BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Chandragupta
telah bertemu dengan Iskandar Zulkarnain dan banyak belajar tentang
keberhasilan penaklukannya. Chandragupta kemudian terbakar ambisi yang sama.
Dibantu oleh penasihatnya, seorang Brahmin
bernama Chanakya, Chandragupta merencanakan penaklukan-penaklukan. Dalam jangka
dua tahun setelah kematian Iskandar, Chandragupta berhasil menggalang kekuatan
untuk menggulingkan Dinasti Nanda, dan
menguasai Kota Pataliputra. Usaha pertama yang dilakukan oleh Chandragupta
ialah melakukan konsolidasi wilayah kekuasaannya. Bahkan menikah dengan putri
Seleucus, sehingga hubungan antara Yunani-India menjadi baik.
Chandragupta
dibantu oleh putranya, Bindusara, yang memerintah Magadha dari tahun 298—272
SM. Bindusara dijuluki sebagai Amitagrata
(sang penakluk), karena berhasil menaklukkan wilayah di sebelah selatan
Pegunungan Windhya, daerah yang terkenal sebagai penghasil tambang emas. Raja
yang paling terkemuka dalam Dinasti Mauriya ialah Asoka. Asoka menjadi raja bergelar Devanampiya Piyadarsana. Pusat agama Buddha di Sailan pada zaman
dahulu ialah Anuradhapura yang sekarang
hanya tinggal bekas-bekas reruntuhannya saja. Banyak peraturan dan pengajaran
yang hendak diumumkannya pada rakyat disuruh ukirkan pada batu karang yang
telah dilicinkan kulitnya. Asoka berusaha untuk memajukan seni patung dan seni
bangunan. Berhubungan dengan agama ia telah memerintahkan membuat stupa, tanda
agama Buddha. Setelah Kerajaan Asoka terpecah muncullah zaman raja-raja gupta.
1.2 Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah
masa zaman raja Chandragupta Mauriya?
2. Bagaimanakah
masa zaman raja Bindusara ?
3. Bagaimanakah
masa zaman raja Asoka?
4. Bagaimanakah
masa zaman raja-raja Gupta?
5.
Bagaimanakah
agama Islam masuk ke India?
1.3 Tujuan
Penulisan
Dari rumusan
masalah diatas, tujuan penulisan makalah dengan judul “Zaman Sesudah Veda,
Zaman Raja Mauriya” sebagai berikut.
1. Mengetahui
masa zaman raja Chandragupta Mauriya.
2. Mengetahui
masa zaman raja Bindusara.
3. Memahami
masa zaman raja Asoka.
4. Memahami
masa zaman raja-raja Gupta.
5. Memahami
agama Islam masuk ke India.
6.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Masa
zaman raja Chandragupta Mauriya
1. Awal Terbentuknya Kerajaan
Magadha
Pada abad ke VII SM, di India bagian Utara berdiri
kerajaan yang sering disebut dengan Kerajaan Arya. Hal ini diduga karena
didominasi oleh budaya yang dibawa oleh
bangsa Arya setelah bangsa Dravida terusir ke kawasan Asia Selatan. Zaman Aryalah
yang menyaksikan lahirnya kerajaan-kerajaan yang ada di India. Karena pada saat
itu bangsa Arya yang menguasai India
bagian Utara India dengan membawa agama Hindhu.
Di India bagian utara telah berdiri kerajaan seperti
Gandhara, Kosala, Kasi, dan Magadha. Tetapi yang paling terkemuka ialah Kerajaan Magadha (Suwarno, 2012: 37). Magadha didirikan oleh Dinasti Sisunaga
sekitar tahun 642 SM, ibukotanya berada di Giripraja atau Rajgir. Dalam
kerajaan Magadha didirikan oleh sekitar 5 Dinasti yaitu :
1. Dinasati
Sisunaga, memerintah 642-413 SM
2. Dinasti
Nanda, memerintah 413-322 SM
3. Dinasti
Maurya, memerintah 322-185 SM
4. Dinasti
Sunga, memerintah 185-75 SM
5. Dinasti
Kanva, memerintah 75-28 SM
Dibangun oleh Dinasti Sisunaga dan runtuh pada Dinasti
Kanva, dan terkenal, berkuasa serta menjadi kejayaan bagi kerajaan Magadha
yaitu pada Dinasti Maurya. Pada dinasti Sisunaga (pendiri awalnya ) paling
terkenal yaitu Raja Bimbisara anak dari Raja Sisunaga. Pada Dinasti Nanda
terdapat sembilan raja, namun dalam dinasti ini tidak begitu banyak nama raja
yang diketahui bahkan hampir tidak ada yang mengetahui. Salah seorang keturunan
raja Nanda dan pernah menjabat sebagai menteri di kerajaan Magadha, Mahapadma
Nanda berhasil membunuh salah seorang keturunan Bimbisara dan menggantikan
tahta kekuasaannya[1]. Berkuasa sekitar hampir selama satu abad, pada waktu itu
juga terdapat penyerbuan Iskandar Agung ke lembah Indus, Magadha berada dibawah
pemerintahannya Raja Nanda yang amat besar kekuasaannya (Su’ud, 1988: 138).
Yang ketiga yaitu Dinasti Maurya yang mana paling
terkenal adalah raja pertama dinasti ini yaitu Candragupta dan Raja Asoka.
Ibukota kerajaan ini juga berpindah-pindah karena pemimpinnya yang berpindah-pindah.
Ibukota kerajaan Magadha di masa Candragupta ada di Pathiputra atau seperti
orang Yunani menyebutkanya adalah Polibotra (Su’ud, 1988: 141). Dinasti
Sunghadinasti keempat, dan dinasti terakhir yaitu dinasti Kanva. Dinasti yang
membawa kerajaan Magadha mengalami keruntuhan dan digantikan kerajaan lain
yaitu kerajaan Andhra.
2.
Dinasti-Dinasti Pemimpin Kerajaan Magadha
1. Dinasti Sisunaga
Dinasti Sisunaga memerintah Kerajaan Magadha kurang
lebih 540-490 SM dengan 5 orang raja yang memerintah. Dengan urutan sebagai
berikut, Sisunaga (Pendiri Kerajaan Magadha) (Sekitar 642 SM), Bimbisara
(540-490 SM), Ajatasatru (490- 459 SM), Darsaka(458- 435 SM), dan Udaya (435-
413 SM).
Diantara kelima raja tersebut, Bimbisara (anak
Sisunaga) merupakan raja yang terkenal karena berhasil memperluas wilayah
hingga Kerajaan Kosala dan Vaisali (Suwarno, 2012: 37). Raja Bimbisara kemudian
digantikan oleh anaknya Ajatasatru (490-459 SM). Dalam masa pemerintahnya,
agama Buddha dan Jain saling bersaing untuk merebutkan pengaruh di istana
Kerajaan Magadha. Jainlah yang berhasil menarik perhatian raja Ajatasatru.
Dalam masa Ajatasatru Ibu Kota Kerajaan Magadha
dipindahkan ke Pataliputra tepi Sungai Gangga yang semulanya beribukota di
Giripraja. Kemudian dilanjutkan Darsaka yang memerintah tahun 458- 435 SM.
Setelah Darsaka berhenti memerintah, Pemerintahan digantikan oleh puteranya
Udaya, yang merupakan cucu dari Ajatasatru.
Pada masa pemerintahan Udaya,seorang Raja Imperium
Persia yakni Darius Hustapes yang sedang memperluaskan wilayah ke India. Darius
Hutapes lewat gerakan militernya berhasil menaklukan daerah Sind dan Punjab
bagian barat (Umar, 2013). Pada 413 SM, dinasti Sisunaga dikalahkan oleh
seorang menterinya yang bernama Mahapadma Nanda. Dimana menteri tersebut berhasil
mendirikan Dinasti Nanda.
2. Dinasti
Nanda
Dinasti Nanda memerintah kerajaan Magadha sekitar satu
abad lamanya (413- 322 SM). Pemerintahan Nanda dipimpin 9 orang raja. Dinasti
ini kurang disukai oleh rakyat pada waktu itu karena dianggap memberatkan
rakyat, misalnya saja kewajiban membayar pajak yang tinggi (Suwarno, 2012: 39).
Pada tahun 326- 5 SM terjadi beberepa pemberontakan sehingga memnunculkan
seorang pemuda yang bernama Candragupta Maurya. Candragupta Maurya berhasil
merebut kekuasaan Dinasti Nanda dan berhasil menancapkan kekuasaan Kerajaan
Magadha di bawah Dinasti Maurya.
