BAB 1
PENDAHULUAN
Afrika adalah benua terbesar di
kedua di dunia setelah Asia, Berdasarkan iklim, keadaan tanah dan penduduknya.
Sampai dengan permulaan abad 19 Afrika belum mempunyai daya tarik yang memikat
bagi bangsa Barat. Pada saat itu belum ditemukan bukti-bukti tentang kekayaan
alam Afrika. Setelah penjelajahan Inggris bernama D. Livingstone
dan Henry Morton Stanley membuka rahasia “benua gelap” itu, mulailah bangsa
Barat mengenal daerah-daerah Afrika beserta kekayaan alamnya. Perkembangan
industri di negara-negara Eropa mendorong para pedagang dan petualang memasuki
benua Afrika. Menjelang akhir abad 19 bangsa Barat
berbondong-bondong datang ke Afrika untuk mencari daerah-daerah yang mempunyai
potensi komersial Dari sinilah dimulai lembaran baru dalam sejarah
bangsa Afrika Yang diwarnai dengan kolonialisme dan imperialisme bangsa barat. Yakni salah
satunya Kolonial belgia pada waktu sebelum Perang Dunia I berakhir, satu-satunya koloni belgia di
afrika adalah congo, sebuah koloni yang luasnya 82 kali luas belgia. Koloni
tersebut didapatkan dari tangan Raja Leopold II pada 1908. Raja Leopold II
percaya bahwa negara belgia bisa sukses, maka belgia harus mengalihkan
perhatiannya ke arah penjajah.Untuk
mewujudkan ambisi raja Leopold II, ia
membentuk International Africa Association. Ia mengutus Henry Morton
Stanley. Stanley berhasil menemukan
Kongo, ia berhasil membuat perjanjian dengan suku-suku asli, memuat pos-pos
militer. Dia memperoleh
jutaan kilometer persegi tanah Afrika tengah untuk Belgia.
Untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai kolonialisme belgia di afrika ini, akan dibahas lebih
lanjut di bab selanjutnya.
BAB II
PERMASALAHAN
2. Bagaimana Kolonisasi Belgia di Afrika ?
3. Bagaimana Pemerintahan Leopold II di Congo ?
4. Bagaimana Pemerintahan Kolonial Belgia di Congo ?
5. Bagaimana Kebijakan Kolonisasi
Belgia ?
6. Bagaimana Resistensi Masyarakat Pribumi ?
7. Bagaimanakah keadaan Penduduk Pribumi pada masa Kolonial Belgia di Congo?
8. Siapakah Rwanda Burundi di pemerintahan Belgia?
9. Kapan Kemerdekaan
bagi Republik Demokratik congo ?
·
Memberikan pemahaman mengenai Politik
Kolonial Belgia.
·
Memberikan pemahaman mengenai Kolonisai Belgia di Afrika.
·
Memberikan pemahaman mengenai Pemerintahan
Leopold II di Congo.
·
Memberikan pemahaman mengenai Pemerintahan Kolonial Belgia di Congo.
·
Memberikan pemahaman mengenai Kebijakan
Kolonisasi Belgia.
·
Memberikan pemahaman mengenai Resistensi Masyarakat Pribumi.
·
Memberikan pemahaman mengenai Keadaan Penduduk Pribumi pada masa Kolonial Belgia di Congo.
·
Memberikan pemahaman mengenai Rwanda Burundi di pemerintahan Belgia.
·
Memberikan pemahaman mengenai Kemerdekaan bagi Republik Demokratik congo.
Sebelum Perang Dunia I berakhir, satu-satunya koloni Belgia di Afrika
adalah Congo, sebuah koloni yang luasnya 82 kali luas Belgia. Koloni tersebut
didapat dari tangan Raja Leopold II pada 1908. Batasv batas Congo di sebelah
utara adalah
Afrika Equatorial Prancis, di
sebelah timur laut, Sudan, di sebelah timur, Uganda dan Tanganyika, di sebelah selatan
tenggara, Rodhesia Utara,
di sebelah barat daya, Angola, di sebelah barat, Samudra Atlantik. Sesudah
Perang Dunia
I berakhir, Rwanda dan Burundi menjadi daerah mandat yang diurus oleh
Belgia.
