunan perincinan dewa-dewa dalam mazhab
Mahayana dan kerapkali cocok dengan penempatan raja-raja Buddha dalam candi
Borobudur. Selain itu ada pula tentang tatacara orang bersamadi.
Menurut dr. DK. Widya, isi kitab Sanghyang Kamahayanikan
mengajarkan bagaimana seseorang mencapai Kebuddhaan, yaitu seorang siswa
pertama-tama harus melaksanakan Catur Paramita (Empat Paramita), kemudian
dijelaskan Paramaguhya dan Mahaguhya. Selain itu, dijelaskan juga falsafah
Adwaya yang mengatasi dualisme “ada” dan “tidak ada”. Dalam kitab itu terdapat
uraian yang sangat rinci bagaimana seorang yogi penganut Tantrayana menyiapkan
diri di jalan spiritual, mulai fase pembaiatan hingga pelaksanaan peribadatan
yang bertingkat-tingkat. Di situ disebutkan bahwa ajaran Tantrayana adalah laku
meditasi terhadap Panca Tathagata. Dengan memuja mereka, seorang yogi dapat
mencapai kesucian pikiran.
Kitab Sanghyang Kamahayanikan juga menjelaskan waktu dalam tiga
jenis, yaitu waktu lampau (atīta), waktu kini (wartamana), dan waktu yang akan
datang (anagata). Masing-masing waktu selalu terdapat Buddha: masa lalu
terdapat Bhatara Wipaçye, Wiçwabhu, Krakucchanda, Kanakamuni, dan Kāçyapa; masa
sekarang adalah Sakyamuni; sedangkan Buddha yang akan lahir pada masa datang
adalah Maitreya atau Samantabhadra. Sang Hyang Kamahayanikan juga menyebutkan
bahwa pokok ajaran Buddha adalah kebenaran yang digambarkan seperti lingkaran
atau roda, yaitu dharmacakra: roda kebenaran dari sebab akibat, sebab yang satu
akan muncul dari akibat yang lain. Gambaran tersebut sangat erat dengan wujud
dasar candi Borobudur.
2.
Buddhacarita
Buddhacarita ditulis oleh Aswasaga.Buddhacarita merupakan sebuah
puisi epik dalam bahasa Sansekerta Mahakavya yang menggambarkan kehidupan
Buddha Gautama, dirangkum pada abad ke-2. Dari 28 kanto puisi, 14 bagian
pertamanya yang berbahasa Sansekerta lengkap.
3.
Kitab
Nagarakartagama
Kitab ini merupakan seni sastra pada zaman Majapahit awal yang
ditulis oleh Mpu Prapanca dan berisi tentang kerajaan Majapahit.
4.
Jatakamala
Jatakamala
ditulis oleh Aryasura. Kitab ini berisi tentang kumpulan kisah inspiratif
kehidupan lampau ketika beliau masih sebagai Boddhisattwa (bakal Budha).
d.
Tradisi
Peninggalan
sejarah yang berupa tradisi atau kebiasaan, atau adat istiadat yang bercorak
Buddha adalah sebagai berikut :
1.
Ullambana
Ullambana yaitu hari untuk menghormati leluhur atau seorang yang
telah meninggal dunia. Merupakan salah satu hari suci umat Buddhis yang
diselenggarakan pada tanggal pertama hingga ke-15 penanggalan Imlek. Pada hari
tersebut, para Bhikku Sangha sedang menjalankan masa Vasa (retret selama Musim
Hujan berlangsung). Setelah menjalankan masa tersebut, banyak bhikku yang
mengalami peningkatan dalam kehidupan spritualnya sehingga menjadi “lahan
teramat subur” untuk menanam kebajikan.
Para umat Buddha yang memberikan persembahan kepada mereka akan
memperoleh karma baik lebih besar daripada biasanya. Umat juga bisa melimpahkan
jasa kebajikan yang diperoleh dari persembahan tersebut untuk roh leluhur
mereka serta makhluk-makhluk yang menderita di alam preta (alam hantu
kelaparan). Bagi umat Buddha, ritual Ulambana merupakan hari dimana semua
anak-anak mempraktikkan rasa hormat dan kasih sayang kepada orangtuanya yang
sekarang (dalam kehidupan yang sekarang ini), orang tua pada masa lampau
(kehidupan sebelum tumimbal lahir yang sekarang), dan masa depan.
2.