3. Dinasti Maurya
Pada masa dinasti Maurya merupakan dinasti yang mampu
membawa India pada masa kejayaannya. Pada 322 SM Chandrgupta naik tahta dari
hasil kudeta yang di pimpin dari kekuasaan dinasti Nanda. Hal penting yang
patut dicatat pada masa Chandragupta adalah persinggungan India dengan bangsa
asing, tepatnya kekaisran Macedonia yang dipimpin oleh pemimpin agung Alexander
the great (Iskandar Zulkarnain). Peristiwa ini berlangsung dua tahun sebelum
Chandragupta naik tahta.
Kedatangan Macedonia tidak hanya mempunyai maksud
politis saja tetapi juga misi penyebaran budaya barat ke daerah timur (Ridwan,
2012). Beberapa sumber mengatakan bahwa ekspansi Alexander the great tidak
mempunyai motif politik sama sekali, karena pasukan Macedonia hanya lewat saja
dan tidak meneruskan penyerangan kearah timur, dan bahkan mereka kembali lagi
ke barat (Eropa).
Selain itu, hal menarik yang perlu dikaji pada masa
Ashoka adalah berkembangnya agama Budha. Pada tahun 261 SM Asoka bertekat untuk
membulatkan kerajaan dengan jalan menaklukkan Kalingga atau Orissa yang
terletak di teluk Benggala dan merupakan negara merdeka yang belum di kuasai
oleh negara lain. Dan dalam pertempuran perebutan wialyah itu, menurut yang
tercatat pada pertilisan maupun batu karang yang di keluarkan oleh Asoka, di
katakana bahwa 125 orang di tawan, 100.000 orang mati terbunuh dan berlipat
ganda dari semua itu musnah (Wendika, 2011) .
Tindakan yang di lakukan Asoka tersebut telah membuat
proses pemersatuan India itu meruapkan ambisi dari sang raja yang ingin
berkuasa dengan segala kekejaman. Hingga pada suatu saat sang raja terpengaruh
oleh kebijaksanaan seorang pendeta agama Budha yang bernama Upagupta sehingga
raja berubah menjadi orang bijak serta belas kasihan terhadap sesama. Asoka
memasuki salah satu aliran Budha dan menjadi seorang biksu serta bertekat
mengembangkan ajaran Budha ke seluruh penjuru daerah kekuasaannya. Padahal
nenek moyang Ashoka adalah penganut setia Hindu.
Ia adalah satu-satunya raja yang sangat berperan atas
berkembangnya Agama Budha. Dia seakan-akan melawan nenek moyangnya yang selalu
menjadikan Agama Hindu sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaannya. Namun pada
akhirnya eksistensi Budha berhasil disingkirkan karena banyaknya aliran yang
menolak Budha, terutama dari kalangan Brahmana (Andani, 2013). Puncaknya adalah
kematian raja terakhir dinasti Maurya, Buhadratha, di tangan Sungha pada 185
SM.
4. Dinasti Sungha
Dapat dikatakan bahwa Dinasti Sungha adalah aktor yang berperan penting dalam mengembalikan
keberadaan Agama Hindu yang sempat tenggelam pada masa raja Ashoka, dengan
keberhasilannya membunuh Buhadratha tahun 185 SM (Andani, 2013). Mulai saat itu
sampai tahun 1875, Sungha dan keturunannya berhasil menguasai Maghada. Seperti
yang telah disinggung, bahwa Sungha kembali memberi angin segar kepada pemeluk
Hindu dan khususnya Brahmana untuk kembali mengembangkan Agama Hindu.
5. Dinasti Kanva
Raja Sunga menjadi tidak berkuasa lagi di bawah
pengaruh menterinya, Vasudeva, yang akhirnya membunuh raja dan
menggantikannya (73 SM). Keturunannya bernama Raja Kanva. Raja Kanva memerintah
selama 45 tahun saja dan digantikan oleh Raja Andhra, yang mempunyai 30
turunan, memerintah hampir 250 tahun lamanya, sampai tahun 225 Masehi.
3.
Keruntuhan Dinasti Maurya
Dalam
proses keruntuhannya Dinasti Muarya memiliki sejarah yang dramatis, dikenal
sebagai dinasti yang membawa Kerajaan Magadha pada masa kejayaan dengan
melakukan perluasan kekuasaan hingga hamper menyatukan india melalui
peperangannya. Sampai
mengalami kemerosotan yang sangat drastic. Ada beberapa faktor yang menarik
mengenai runtuhnya Dinasti Maurya, yang akan di bahas sebagai berikut.
1. Pembagian
Kekaisaran Maurya
Penyebab langsung pada penurunan tersebut
adalahpembagian dari Kekaisaran Maurya menjadi dua bagian, seperti yang dibahas
sebelumnya. "Seandainya pembagian tidak terjadi, invasi Yunani dari Barat
Laut bisa saja dibendung untuk sementara waktu. pembagian kerajaan juga
mengganggu berbagai layanan.
2. Lemahnya
Penguasa Maurya Setelah Asoka
Suksesi penguasa Maurya yang lemah setelah Asoka
benar-benar mengganggu administrasi Maurya. Lemahnya penguasa ini dapat
dibayangkan dari kenyataan bahwa sebanyak enam penguasa bisa memerintah dalam
kurun waktu 52 tahun Kekaisaran dan akhirnya raja Maurya yang terakhir dibunuh
oleh Panglimanya sendiri Pusyamitra Sungha yang kemudian naik tahta dan
mengawali kekuasaan Dinasti Sungha.
3. Asoka
Bertanggung jawab dalam Kemunduran ini
Banyak sarjana menuduh Asoka sebagai penanggung jawab
atas penurunan Dinasti Maurya. HC Raychaudhuri menyatakan bahwa kebijakan
pasifis Asoka bertanggung jawab karena menghambat kekuatan kekaisaran. Dia
mengatakan: "Dari waktu Bimbisara perang Kalinga sejarah India adalah
kisah perluasan Magadha dari negara kecil di Bihar Selatan ke kerajaan raksasa
membentang dari kaki Hindukush ke perbatasan negara Tamil.
Setelah perang Kalinga terjadi periode stagnasi pada
akhir yang proses dibalik. Kekaisaran secara bertahap menyusut luasnya sampai
tenggelam ke posisi yang Bimbisara dan para penerusnya telah dibangkitkan itu.
"
Namun, pandangan Raychaudhuri itu tampaknya tidak
dapat dipertahankan, karena Asoka tidak berpaling pasifis lengkap setelah
perang Kalinga mengingat fakta bahwa ia tidak demobilisasi tentara Maurya atau
menghapuskan hukuman mati. Asoka hanya menyerah kebijakan imperialis dan
berkhotbah non-kekerasan setelah perang Kalinga. Pasifisme praktis seperti
tidak bisa bertanggung jawab atas penurunan Kekaisaran Maurya.
Harprasad Sastri memegang pandangan bahwa penurunan
Kekaisaran Maurya adalah hasil dari pemberontakan brahmanis karena larangan
pengorbanan hewan dan merusak prestise Brahmana dengan "mengekspos mereka
sebagai dewa-dewa palsu". Tapi pandangan Sastri hanyalah hipotetis karena
pertama, Brahmanisme sendiri menekankan non-kekerasan dan kedua, Asoka hanya
melarang penyembelihan hewan tidak perlu tertentu dan pada hari-hari
keberuntungan tertentu. Kemudian lagi sering permintaan Asoka dalam
piagam-piagam nya untuk hormat untuk Brahmana dan Sramanas hampir menunjuk ke
keberadaannya anti-Brahmana-manical dalam pandangan.
4. Tekanan Pada
Ekonomi Maurya
D.D. Kosambi berpendapat bahwa telah terjadi tekanan
terhadap perekonomian Maurya. Dapat dilihat dari tingginya pajak yang ditarik
serta melemahnya perdagangan.
5. Administrasi
yang sangat terpusat
Prof Romila Thapar berpandangan: "sistem
administrasi Maurya begitu terpusat yang memungkinkan penguasa mampu
menggunakannya baik untuk keuntungan pribadi maupun kepentingan Kerajaan
Magadha sendiri, pada tingkat yang sama itu bisa menjadi berbahaya bila
penguasa yang lemah mendapat kehilangan kontrol pusat dan memungkinkan terjadi
kehancuran dimana-mana.