Untuk mengetahui bagaimanakah politik kolonial
Belgia terhadap Congo, kita tidak dapat meninggalkan sejarah Congo sewaktu
dikuasai oleh Leopold II, Raja Belgia. Leopold II, sebagai Raja Congo Free
State (1885-1908) memiliki kekuasaan absolut terhadap Congo. Polilik
kolonialnya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan untuk mengatasi masalah
administrasi yang timbul dengan tiba-tiba atau didasarkan atas kepentingan-kepentingan
ekonomi. Dengan demikian maka politik kolonialnya tidak
mempunyai program yang pasti mengenai masa depan koloni. Segala peraturan dan
tindakan raja di Congo Free State dalam prinsipnya ditujukan untuk memperoleh
keuntunw material yang sebanyak-banyaknya bagi kepentingan raja pribadi.
Seperti kita ketahui, Leopold II yang terkenal sebagai ”raja saudagar” adalah
satu-satunya penguasa di dunia Barat pada zamannya vang telah memiliki
pandangan jauh tentang pentingnya eksplorasi terhadap daerah Congo yanq sangat
kaya itu. Melalui lembaga International Association for the Exploration and
Civilization of Central Africa (1876), yang kemudian dibentuk abangnya disebut
Commitee for study of the Upper Congo (1878), raja dapat mengusahakan
kepentingan-kepentjngan komersial. Komite tersebut mendapat bantuan modal dari
raja. Pada 1882 didirikan Association Internationale du Congo, berada dibawah
pengawasan raja dan melakukan kegiatan-kegiatan imperialistis di Congo.
Sesudah Congo Free State beralih ke tangan
pemerintah Belgia dan koloni tersebut terkenal dengan nama Congo Belgia, maka
timbul pikiran-pikiran pada pemerintah Belgia untuk membentuk imperium Belgia.
Supaya tidak terulang
lagi peristiwa skandal Congo, maka pemerintah akan mengadakan
perbaikan-perbaikan dalam melaksanakan
politik kolonialnya.
Tidak seperti Inggris dan Prancis, yang
masing-masing mempunyai filsafat tersendiri untuk politik kolonialnya. Belgia
mengikuti suatu “pragmatic course” untuk memerintah kolonialnya. Doktrin yang lengkap dan sistematis
tidak dimilikinya. Tidak ada pemikiran-pemikiran tentang hari depan koloni.
Administrasi di koloni melulu dituiukan untuk kemajuan material dan sosial.
Bahwa pemerintah Belgia tidak mempunyai
doktrin politik koloni tersendiri pernah dinyatakan oleh Guy Mallenareau,
seorang profesor dari Universitas Louvain dalam pidatonya di Washington pada
1954. Ia mengatakan bahwa orang-orang Belgia adalah bangsa yang berakal sehat,
bangsa yang sangat realistis, yang menggunakan pengalamannya sebagai penuniuk
jalan. Apabila pemerintah akan mengadakan pembaharuan, maka hal itu harus
dipikirkan masak-masak supaya penduduk bumi putra tidak menjadi korban. Pembaharuan diselenggarakan bukan karena
adanya kecaman atau kritik-kritik dari organisasi internasional, melainkan
karena adanya suatu keyakinan yang didapat dari pengalaman. Politik kolonial
harus dapat menunjukkan bukti-bukti tentang imaginasi yang tidak terbatas atau
keberanian yang luar biasa. Apabila tidak, pasti tidak membawa
kemajuan-kemajuan yang hasilnya akan dinikmati terutama oleh benduduk
bumiputra.3 Demikian antara lain pembelaan Prof. Guy Mallengreau tentang politik kolonial
negerinya.