Asadha
Asadha yaitu hari untuk memperingati pembabaran Dharma yang pertama
kali. Penyalaan api dari Mrapen, Grobogan Jawa Tengah. Penyalaan api tersebut
dilakukan oleh masyarakat bersama para biksu. Biksu adalah pendeta pria agama
Buddha.Mrapen terletak di Desa Manggarmas, Kecamatan Godong, Kabupaten
Grobogan, Jawa Tengah. Api Mrapen merupakan apai alam yang muncul dari dalam
perut bumi yang selalu menyala. Api Mrapen berasal dari gas minyak bumi yang
terbakar. Api Mrapen digunakan oleh para Biksu dan masyarakat sebagai tempat
upacara menyalakan api. Api yang diambil dari Mrapen dipercaya mempunyai berkah
tertentu sesuai kepercayaan mereka.
e.
Arca
Buddha
Seperti kita ketahui, arca merupakan patung yang dibuat untuk
keperluan ritual keagamaan. Arca bercorak Buddha yang ditemukan berupa arca
Sang Buddha Gautama dan arcadewa-dewi
perwujudan Buddha atau boddhisatwa , seperti arca Prajnaparamita. Arca Buddha
tertua ditemukan di Sikendeng, Sulawesi. Arca yang terbuat dari perunggu ini
diperkirakan buatan sekolah seni Amarawati, India. Anehnya, di daerah ini tidak
ditemukan candi. Arca Buddha yang ditemukan pada candi, umumnya dalam posisi
duduk atau setengah bersila dengan satu kaki dilipat dan tangannya melakukan
mudra . Mudra merupakan sikap tangan Buddha yang menunjukkan Sang Buddha itu
sedang apa. Seperti sedang memberi anugerah, sedang bersemedi, sedang memberi
pelajaran, dan lainnya.
2.3 Akulturasi
Kebudayaan Budha Dan Kebudayaan Indonesia
Perkembangan kebudayaan Budha di Indonesia memunculkan adanya
akulturasi kebudayaan. Akulturasi kebudayaan adalah suatu proses percampuran
dua kebudayaan sehingga menciptakan kebudayaan yang baru tanpa menghilangkan
unsur kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan baru yang lahir sebagai akibat dari
akulturasi kebudayaan menciptakan suatu peradaban yang mempengaruhi segala
aspek kehidupan manusia yaitu aspek agama, politik, budaya, kesenian dan
lain-lain. Pengaruh kebudayaan tersebut sampai sekarang masih dapat dirasakan.
Berikut Bentuk pengaruhh Akulturasi kebudayaan Budha di Indonesia :
a.
Arsitektur
dan Seni Bangunan
Perkembangan arsitektur dan seni bangunan merupakan hasil cipta,
rasa, dan karsa manusia. Sebelum kedatangan Budha, masyarakat Indonesia telah
mengenal teknologi pembuatan bangunan dari batu pada zaman Megalitihikum.
Masyarakat Indonesia mempunyai kepandai membuat menhir,punden berundak dan
patung. Pengaruh agama Budha mendorong masyarakat Indonesia untuk mengadopsi
berbagai arsitektur yang ada. Berikut Wujud pengaruh kebudayaan Budha dalam
bidang arsitektur dan seni bangunan :
1.
Candi
Candi merupakan bangunan yang terbuat dari batu atau bata dan
berkaitan erat dengan dunia keagamaan. Nama Candi berasal dari kata “Candika”
salah satu nama dewi kematian yaitu Batari Durga. Oleh karena itu, Candi bangunan
untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya raja atau tokoh terkemuka.
Sebenarnya yang dimakamkan di Candi bukan jasad raja, melainkan batu-batu
berharga disertai sesajen yang disebut peripih. Peripih dianggap sebagai
lambang zat jasmani raja yang telah bersatu dengan penitisnya.
Di Indonesia candi merupakan perpaduan antara kebudayaan lokal dan
kebudayaan Budha. Kebudayaan lokal dapat terlihat dari bentuk dasar candi yang
sebagian besar berupa punsen berundak. Sementara itu, kebudayaan Budha dilihat
pada bentuk stupa dan relief yang menghiasi badan candi. Candi yang dibangun di Indonesia dan candi di
India memiliki perbedaan. Perbedaan tersebjut terletak pada fungsi dan
bentuknya. Fungsi candi di India sebagai tempat pemujaan tehadap dewa sedangkan
fungsi candi di Indonesia berkaitan dengan penguburan. Candi Budha di India
biasanya berbentuk stupa, sedangkan candi di Indonesia stupa merupakan ciri
khas atap candi Buddha.
2.
Stupa
Stupa
berasal dari bahasa Sansekerta yang secara harfiah berarti tumpukan atau
gundukan. Sebelum kemunculan agama Budha, stupa telah dikenal di India sebagai
makan berbentuk kubah atau bukit kecil. Selanjutnya bangunan ini berkembang
menjadi ciri khas bangunan suci umat Budha. Dalam kepercayaan Budha, bangunan
stupa melambangkan nirwana. Stupa yang terkenal di Indonesia terdapat di candi
Borobudur.
b.