Melemahnya pusat kontrol di bawah Maurya kemudian
menyebabkan melemahnya administrasi
secara otomatis. Pembagian kekuasaan setelah kematian Asoka telah memberikan
pukulan lebih lanjut kepada pemerintah Maurya yang terpusat di bawah penguasa
yang lemah, yang mengarah ke penurunan dan disintegrasi Kekuasaan Maurya.
Faktor lain yang memberikan kontribusi terhadap
penurunan Dinasti Muarya telah digambarkan dalam pemberontakan kaum brahmanis
terhadap kelompok kebijakan Pro-Budhis Asoka serta para pengikutnya.
Pemberontakan rakyat terhadap pemerintahan Maurya setelah kematian
Asoka.(writer. 2011)
4.
Peninggalan-peninggalan pada masa Kerajaan Maghada
Orang-orang India pada masa itu meninggalan seni
seperti membuat patung, kuil, namun peninggalan-peninggalan itu tidak ada lagi.
Orang-orang ahli mengatakan adanya peninggalan-peninggalan seni tersebut
seperti patung, kuil itu banyak dibuat pada masa Kerajaan Magadha terutama
Dinasti Maurya, raja Asoka yang mana ukiran serta pahatan-pahatannya berkembang
dan mempunyai mutu yang tinggi. Namun perkembangan itu tidak begitu terang,
dikarenakan menurut para ahli bahwa hasil-hasil seni tersebut terbuat dari kayu
ataupun bahan bahan yang tidak awet sehingga peninggalan-peninggalan itu tidak
berbekas lagi. Selain itu para ahli menemukan hal-hal yang aneh akan hilangnya
peninggalan-peninggalan tersebut, namun para ahli tidak berani untuk mengambil
kesimpulan.
Dalam dinasti Maurya yang dipakai dalam hasil karyanya
bukan hanya menggunakan satu aliran saja melainkan ada dua yaitu yang satu
ternyata sangat dipengaruhi oleh oleh seni Hellenis Persia dan satu lagi
rupa-rupanya seni india asli (Sari, 1995:71
Pada dinasti Maurya terutama Raja Asoka, bayak
didirikan stuppa, sekitar 84.000 buah, berfungsi untuk menyimpan
peninggalan-peninggalan keramat Cri Budha dan peninggalan orang keramat yang
lain-lainya. Selain juga mendirikan tugu-tugu batu yang ditulisi dengan
maklumat-maklumat mengenai agama dan mengenai hal-hal yang berlaku sebagai
tanda peringatan. Namun stuppa-stuppa yang didirikan sudah hampir lenyap,
tetapi tugu-tugu Asoka masih ada sekitar 35 buah yang ditemukan orang.
1.
Tugu batu
Tugu batu tingginya antara 10-15 m. Batang tugu itu
terdiri dari satu batu saja, yang di upam sangat halus. Seni upam ini berasal
dari negeri Persia. Di atas batang tugu terdapat pula sebuah batu besar, yang
dinamakan kapital. Kapital tersebut terdiri dari tiga bagian. Bagian bawah
disebut lonceng yang sebenarnya menyerupai bentuk bunga teratai yang terbalik.
Di atas bunga teratai itu terdapat sebuah lempeng batu yang berlaku sebagai
alas patung (yaitu untuk bentuk atasnya).
2.
Abakus
Lempeng batu atau abakus seringkali diukir dengan
gambar binatang-binatang, seperti gajah, lembu jantan, kuda, dan singa, yang
semuanya mempunyai arti kiasan. Pada tiang-tiang Asoka yang lebih kemudian
didirikan patung binatang di atas abakus itu kadang-kadang lebih dari seekor.
Seringkali di atas patung atau roda yang mendatar, yang bekasnya masih ada pada
sebuah tiang yang termashur, yaitu "Tugu empat dari kapitel".
3.
Binatang-binatang sebagai lambang
Gajah diartikan masa hamil ibu sri Buddha, singa
berarti melambangankan sri Buddha di masa mudanya yang sangat kuat dan tegap
badannya, kuda berarti pengabaian besar, lembu jantan berarti kelahiran.
Terdapat juga tulisan yang juga dipakai kala itu. Berdasarkan sumber, tulisan
yang dipakai pada masa Asoka ialah tulisan Karoshthi yang berasal dari luar
India melalui Persia. Bentuk hurufnnya sangat baik sekali dan pada umumnya
dipahatkan ke dalam batu.
Kekaisaran
Maurya adalah negara kuat Zaman Besi yang amat luas di India kuno, dipimpin
oleh dinasti Maurya sejak tahun 321 SM hingga 185 SM. Bermula dari Kerajaan
Magadha di dataran India-Gangga (Bihar, Uttar Pradesh timur dan Bengali modern)
di sisi timur anak benua India, kekaisaran ini beribukota di Pataliputra (Patna
modern).
Kekaisaran
Maurya didirikan pada tahun 322 SM oleh Chandragupta Maurya, yang menggulingkan
Dinasti Nanda dan dengan cepat memperluas kekuasaannya ke India tengah dan
barat dengan memanfaatkan gangguan kekuatan-kekuatan lokal menyusul penarikan
mundur pasukan Alexsander Agung dan Persia. Pada 320 SM Maurya telah sepenuhnya
menguasai India barat laut, mengalahkan dan menaklukan satrap-satrap yang
ditinggalkan oleh Aleksander.
Dengan
wilayah sekitar 5,000,000 km2, Maurya merupakan salah satu kekaisaran terbesar
pada masanya, dan yang terbesar di anak benua India. Pada puncak kejayaannya,
Maurya membentang ke utara di sepanjang perbatasan alami Himalya, dan ke timur
hingga tempat yang kini disebut Assam. Ke barat, Maurya berkuasa melampaui
Pakistan modern, menganeksasi Balokhistan, Iran bagian tenggara dan sebagian
besar Afghanistan, termasuk provinsi Herat[3] dan Kandahar modern. Maurya
meluas ke wilayah India bagian tengah dan selatan pada masa kaisar Chandragupta
dan Bindusara, namun tidak meliputi sejumlah kecil daerah kesukuan tak terjamah
dan berhutan di dekat Kalinga (Orissa modern), hingga raja Ashoka berhasil
menaklukan wilayah tersebut. 60 tahun setelah berakhirnya pemerintahan Ashoka,
Maurya mulai mengalami kemunduran dan pada akhirnya runtuh pada 185 SM dengan
berdirinya Dinasti Sunga di Magadha.
4.
Chakra Ashoka
Di
bawah Chandragupta, Kekaisaran Maurya menaklukan daerah trans-Indus, yang
dulunya dikuasai oleh Makedonia. Chandragupta kemudian memukul mundur invasi
yang dipimpin oleh Seleukos I, seorang jenderal Yunani dari pasukan Aleksander.
Di bawah Chandragupta dan para penerusnya, perdagangan dalam dan luar negeri,
kegiatan agrikultur dan ekonomi, semuanya berkembang dan meluas di seluruh
India berkat dibentuknya sistem keuangan, administrasi, dan keamanan tunggal
yang efisien.
Seusai
Perang Kalinga, Maurya mengalami periode selama separuh abad yang dipenuhi
kedamaian dan kemanan di bawah Ashoka. Maurya juga mengalami masa kerukunan
sosial, transformasi keagamaan, dan kemajuan ilmu pengetahuan. Chandragupta
Maurya menganut Jainisme dan meningkatkan pembaruan dan reformasi sosial dan
keagamaan dalam masyarakat Maurya, sedangkan Ashoka menganut menganut agama
Buddha dan menciptakan masa kedamaian dan nonkekerasan sosial dan politik di
seluruh India. Ashoka juga membantu menyebarkan gagasan-gagasan Buddha ke Sri
Lanka, Asia Tenggara, Asia Barat, dan Eropa Mediterania.
Jumlah
penduduk Maurya diperkirakan sekitar 50-60 juta, menjadikan Kekaisaran Maurya
sebagai salah satu kekaisaran berpenduduk terpadat pada masanya.[4][5]
Salah
satu warisan Maurya yang terus digunakan pada masa modern adalah Kapital Singa Ashoka di Sarnatha, yang
dijadikan lambang nasional India.