Adminisirasi kolonial Belgia diatur sebagai
berikut: pejabata pejabat Belgia di Congo adalah pelaksana-pelaksana politik
yang dikendalikan dari Brussels, dalam hal ini menteri TanahJajahan. Sebuah
Dewan Colonial Council beranggotakan 14 orang, bertugas memberi
pertimbangan-pertimbangan kepada menteri. Dari 14 anggota tersebut, delapan
orang ditunjuk oleh Raja dan enam orang lainnya diambil dari Parlemen,
masing-masing kamar tiga orang. Menteri tanah jajahan bertanggung jawab kepada
Parlemen dan Parlemen selain dapat menanyakan segala sesuatu mengenai masalah
Congo juga berhak mengawasi budget dan perundang-undangan di Congo. Di Congo
pemerintah kolonial berkedudukan di Leopoldville, dengan gubernurjenderal
sebagai pejabat tertinggi. Advisory council merupakan dewan yang tugasnya
memberi pertimbangan-pertimbangan kepada gubernur jenderal. Anggota dewan
tersebut adalah wakiI-wakil dan misi Katholik Roma, pemilik pertambangan dan
pedagang, ditambah dengan seorang atau dua orang immatricules, penduduk
bumiputra yang telah dipersamakan kedudukannya.4 Gubernurjenderal dibantu oleh
Advisory council membuat peraturan-peraturan melalui dekrit untuk seluruh
daerah yang terdiri atas enam provinsi. Masing-masing provinsi dikepalai oleh
seorang gubernur dan di sampingnya terdapat sebuah dewan. Dalam kenyataannya
pelaksanaan pemerintahan di Congo sebagian mengikuti contoh Inggris dan
sebagian lagi contoh Prancis.
Pada taraf permulaan sistem “indirect rule" Inggris
dipakai di provinsi-provinsi, sehingga kepala-kepala tradisional
waktu itu bertindak sebagai penghubung antara penduduk lokal dengan pegawai
Eropa.S Dari pola Prancis yang diambil adalah sistem pengendalian pemerintahan
dari ibu kota negeri induk. Disamping itu juga
dalam hal mendorong tumbuhnya immatricules di kalangan penduduk bumi putra. Tetapi karena pemerintah Belgia tidak mempunyai gambaran yang pasti
tentanG hari depan koloni, maka dalam mempraktekkan imatrikulasi terdapat perbedaan-perbedaan. Di Congo proses imatrikulasi menghadapi situasi yang tidak pasti. Orang-orang Congo yang mendaftarkan diri untuk dipersamakan tidak
dicatat dengan selayaknya, bahkan ada di antara mereka yang telah tercatat,
masih juga dikenakan kewajiban dan hukum yang berlaku bagi penduduk bumi putra.
Menurut
John Hatch politik “patemalism” yang dulu dijalankan oleh leopold II, juga dipakai oleh pemerintah
Belgia yang disebutnya
'State-directed paltemalism". Paternalisme ialah politik pemerintah yang
menganggap koloni sebagai anak dan negeri induk sebagai bapak yang berkewajiban
membimbing
anaknya yang masih sangat “hijau” itu ke arah kedewasaan secara evolusioner.
Leopold II dalam menghadapi kecaman dari luarterhadap pemerintahannya
yangamattercela di Congo, selalu menyatakan pembelaan bahwa dirinya yang telah “Civilized” berkewajiban membimbing penduduk yang masih terbelakang seperti halnya
seorang ayah membimbing anaknya
yang masih sangat muda.
Pemerintah Belgia berusaha untuk tidak
mengulang kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah
Leopold II di Congo. Perhatiannya terutama ditujukan kepada perbaikan ekonomi
dan sosial. Dalam bidang ekonomi pemerintah bekerja sama dengan kaum lKapitalis
besar, sedang bidang edukasi dipegang oleh misi dengan Subsidi pemerintah.
Berhubung dengan kepentingan ekonomi tersebut di atas, maka pemerintah juga memperhatikan perluasan
transpor.
Untuk memperingan
tanggungjawab, maka pada 1912 di kalangan pembesar-pembesar dalam pemerintahan Belgia ada
pikiran-pikiran bahwa Congo yang luasnya 82 kali Belgia terlalu luas dan mereka
tidak bel'keberatan apabila sebagian koloni itu dijual kepada negara lain.
2.
What
Untuk
mewujudkan ambisi raja Leopold II ia membentuk International Africa
Association. Ia mengutus Henry Motton Stanley. Stanley berhasil menemukan
Kongo. ia berhasil membuat perjanjian dengan suku-suku asli. memuat pos-pos
militer. Dia memperoleh Jutaan kilometer persegi
tanah Afrika tengah untuk Belgia. Karena Stanley melakukan penjelajahan atas
nama Raja Leopold dari Belgia. Pada saat dilaksanakan Berlin Confenenoe
1885 tidak ada negara
Eropa yang menginginkan Sungai Kongo. namun Leopold II ingin mempertahankan
uilayah tersebut sebagai zona perdagangan bebas sehingga banyak pihak yang
memberikan dukungan persetujuan pembentukan Congo Free State pada 1885. Dengan
demikian kolonisasi Belgia di Afrika tengah khususnya di wilayah Kongo
merupakan satu-satunya kolonisasi Belgia di Afrika. di tambah
Rwanda dan Burundi setelah adanya mandat dari Lembaga
Bangsa-Bangsa.