Seni
Rupa dan Ukir
Pengaruh Budha pada bidang seni rupa dan ukir terlihat pada patung
atau arca, corak atau relief dan makara. Berikut pengaruhnya :
1.
Patung/arca
Pada masa Budha beragam arca dipahat. Secara umum ada dua bentuk
arca, yaitu trimatra dan setengah trimatra. Bentuk Trimatra terdiri atas patung
utuh yang menggambarkan sosok dewa, manusia dan binatang. Bentuk setengah
Trimatra biasanya diwakili oleh relief-relief candi. Patung-patung bercorak
Budha biasanya diwujudkan sebagai sang Budha dalam berbagai posisi. Sebagian
besar patung sang Budha tampil dengan sikap tangan (mudra) dan menghadap arah
mata angin tertentu.
2.
Relief
Relief merupakan seni pahat timbul pada dinding candi. Relief pada
dinding candi bercorak Budha terpahat cerita tentang kisah hidup sang Budha,
Siddharta Gautama yang dihiasi oleh alam Indonesia seperti lukisan rumah,
hiasan burung merpati dan hiasan perahu bercadik (Badrika, 2004, hal. 124).
Bentuk akulturasi nya yaitu India (Relief cerita sang Budha Gautama) dan unsur
lokal asli Indonesia (hiasan alam, burung merpati dan perahu bercadik).
c.
Seni
Sastra dan Aksara
Pada peristiwa sejarah tidak terlepas dari peranan kesustraan
sebagai upaya menjelaskan peristiwa sejarah dalam konteks kebudayaan masyarakat
Budha yang berinteraksi dengan kebudayaan lokal asli Indonesia. Bahasa
Sansekerta besar pengaruhnya terhadap perkembangan sastra Indonesia, seperti
Prasasti kerajaan Sriwijaya, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Kitab kitab kuno yang
ditulis dengan bahasa Sansekerta dan tulisan Pallawa mendominasi sumber-sumber
sejarah (Badrika, 2004, hal. 124).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal); diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Kebudayaan adalah
Hasil cipta, karya dan karsa manusia yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
dan meliputi sistem ide atau gagasan. Unsur-unsur kebudayaan antara lain Sistem
bahasa, sitem pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan
teknologi, sistem ekonomi dan mata pencaharian, sitem religi dan kesenian.
Indonesia memiliki peninggalan-peninggalan kebudayaan agama Budha
yang sangat banyak yang tersebar diberbagai daerah. Peninggalan-peninggalan
tersebut masih tersimpan dimuseum, ada juga yang berada di lokasi yang sekarang
menjadin obyek wisata. Contoh peninggalannya adalah candi (candi Borobudur,
candi Kalasan dan Camdi Muara takus
), prasasti (Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuwo dan Telaga Batu), karya sastra (Sang Hyang Kamahayanikan, Buddhacarita dan Jatakamala), tradisi (Ullambana dan Assadha), dan Arca Buddha.
), prasasti (Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuwo dan Telaga Batu), karya sastra (Sang Hyang Kamahayanikan, Buddhacarita dan Jatakamala), tradisi (Ullambana dan Assadha), dan Arca Buddha.
Perkembangan kebudayaan Budha di Indonesia memunculkan adanya
akulturasi kebudayaan. Akulturasi kebudayaan adalah suatu proses percampuran
dua kebudayaan sehingga menciptakan kebudayaan yang baru tanpa menghilangkan
unsur kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan baru yang lahir sebagai akibat dari
akulturasi kebudayaan menciptakan suatu peradaban yang mempengaruhi segala
aspek kehidupan manusia yaitu aspek agama, politik, budaya, kesenian dan
lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/alulum/article/view/1757/1301. Agama dan Fungsinya Dalam Kehidupan Manusia
Koentjaraningrat.
1990. Pengantar Ilmu Antropologi.
Jakarta : PT. Rineka Cipta Rahata, Ringo & Mutiara Fauziah. 2014. Sejarah Indonesia. Klaten : Intan
Pariwara
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Akulturasi. Pengertian Akulturasi. Diakses
pada
25
Maret 2019 pukul 20.42 WIB.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Buddhacarita. Pengertian Buddhacarita. Diakses
pada
25 Maret 2019 pukul 19.57 WIB.
Yanyan Suryana.
2017. Akulturasi Kebudayaan
(Hindu-Budha-Islam) Dalam
Buku Teks Pelajaran Sejarah Nasional Indonesia. Jurnal Pendidikan Ilmu
Sosial.
26 (1) : 104-105.
Comments
Post a Comment