2.2
Masa zaman raja
Bindusara
Bindusara (kr. 297 - 273 SM) adalah kaisar Maurya
kedua di India. Dia adalah putra pendiri dinasti Chandragupta, dan ayah dari
Ashoka, penguasa dinasti Maurya. Kehidupan Bindusara tidak didokumentasikan
sebaik kehidupan kedua kaisar tersebut. Sebagian besar informasi tentangnya
berasal dari catatan legendaris yang ditulis beberapa ratus tahun setelah
kematiannya.] Mahavamsa menyatakan bahwa Bindusara memiliki 101 anak laki-laki
dari 16 wanita. Yang tertua adalah Sumana, dan yang termuda adalah Tishya (atau
Tissa). Ashoka dan Tishya lahir dari ibu yang sama.[1]
Bindusara lahir dari Chandragupta, pendiri Kekaisaran
Maurya. Hal ini dibuktikan oleh beberapa sumber, termasuk berbagai Purana dan
Mahavamsa. [2] Dipavamsa, di sisi lain, menamai Bindusara sebagai putra raja
Shushunaga. [2]Versi prosa Ashokavadana menyatakan bahwa Bindusara adalah anak
Nanda, dan generasi ke-10 keturunan Bimbisara. Seperti Dipavamsa, hal itu sama sekali
mengabaikan nama Chandragupta. Versi metil Ashokavadana mengandung silsilah
yang serupa dengan beberapa variasi. [2]
Chandragupta memiliki aliansi perkawinan dengan
dinasti Seleukus, yang telah menyebabkan spekulasi bahwa ibu Bindusara mungkin
orang Yunani atau Macedonia. Namun, tidak ada bukti tentang hal tersebut.[6]
Menurut Hermachandra seorang penulis Jain dari abad ke 12 dalam karyanya
Parishishta-Parvan, nama ibu Bindusara adalah Durdhara.
Nama "Bindusara", dengan sedikit variasi,
dibuktikan oleh teks-teks Buddhis seperti Dipavamsa dan Mahavamsa
("Bindusaro"); teks Jain seperti Parishishta-Parvan; serta teks Hindu
seperti Wisnu Purana ("Vindusara").[7][8] Purana lainnya memberikan
nama yang berbeda untuk penerus Chandragupta; ini tampaknya menjadi kesalahan
administrasi. Misalnya, berbagai ragam Bhagavata Purana menyebutkannya sebagai
Varisara atau Varikara. Versi berbeda dari Vayu Purana memanggilnya Bhadrasara
atau Nandasara.[4]
Mahabhashya menamai putra Chandragupta sebagai
Amitra-ghata (bahasa Sanskerta untuk "pembunuh musuh").[1] Penulis
Yunani Strabo dan Athenaeus masing-masing memanggilnya Allitrochades dan
Amitrochates; nama ini mungkin berasal dari judul Sanskerta. Selain itu,
Bindusara diberi gelar Deva-nampriya ("Yang Dikasihi para Dewa"),
yang juga diterapkan pada penggantinya Ashoka. Karya Jain Rajavali-Katha
menyatakan bahwa nama kelahirannya adalah Simhasena.[3]
Baik teks Buddha maupun Jain menyebutkan sebuah
legenda tentang bagaimana Bindusara mendapatkan namanya. Kedua akun tersebut
menyatakan bahwa menteri Chandragupta, Chanakya, biasa mencampur racun kecil
dalam makanan kaisar untuk membangun kekebalannya terhadap usaha keracunan yang
mungkin terjadi. Suatu hari, Chandragupta, yang tidak tahu tentang racun itu,
berbagi makanannya dengan istrinya yang sedang hamil. Menurut legenda Budha
(Mahavamsa dan Mahavamsa Tikka), ketika itu hampir 7
hari sebelum ratu akan melahirkan anaknya. Chanakya tiba tepat saat ratu
memakan potongan beracun tersebut. Menyadari bahwa dia akan meninggal, dia
memutuskan untuk menyelamatkan anak yang belum lahir. Dia memotong kepala ratu
dan memotong perutnya dengan pedang untuk mengeluarkan janin. Selama tujuh hari
berikutnya, ia menempatkan janin di perut seekor kambing yang baru terbunuh
setiap hari. Setelah tujuh hari, putra Chandragupta "lahir". Dia
bernama Bindusara, karena tubuhnya terlihat dengan tetes ("bindu")
dari darah kambing.[9] Teks Jain Parishishta-Parvan menamai ratu sebagai
Durdhara, dan menyatakan bahwa Chanakya memasuki ruangan pada saat dia pingsan.
Untuk menyelamatkan anak itu, dia memotong rahim ratu yang telah meninggal dan
mengeluarkan bayi itu. Pada saat ini, setetes racun ("bindu") telah
sampai pada bayi itu dan menyentuh kepalanya. Oleh karena itu, Chanakya
menamakannya Bindusara, yang berarti "kekuatan dari tetesan".[10]
1.
Penaklukan wilayah
Penulis
Buddha Tibet dari abad ke 16 menulis Taranatha yang menyatakan bahwa Chanakya,
salah satu "penguasa besar" Bindusara, menghancurkan bangsawan dan
raja di 16 kota dan membuatnya menguasai seluruh wilayah antara laut barat dan
timur (Laut Arab dan Teluk Benggala). ). Menurut beberapa sejarawan, ini
berarti penaklukan Deccan oleh Bindusara, sementara yang lain percaya bahwa ini
hanya mengacu pada penekanan pemberontakan. [1]
Sailendra
Nath Sen mencatat bahwa kerajaan Maurya telah meluas dari laut barat (di
samping Saurashtra) ke laut timur (di samping Bengal) selama masa pemerintahan
Chandragupta. Selain itu, prasasti Ashoka yang ditemukan di India selatan tidak
menyebutkan apapun tentang penaklukan Bindusara terhadap Deccan (India bagian
selatan). Berdasarkan hal tersebut, Sen menyimpulkan bahwa Bindusara tidak
memperluas kerajaan Maurya, namun berhasil mempertahankan wilayah yang diwarisi
dari Chandragupta.[13]
Alain Daniélou
percaya bahwa Bindusara mewarisi sebuah kerajaan yang mencakup wilayah Deccan,
dan tidak membuat penambahan teritorial ke kekaisaran. Daniélou, bagaimanapun,
percaya bahwa Bindusara membawa wilayah selatan Cheras, Cholas dan Satyaputras
di bawah kendali Maurya, meskipun ia tidak dapat mengatasi tentara mereka.
Teorinya didasarkan pada fakta bahwa literatur Tamil kuno menyinggung Vamba
Moriyar (penaklukan Maurya), meskipun tidak memberikan rincian tentang
ekspedisi Maurya. Menurut Daniélou, prestasi utama Bindusara adalah
pengorganisasian dan konsolidasi kerajaan yang diwarisi dari Chandragupta. [3]
2.
Pemberontakan Takshashila
Mahavamsa
menunjukkan bahwa Bindusara menunjuk anaknya Asoka sebagai raja muda
Ujjayini[2] Ashokavadana menyatakan bahwa Bindusara mengirim Ashoka untuk
mengepung Takshashila. Sang Kaisar menolak memberikan senjata atau kereta untuk
ekspedisi Ashoka. Dewata kemudian secara ajaib membawa dia tentara dan senjata.
Ketika pasukannya sampai di Takshashila, penduduk kota mendekatinya. Mereka
mengatakan kepadanya bahwa mereka hanya menentang para menteri-menteri
Bindusara yang suka menindas; Mereka tidak punya masalah dengan Kaisar atau
pangeran. Asoka kemudian memasuki kota tanpa tentangan, dan Dewata menyatakan
bahwa ia akan memerintah seluruh bumi suatu hari nanti. Sesaat sebelum kematian
Bindusara, terjadi pemberontakan kedua di Takshashila. Kali ini, Sushima
dikirim untuk memadamkan pemberontakan tersebut, namun dia gagal dalam tugas
tersebut.
3.
Para Menteri
Rajavali-Katha
menyatakan bahwa perdana menteri Chandragupta, Chanakya, menemaninya ke hutan
untuk masa pensiun, setelah menyerahkan pemerintahan ke Bindusara.[15] Namun,
Parishishta-Parvan menyatakan bahwa Chanakya terus menjadi perdana menteri
Bindusara. Ini menyebutkan sebuah legenda tentang kematian Chanakya: Chanakya
meminta kaisar untuk menunjuk seorang pria bernama Subandhu sebagai salah satu
menterinya. Namun, Subandhu ingin menjadi menteri yang lebih tinggi dan mulai
cemburu pada Chanakya. Jadi, dia mengatakan kepada Bindusara bahwa Chanakya telah
memotong perut ibunya. Setelah membenarkan cerita tersebut dengan para perawat,
Bindusara mulai membenci Chanakya. Akibatnya, Chanakya, yang sudah sangat tua
saat ini, pensiun dan memutuskan untuk membuat dirinya kelaparan sampai mati.
Sementara itu, Bindusara mengetahui tentang keadaan kelahirannya yang
mendetail, dan meminta Chanakya untuk melanjutkan tugas kementeriannya. Ketika
Chanakya menolak untuk mematuhi, Kaisar memerintahkan Subandhu untuk
menenangkannya. Subandhu, sambil berpura-pura menenangkan Chanakya, membakarnya
sampai mati. Tak lama setelah ini, Subandhu sendiri harus pensiun dan menjadi
biksu karena kutukan Chanakya.[16]
Ashokavadana
mengemukakan bahwa Bindusara memiliki 500 anggota dewan kerajaan. Ini
menyebutkan dua pejabat - Khallataka dan Radhagupta - yang membantu anaknya
Asoka menjadi kaisar setelah kematiannya.
4.
Hubungan luar negeri
Bindusara
mempertahankan hubungan diplomatik yang bersahabat dengan orang-orang Yunani.
Deimachus adalah duta besar kaisar Seleukus Antiochus I di istana Bindusara.
[13] Penulis Yunani abad ke-3 bernama Athenaeus, dalam bukunya Deipnosophistae,
menyebutkan sebuah kejadian yang dia pelajari dari tulisan-tulisan Hegesander:
Bindusara meminta Antiokhus untuk mengiriminya anggur manis, buah ara kering dan
seorang sofis.[5] Antiokhus menjawab bahwa dia akan mengirim anggur dan buah
ara, namun hukum Yunani melarangnya menjual seorang sofis. [17][18][19]
Diodorus
menyatakan bahwa raja Palibothra (Pataliputra, ibukota Maurya) menyambut
seorang penulis Yunani, Iambulus. Raja ini biasanya diidentifikasi sebagai
Bindusara.[13] Pliny menyatakan bahwa raja Mesir Philadelphus mengirim seorang
utusan bernama Dionysius ke India.[20][21] Menurut Sailendra Nath Sen, ini
tampaknya terjadi selama pemerintahan Bindusara.[13]
komisaris
bagian, yang disusul bagian lain dibwah mereka para pegawai daerah.Sistem
pemerintahan pada masa Chandragupta yaitu bersifat birokratis.
Dalammelaksanakan pemerintahan sehari-hari Raja dibantu oleh para Mentri,
yangmenjabat berbagai macam portofilio. Sementara itu pemerintahan kota
dilaksanakanoleh enam badan, yang masing-masing terdiri dari lima orang
anggota. Kehidupan perundang-undangan serta hukum mengatakan, mengatakan bahwa
hukum dipeliharamenurut tradisi lisan, karena tidak dikenal hukum tertulis. Dan
ukum pidana sangatmengerikan. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
kehidupan di bidang politik telah cukup baik, dengan diadakannya tukar-menukar
duta besar, membagikerajaan kedalam tiga propinsi yang masing-masing dikepalai
oleh Raja muda, dansistem pemerintahan pada waktu itu pun bersifat birokratis.
Dan dalam melaksanakan pemerintahannya Raja di bantu oleh para Mentri, yang
menjabat berbagai macam portofilio. Dan sistem hukum disan dikenal dengan hukum
secara lisan, karena tidak adanya hukum tertulis, serta hukum pidana sangat
mengerikan, ini dilakukan agar masyarakat mematuhi undang-undang yang berlaku
disana.
1.
Bidang Sosial
Dalam bidang sosial pada masa Bindusara dalam bukunya
Abu Su’ud, yaitu tidak dijelaskan tentang bidang sosialnya dikarenakan
kurangnya sumber berita tentangRaja ini, tetapi dapat disimpulkan bahwa dalam
bidang sosialnya tidak berbeda jauhdengan masa Chandragupta, yaitu sudah
tersusun sangat baik, seperti keadaan tatakota yang sangat baik, sistem
transportasi yang sangat baik ditunjukan dengan adanyatiang-tiang petunjuk
jarak pada setiap jarak tertentu, serta sitem perdagangan yangsangat ramai
antar negara seperti, Tiongkok, Yunani, Romawi, maupunMesopotamia. Dan sistem
kasta merupakan sistem sosial yang masih dipegang kuatoleh masyarakat.
2.
Bidang Kebudayaan
Sama dengan bidang sosial, di bidang kebudayaan juga
pada masa Bindusaradalam bukunya Abu Su’ud,yaitu tidak dijelaskan tentang
bidang kebudayaanya,dikarenakan kurangnya sumber berita tentang Raja ini. Tetapi
dapat disimpulkan bahwa dalam bidang kebudayaan tidak berbeda jauh dengan masa
Chandragupta,yaitu di sana telah banyak kebudayaan yang berkembang di
masyarakat, seperti arak-arakan, komidi kuda, tari-tarian, dan disana pun telah
ada olahraga semacam tinjuuntuk memperebutkan calom pengantin perempuan.
3.
Bidang Keagamaan
Dalam bidang Keagamaan pada masa Bindusara dalam
bukunya Abu Su’ud, yaitu tidak dijelaskan tentang bidang keagamaannya
dikarenakan kurangnya sumber beritatentang Raja ini, tetapi dapat disimpulkan
bahwa dalam bidang keagamaannya tidak
berbeda jauh dengan masa Chandragupta, yaitu masyarakat pada masa
Bindusara banyak memuja Dewa, dan Dewa yang di puja adalah Dewa lokal.
4.
Bidang Politik
Di bidang politik yaitu terjalinnya hubungan
diplomatik dengan beberapa negaraasing, terutama dengan kerajaan Antiochia di
Siria maupun Alexandria di Mesir.Semasa pemerintahannya dia dijuluki
Amitraghata atau Sang Penakluk. Konon julukan ini disebutkan, dia berhasil
menaklukan daerah-daerah baru, danmemasukannya kedalam daerah kekuasaan
Maghada. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa disana telah terjalin hubungan
diplomatik dengan negaraasing,artinya kehidupan bidang politiknya sudah cukup
baik.
2.3
Masa zaman Raja Asoka
Asoka
berhasil menaiki tahta kerajaan Maghada dengan jalan mempergunakan kekerasan.
Tak ragu ia membunuh siapa saja yang berani menghalangi maksudnya. Sedangkan
saudaranya sendiri pun telah menjadi korban darinya untuk merebut tahta. Dengan
mengambil hal itu sebagai alasan orang dari mulainya suda mengira bahwa asoka
akan memerintah dengan tangan besi. Sangkaan ini memang tidak salah.
Segera
ia mengadakan usaha untuk meluaskan kerajaannya. Kerajaan kecil sekeliling
dalam waktu yang singkat. Disebelah barat negeri afganistan dan Belutsjistan
lah yang menjadi batasan kerajaan, sedang di sebelah timur benggala, selatan
berbatasan dengan kerajaan andra dipenjuru selatan india.
Pemerintahan
raja ini dapat dibagi menjadi dua zaman dan batas antara kedua zaman ini
ditentukan oleh peperangan melawan kerajaan kalingga.
Salah
satu cerita mengatakan bahwa pada suatu ketika seorang alim budha telah
ditangkap dan dimasukkan kedalam penjara. Aska memberi perintah untuk
memasukkan orang alim ini kedalam sebuah tempat yang berisi air mendidih.hal
ini dijalankan oleh pegawai penjara, akan tetapi kesaktianorang alim tadi telah
melindungi dirinya dari hukuman yang kejam itu. Ia tidak kurang suatu apapun.
Keajiban itu terdengar oleh asoka dan iapun memasuki penjara untuk menyaksikan
keajaiban tersebut dengan mata kepala sendiri. Tatkala ia sudah hendak pulang
ke istana, ia ditahan oleh penjaga penjara dan tidak diluaskan ia pulang dengan
selamat jadi harus dibunuh dulu karena sudah demikianlah perintah raja sendiri.
Dengan marah asoka memberi perintah menangkap penjaga yang setia itu dan
dimasukkan kedalam tempat yang berisi air mendidih itu sebagai ganti dirinya
sendiri.
Masih
banyak lagi contoh melukiskan ketidakadilan pemerintahan asoka itu. Hal ini
telah mencapai puncaknya didalam peperangannya melawan kerajaan kalingga,
didalam peperangannya melawan kerajaan kalingga telah terbunuh 250.000 orang
kalingga didalam satu hari. Saja. Ketika asoka membaca laporan mengenai korban
yang sekian banyak itu timbullah penyesalan didalam hatinya penjelasan yang
merubah politik pemerintahannya yang telah berjalan selama ini. Hal ini disuruh
tuliskan diatas sebuah batu sebagai suatu saksi bagi semua orang hingga pada
turunannya kelak. Raja yang bengis ini berubah menjadi seorang yang sabar dan
adil. Kekejamannya itu ditebusnya. Dicarinya suatu jalan untuk maksud itu dan
akhirnya memilih budha menjadi agamanya.
Dasar
agama budha yang utama adalah Ahimsa (tidak boleh membunuh atau membinasakan
makhluk yang hidup) di jalankkannya dengan sungguh. Pusat agama budha di Sailan
pada zaman dulu ialah Anuradhapura, yang sekarang hanya tinggal bekas
reruntuhannya saja. Keindahan kota ini telah dapat disaksikan oleh musafir
Tionghoa, Fa Hsien, yang juga telah mengunjungi Indonesia pada kira kira tahun
400 M.
Politik
kekerasan asoka diganti dengan Dharmavyaya yaitu mengembangkan negara dengan
peraturan agama. Korban hewan dilarangnya karena ini bertentangan dengan
Ahimsa. Tetapi hukuman mati tidak dihapuskannya.
Sifat
raja asoka yang patut dipuji ialah kesabarannya yang jarang kita temui pada
seseorang yang fanatik didalam agama. Asoka mempunyai pendirian bahwa tiap
orang mempunyai hak untuk memilih agamanya sendiri, tetapi ia tak berhak untuk
memaksakan agamanya in pada orang lain. Kepercayaan orang lain patut dihormati.
Sesuatu perbuatan yang baik dari raja asoka yang tak memandang agama atau
derajat orang lain.
2.4
Zaman Raja-Raja Gupta
1. Samudra Gupta (330-375)
Kerajaan Asjoka yang telah terpeca belah itu, dalam
abad ke 4 dapat pula disatukan oleh seorang raja, bernama Samudra Gupta. Kerajaan
yang baru ini hampir menyerupai kerajaan Maurya dizaman yang lampau.
Saudragupta yang gagah perkasa ini mendapat gelaran Napoleon dari India.
Didalam kekacauan sepeninggalan raja Asjoka
menyerbulah orang Kusjan, suatu bangsa yang datang dari Asia Tengah ke India.
Mereka mendirikan disebelah Utara sebuah kerajaan yang memajukan kesenian dan
kebudayaan didalam kerajaannya. Agama yang dianutnya ialah Buddha Mahayana.
Cara memerintahnya boleh disamakan dengan Asjoka. Kedudukan pemerintahan asing
ini tidak lama. Setelah Kanisjha (raja Kusjam) mengangkat, panglima perangnya
saling berperang satu sama lain untuk merebut kekuasaan.
Kekuasaan asing ini dimana-mana mendapat perlawanan
dari penduduk India. Oleh usaha raja Maghada yang berasal dari keturunan Gupta,
pengaruh bangsa asing ini dapat disingkirkan. Bukan saja orang asing ini
ditentang, tetapi agamapun ditentangnya. Raja-raja Gupta memeluk agam Hindu
(Samudragupta ialah raja Gupta yang kedua). Segala sifat yang dapat menimbulkan
kebesaran seorang raja ada padanya. Sifatnya ini sangat berlainan dengan sifat
Asjoka, raja perdamaian itu. Pada tugu yang didirikan oleh Asjoka. Samudragupta
menyuruh pahat kemasyuran dan kebesarannya. Raja yang masih mudah remaja ini
tidak saja masyur didalam peperangan, akan tetapi pandai juga ia memainkan
bunyi-bunyian. Isi kitab Veda diketahuinya. Kebesarannya itu disuruhnya juga
dilukiskan pada mata uang yang beredar didalam kerajaannya.
Sebagai lambang Negara diambilnya burung
Garuda,binatang kendaraan Wisnu. Ini adalah lambang kekuatan dan ketangkasan
yang memang sangat dihargai oleh Samudragupta.
Bangunan dalam agama Hindu tampak kembali sesudah
meundur beberapa lamanya sejak raja Asjoka. Oleh sebab itu zaman raja Gupta ini
biasa diberikan nama “zaman keemasan Hindu”. Tindakan yang nyata menentang
pengaruh asing, ialah bila seorang raja asing ditaklukkan oleh Samudragupta,
maka segera dibunuhnya, sedangkan raja bangsa Arya diterimanya menjadi raja
dibawah kekuasaannya. Suatu kebiasaan Arya yang lam dihidupkannya kembali. Dengan
menyerang kearah Selatan ia telah berusaha mengikuti perjalanan Rama dengan
mengadakan Asvamedha (korban kuda), menandakan bahwa ia seorang raja besar.
Didalam perjalanan ini banyak sekali harta yang telah dirampasnya. Ketika ia
kembali didirikannya sebuah ibu kota yang baru di Ayodhia, karena kota ini yang
juga menjadi ibu kota kerajaan Rama dahulu, dipandang kota suci. Beribu-ribu
orang Berahmana diundangnya untuk menghadiri aswamedha itu, dan dianugrahi
dengan harta yang tak terhitung nilainya.
Untuk memperingati kejadian yang luar biasa ini
disuruhnya membuat mata uang dari emas. Namanya kesohor sampai kelaur
kerajaannya. Dengan berkembangnya kembali agama Hindhu itu, bahasa Sansekerta
mulai diutamakan kembali. Berabad-abad lamanya bahasa ini terdesak oleh bangsa
Pali yang jadi bahasa suci bagi orang Budha. Orang Brahmana mendapat
kedudukannya kembali. Karena merekalah yang boleh dikatakan ahli dalam bahasa
Sansekerta.
Didalam jaman ini mulai tampak tanda-tanda bahwa
agama Hindhu dan Budha Hinayana saling mempengaruhi satu sama lain. Fahsien,
yang tidak lama sesudah mudragupta memerintah datang ke India, menceritakan
bahwa ia pernah melihat, bahwa didalam suatu pawai arakan dipukul orang patung
Budha bersama dengan dewa-dewa Hindhu.
Dalam pemerintahan raja Samudragupta merupakan
seorang pemurah bagi rakyatnya. Ia sangat menaruh balas kasihan kepada
pemerintahannya. Hukuman mati dan siksaan
tidak dikenal orang. Orang yang membuat kejahatan hanya dihukum dengan memberi
denda saja. Pemberontak yang beberapa kali mencoba mengadakan kekacauan dihukum
dengan memenggal tangannya. Kerajaan besar yang telah didirikanya dengan susah
payah sebagai kerajaan Asoka itu, akhirnya mengalami nasib yang tidak berbeda.
Kerajaan ini telah lenyap oleh serangan yang diadakan oleh suatu bangsa Huna,
yang oleh parah ahli-ahli sejarah Tiongkok disebut Syiungnu. Kekayaan India
yang Bertimbun-timbun telah menarik bangsa asing itu masuk karena untuk
merampasnya. Ketika Atilla, raja huna yang merajalela disebelah Barat itu mengacaukan
seluruh Eropa dalam abad kelima, maka timbul pula di india dikacaukan yang
disebabkan oleh orang Siung-nu. Mereka memusnakan kuil-kuil dan di hara-bihara
yang terdapat di India Utara. Hidup mewah yang terdapat di India pada Jaman
gupta melemahkan semangat Ksatria disana sehingga mereka lupa mempertahankan
“Pintu Gerbang” Kaybar sebelah Utara. Kota yang diduduki dimusnahkan oleh
bangsa Huna itu : kamum laki-laki dibunuh, wanita dan anak-anak dijadikan
hamba. Peradaban yang tinggi di India dengan seketika saja lenyap dari beberapa
daerah. India jatuh kedalam tangan bangsa asing. Baru dalam abad ke 7 timbul
seorang raja yang dapat melepaskan negeri itu dari kekuasaan asing tersebut.
2. Harsya (606-647)
Dalam abad ke 7 munculah dari kekacauan di India
seorang raja bernama Harsya. Menurut silsilahnya ia berasal dari keturunan
raja, ubunya berasal dari keturunan Gupta. Ayahnya yang dalam permulaan abad ke
7 masih memeritah, mengirim anaknya yang sulung, saudara tua Harsya, dengan
sebuah pasukan yang kuat untuk memerangi bangsa Huna disebelah Utara. Pada
waktu itu Harsya baru berumur 15 tahun. Sementara saudaranya bertempur melawan
musuh, Harsya bersenang dengan pergi berburu dipegunungan dekat ibu negerinya,
Sthanisvara.
Akan tetapi kegembiraan yang dikecapnya itu
tiba-tiba berganti dengan duka cita yang amat sangat karena tiba-tiba datanglah
seorang pesuruhan dari istana membawa kabar, bahwa ayahnya sedang menderita
sakit keras. Dengan segera Harsya pulang ke Sthanisvara. Ibunya yang telah
putus asa melihat penyakit suaminya yang makin menjadi-jadi itu, bersedia
hendak mendahului suaminya keakhirat.
Putra mahkota yang terlambat itu tiba di istana tak
sempat melihat ayah dan ibunya itu. Ketika kematian raja terdengar pada
raja-raja yang takhluk padanya. Maka berusahala mereka itu untuk melepaskan
diri dari penggantinya yang masih sangat muda dan belum berpengalaman itu. Raja
Malwa mulai mengadakan pemberontakan dan membunuh suami dari saudra
perempuannya Harsya.
Ketika raja yang muda itu keluar dengan tentaranya hendak
menurut bela iapun dibunuh oleh pemberontak secara diam-diam. Sekarang tibalah
saatnya bagi Harsya naik kejayaan menggantikan saudaranya. Kesusahan yang
datang bertubi-tubi mengancam keluarganya untuk diterima dengan kesabaran dan
penuh keyakinan. Raja yang mengadakan pemberontakan seorang demi seorang
ditaklukannya kembali dengan kekerasan. Pemerintahan disuruh tuliskan atas piring-piring tembaga. Pada raja-raja
itu disuruhnya memilih antara; dengan suka relah menaklukan diri atau
berperang. Hampir seluruh Aryavarta jatuh ketangan Harsya. 6 tahun lamanya tak
putus ia memerangi semua musuhnya. Tentaranya yang kuat adalah suatu jaminan
untuk keamanan selanjutnya didalam kerajaannya.
Di dalamnya masa keributan ini banyak penduduk India
Utara yang merasa dirinya terancam, lalu mengungsi ke lain tempat untuk
melindungi dirinya. Sebagian dari pada mereka ada petani, tukang-tukang,
seniman, serdadu, dan pujangga. Perhubungan antara india dan Indoneisa dimasa
raja-raja Gupta sangat ramai. Raja Balaputra dari Seriwijaya pada masa itu
menyuruh mendirikan sebuah bihara di Nalanda, di sebelah Selatan Maghada.
Bihara ini didirikan untuk tempat tinggal musafir Indonesia yang datang kesana.
Harsya adalah seorang raja yang tidak hanya tinggal
diam diistananya. Ia selalu mengadakan perjalanan mengelilingi kerajaannya
untuk menghukum dan member anugerah pada rakyat. Ia selalu berusaha mengadakan
perhubungan dengan luar negeri.
Meskipun hasya telah menjadi seorang Buddha
Mahayana, ia selalu menunjukan keadilan terhadap agama yang lain di dalam
kerajaannya. Tetapi sungguhpun agama Buddha itu mendapat perlindungan raja,
makin lama makin kurang juga pengaruhnya. Pada suatu ketika raja dari Gaur
telah menyuruh merusak batu peringatan di Bodh Gaya. Diusirnya ulama Buddha keluar
biharanya di bihara itu dibakarnya, tanda tentang mundurnya agama Buddha mulai
tampak.
Selain dari kebijaksanaan didalam pemerintahan
Harsya mempunyai juga bakat pujangga. Ia sendiri telah menulis tiga buah cerita
sandiwara, yaitu Ratnawali, Prayadar Sjika dan Naganandha. Selain itu ia
mempunyai seorang pujangga yang masyur, bernama Bana. Sebuah buku Bana ialah
kitab Harsya-tsyarita, sebuah riwayat hidup raja Harsya. Bana ini adalah
seorang Brahmana, yang tahu betul seluk-beluk agama. Diterjemakan bahwa Harsya
adalah seorang yang menemukan matahari, sedangkan Harsya sendiri menaruh
simpati terhadap agama Budha dan akhirnya telah memeluk agama tersebut.
Setelah Harsya, tak ada lagi raja-raja bumiputra
yang besar di India. Oleh sebab itu orang mengatakan bahwa ialah raja bumiputra
yang penghabisan di India. Sesudah memerintahnya timbul pula kekacauan sebagain
halnya sesudah pemerintahan raja-raja uang mendahuluinya. Di dalam kekacauan
inilah pengaruh agama islam mulai masuk India.
Kehidupan dan kebudayaan kerajaan Gupta
1. Bidang
politik
Kerajaan
di India terutama pada kerajaan Gupta pada khususnya, tidak berdiri sebuah pos
perbatasan antar kerajaan dan perdebatan mengenai batas wilayah jarang terjadi.
Seorang Raja biasanya membuat angkatan perang (biasanya disebut Digvijaya
yang berarti pemenang dari segala pemimpin) dan menaklukkan kerajaan
lain dalam suatu pertempuran, berlangsung dengan cepat atau bisa juga selama
berhari-hari. Raja yang kalah harus mengakui keunggulan dari Raja yang menang.
Raja yang kalah kadang-kadang menyerahkan upeti kepada Raja yang menang. Upeti
dikumpulkan hanya sekali, tidak secara berkala. Biasanya, Raja yang kalah bebas
mengatur kerajaannya sendiri, tanpa mengadakan hubungan pemerintahan dengan
Raja yang menang. Tidak ada kerajaan yang bergabung dengan kerajaan lain untuk
lebur menjadi satu. Beberapa Raja biasanya membuat suatu upacara kenegaraan
(contohnya Rajasuya atau Aswamedha). Raja yang kalah diundang
oleh Raja yang menang dan harus mau datang sebagai teman atau sekutu. (Suud
A,2006:202)
2. Bidang
sosial
Menurut fa hien tercatat timbul kedamaian di india dan gaya
kepemimpinan yang lembut dalam pemerintahan kerajaan Gupta. Mengenai jurnal
kejahatan adalah tingkat tarif dan orang yang biasa bepergian dari satu dan
kerajaan ke lain merasa aman karena tanpa kejahatan dan dengan tidak perlu
mengurus dokumen perjalanan. Dan ia buat catatan khusus tentang rumah sakit
untuk merawat penderita sakit didukung oleh tujuan pribadi. Ia juga katakan
bahwa semua orang-orang terhormat, mungkin yang dimaksud adalah mereka yang berada
pada kasta/suku bangsa tinggi serta hidup sebagai vegetarian. Suatu yang
kecenderungan unik untuk mempunyai daya gerak diambil, tetapi bahwa yang urutan
yang lebih rendah makan daging dan karenanya telah dihormati seperti sumber
polusi, suatu aspek pengarah yang bagi kasta/suku bangsa adalah yang pertama ke
luar sisi untuk menguraikan. Ia menguraikan budhism ketika masih melambaikan
tetapi kelihatannya sedang dalam proses diserap kembali ke dalam hindiusme dari
yang yang telah mula-mula bersemi. Di dalam pada umumnya, menunjukkan suatu
kemakmuran yang tenang, dan dengan lembut beroperasi masyarakat, yang mungkin
membandingkan dengan Cina/ keramik. Karena waktu itu masih menderita dari
kekacauan setelah kejatuhan han dinasti dan kemuliaan tentang berita
kebangkitan kembali dari rasa keras itu.(Murphey,19191:38)
3. Bidang kesenian
Pada
masa Chandragupta II merupakan masa paling makmur bagi dinasti Gupta, sehingga
mendapat julukan sebagai permata utama bagi kerajaan Gupta. Gupta periode adalah jaman yang sangat makmur sanskrit
literatur, mencakup puisi dan drama, dan orang indian klasik memahat dan
monumen yang membangun, namun hanya fragmen seni sudah selamat selama
berabad-abad, karena sejak berbunga budaya Gupta hampir sama bertenaga selatan,
di luar gupta kendali dan di selatan kedua-duanya dan utara nampak hanya untuk
mengambil kebangkitan kembali sebagian besar mauryan kehebatan masa lalu.
kalidasa, seorang
penulis drama yang sering mempergelarkan drama-dramanya dihadapan raja .Secara luas disambut tepuk tangan seperti india dramawan
dan penyair terbesar. Hidup atau tinggal dan yang dikerjakan almarhum keempat
dan awal berabad-abad ke lima, dekat puncak gupta tenaga dan ungkapan cemerlang
dari budaya umur/zaman lebih lanjut. Banyak dari pekerjaan sudah selamat,
dengan fragmen beberapa lain, barangkali sebab mereka menjadi sangat secara
luas menyebar. Mereka masih membuat segar idan pemikatan yang rmemberi komentar
tentang kelemahan keberadaan manusia dan tentu saja dapat dibandingkan dengan
karya shakespeare's dan syair/puisi.(Murphey,19191:38)
4. keagamaan
Sebagai
kerajaan yang wilayah kekuasaannya dominan di India yang mencakup India bagian
utara. Salah satu tempat paling suci bagi umat Hindhu adalah pohon Bodhi di
Bodh Gay. Untuk memudahkan para biku sinhales berasal dari Sri Langka yang
berziarah, maka Raja Samudragupta mendirikan sebuah biara yang indah lengkap
dengan enam buah aula dan tiga buah menara tinggi yang dikelilingi oleh sebuah
tembok setinggi 10 hingga 12m. bangunan itu dihiasi warna kemilau serta berisi
sebuah patung Budha yang dilapisi emas dan perak serta batu-batuan mulia.
Sedangkan daya tamping biara tersebut mencapai seribu orang biku. Sebagai
imbalannya raja Sri Langka yang bernama Maghvarman(350-380) diharuskan membayar
upeti serta mengakui kekuasaan kerajaan Gupta.
Selain
itu sebagai seorang raja, dia adalah seorang Brahmana ortodoks. Namun dia
mengangkat seorang penasihat dari mereka yang beragama Budha yaitu Vasubhanda.
Diwaktu senggangnya, sang raja mempelajari kesustraan dan music, karena dia
seorang penyair dan pemusik serta gemar mengikuti pembahasan mengenai agama.
Menurut
Fa hien, etika Budhis maupun jainisme mulai meresap dalam sanubari masyarakat
India. Mereka bersifat lebih manusiawi dan ramah, tidak seperti masa Maurya
berkuasa. Ajaran brahmanisme menggantikan peran Hinduisme. Ini merupakan ciri
pada masa Gupta. (Suud A,2006:204)
2.5
Agama Islam Masuk ke India
Agama Islam masuk ke india sejak pemerintahan
Chalifah Urrasjidin mulai berkembang ke Barat dan ke Timur, pada tahun 712
telah sampai kedaerah Sindhu. Kekuasaan pusat yang makin lama makin menjadi
lemah memberi kesempatan bagi pemimpin yang jauh tempatnya bertindak dengan
sekehendak hatinya. Dengan demikian dalam abad ke-8 timbulah di sebelah Barat
Laut India beberapa kerajaan islam yang kecil-kecil, diantaranya ialah Ghazna,
Herat, Bokhara, dan Samarkand. Disini timbul suatu kebudayaan yang dipengaruhi
oleh kebudayaan Persia.
Kekacauan yang timbul di India sesudah Harsya
meninggal, memberikan kesempatan bagi orang asing untuk memasuki, memberikan
kesempatan bagi orang asing untuk memasuki daerah yang kaya raya ini. Dengan
demikian dalam kira-kira tahun 1000 muncullah seorang pemimpin bangsa Turki
dari Ghazna di India.
Ghazna
sebuah negeri yang miskin menjadi dorongan bagi Mahmud, pemimpinnya yang gagah,
untuk memasuki India yang kaya raya itu. Perjalanan yang sukar melalui
pegunungan yang tinggi-tinggi tidak dihiraukannya. Dengan tentaranya yang
sebahagian besar terdiri dari tentara berkuda majulah ia dengan sangat cepatnya.
Candi-candi, kuil-kuil, dan kota-kota dimusnahkannya, harta benda dirampasnya
dan dibawanya kembali ke Ghazna. Tidak sedikit budak-budak yang dibawanya.
Ghazna menjadi pusat perdagangan hamba sahaya. Semua yang berbau Hindu
dibinasakan. Tujuh belas tahun berturut-turut ia melakukan serangan serupa itu.
Dengan demikian Ghazna cepat menjadi negeri yang terkaya di zaman itu. Diantara
tawanan yang banyak itu terdapat seniman dan ahli bangunan. Mereka
diperkerjakan Ghazna untuk membangun negeri itu. Pertama kali lihat di dalam
sejarah, bahwa kebudayaan Hindu dipergunakan untuk kepentingan negeri islam dan
disesuaikan dengan Hukum Islam. Bangunan yang indah didirikan di Ghazna,
diantaranya masjid agung yang disebut juga “mempelai surga”, oleh karena keindahanya
yang tidak ada tandinganya. Ghazna mengalami masa yang gemilang dibawah
pemerintahan Mahmud.
Bukan
saja kemakmuran yang terlihat di masa itu, akan tetapi Ghazna pun menjadi
tempat pertemuan ahli ilmu pengetahuan dan pujangga. Alberuni, seorang sarjana
ilmu pengetahuan yang mengikuti Mahmud ke India, menulis sebuah buku tentang
daerah yang dilaluinya itu. Karangannya itu sangat luas, mengenai
bermacam-macam ilmu pengetahuan. Buku yang masyur ini diberi nama, sehingga
orang hanya mengenalnya dengan nama ; India, oleh Alberuni.
Pujangga
yang terkenal, ialah Firdausi, yang telah mengubah “Syah Nama” atau “Kitab
Raja-raja”. Ibnu Sina, seorang ahli filsafat, yang pada waktu itu berdiam di
Bokhara, diundang oleh Mahmud dating ke Ghazna, akan tetapi tidak berhasil
karena Ibnu Sina ada mempunyai cita-cita lain. Ibnu Sina dipandang orang
sebagai ahli filsafat Islam yang terbesar di sebelah Timur. Orang Eropa
mengenalnya sebagai Avicenna. Jasanya yang besar ialah menjalin
karangan-karangan Aristoteles dan dengan melalui Sepanyol kitab-kitab ini
kemudian dikenal di Eropa kembali.
Kerajaan
Ghazna tidak panjang umurnya karena tidak lama kemudian dikalahkan oleh
Muhammad Ghori. India jatuh kedalam tangannya. Raja-raja Hindu tidak berhasil
menghindarkan pemerintahan asing itu.
Ketika
Muhammad Ghori meninggal, daerah-daerahnya di India diperintah oleh seorang
panglima perangnya bernama Kutbuddin Aibak, seorang Turki. Ia sebenarnya bukan
keturunan bangsawan, akan tetapi hanya seorang hamba raja. Oleh sebab itu
raja-raja keturunannya yang memerintah sepeninggalannya dinamai raja-raja
keturunan hamba. Mereka memerintah hingga tahun 1920. Sisa-sisa peninggalan
sultan ini masih ada di Delhi, antaranya menara dari sebuah masjid sekarang
dikora tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kerajaan Magadha
didirikan oleh Dinasti Sisunaga. Kerajaan ini diperintah oleh lima dinasti
yaitu: Dinasti Sisunaga, Dinasti Nanda, Dinasti Maurya, Dinasti Sunga, dan
Dinasti Kanva. Kerajaan Magadha mengalami puncak kejayaan pada masa Dinasti
Maurya, tepatnya pada masa kepimimpinan Raja Asoka. Namun ketika sepeninggal
Raja Asoka, Dinasti Maurya termasuk Kerajaan Magadha mengalami kemunduran.
Kerajaan Gupta
merupakan kerajaan yang didirikan oleh Chandragupta yang merupakan pendiri dari
dinasti Gupta. Kerajaan ini menganut ajaran Hindu-Budha yang disesuaikan dengan
masa dimana raja itu memerintah. Misalnya pada masa raja Chandragupta menganut
Hinduisme dengan pusat pemerintahan di Ayodhya, sedangkan pada masa sebelumnya
agama yang dominan adalah Budhisme dengan pusat pemerintahannya di Pattalipura.
Kerajaan Gupta mengalami kejayaan pada masa pemerintahan raja Samudragupta.
Sebuah tulisan yang terpahat pada tonggak zaman Ashoka menjadi buktinya, dimana
berisi tentang berita penaklukan dalam bahasa Sansekerta.
DAFTAR
PUSTAKA
Murphey, road. 1919, “A
History of Asia”. New York:HarperCollins Pubisher Inc
Su’ud, A. 2006.
“Sejarah Bangsa-bangsa Asia Selatan (prasejarah abad X)”.
Jakarta:Dirjen Dikti Depdikbud
Sari, Anwar.
1994. Sejarah Kebudayaan India Kuno. Malang:DepDikBud dan
IKIP Malang
Pierrewee.
(2018, 21 Desember). Sejarah Agama Budha di India.
Diperoleh Tanggal 24 Maret 2019
https://en.m.wikipedia.org/w/index.php?oldid=87429306
Comments
Post a Comment