3.
When
Kolonisasi Belgia di Kongo ini terbagi menjadi
tiga masa. antara lain:
a.
Congo Free State (1885 1908)
Congo Free State adalah area yang luas di
Afrika Tengah yang dikuasai secara pribadi oleh
Leopold II dari Belgia.
b.
Kongo
Belgia (1908
1900)
Kongo Belgia adalah nama resmi untuk Republik Demokratik Kongo antara
Periode Belgia menguasai wilayah ini pada
tanggal 15 November 1908 sampai pada kemerdekaan Kongo pada 30
Juni 1960.
4.
Where
Wilayah kolonisai
belgia ini hanya mencakup wilayah Kongo yang diwariskan dari Raja Leopold
II yang luasnya 82 kali luas Belgia. Batas-batas Kongo dinsebelah utara adalah
Afrika Equatorial Prancis. di sebelah timur laut. Sudan. di sebelah
timur, Uganda dan Tanganyika,
di sebelah selatan Tenggara, Rodhesia utara, di sebelah barat daya, Angola, di sebelah barat, Samudra Atlantik, Sesudah Perang Dunia I berakhir, Rwanda dan Burundi menjadi daerah mandat yang diurus belgia.
5.
Who
a.
Congo
Free State
Tokoh ulama dari C ongo free State ini adalah Raja Leopold 11 yang
merupaka raja Belgia Sebagai raja Congo free State. memiliki kekuasaan absolut
terhadap Kongo. Leopold 11 yang terkenal sebagai "raja Saudagar"
adalah satu-satunya penguasa di dunia Barat pada zamannya yang
telah memiliki pandangan jauh tentang pentingnya eksplorasi terhadap daerah Kongo
yang sangat kaya itu.
b. Kongo
Belgia
Sama seperti koloni-koloni lainnya, Kongo setelah diduduki oleh pemerintah Belgia di pimpin oleh
Gubemur-gubernur Jenderal.
1) Baron
Theophile Wahis (27 April 1844
20 Januari 1921)
Baron Theophile Wahis adalah
seorang pemira Belgia dan civil
servant. Lahir di Menen, Belgia. ia memulai karirnya sebagai Sub-Letnan dan
kemudian Leman Jenderal di tentara Belgia. Dia berpartisipasi dalam pasukan
ekspedisi yang dikirim ke Meksiko. Kemudian ia menjadi Gubemur-Jenderal Congo Free
State dari 1892
sampai 1908 dan Kongo Belgia dari 1908 hingga 1912.
2) Felix
Alexandre Fuchs (25 January 1858
23 February 1928)
Felix Alexandre Fuchs adalah seorang pegawai
negeri Belgia dan Gubernur Jenderal Kongo Belgia. Lahir di lxelles pada tanggal
25 Januari 1858. Fuchs memulai karirnya dengan bekerja untuk Kongo Free State
pada bulan Juni 1887. Ia menjadi anggota eksekutif pada
tahun 1889 dan pada tahun 1891 ia menjadi wakil gubernur Congo Five State.
Pada bulan November 1908, Congo Free State diserahkan ke Belgia oleh Leopold II
dari Belgia dan menjadi Kongo Belgia. Pada bulan Mei 1912. Theophile diangkat
sebagai gubernurjenderal Kongo Belgia sampai
Januari 1916.
3) Eugene Joseph Marie Henry (1862-1930)
Eugene Joseph Marie Henry adalah seorang pegawai
negeri Belgia dan Gubernur Jenderal Kongo Belgia dari 5 Januari 1916 sampai
dengan 30 Januari 1921.
4) Maurice Eugene
Auguste (21 Agustus 1875 – 12 Juli 1950).
Maurice Eugene Auguste adalah gubernur Kongo
Belgia dari 30 Januari 1921 hingga 24 Januari 1923.
5) Martin
Joseph Marie Rene Rutten (1876-1944)
Martin
Joseph Marie Rene
Rutten adalah seorang pegawai negeri Belgia dan Gubernur Jenderal Kongo Belgia
dari 24 Januari 1923 hingga 27 Desember 1927.
6) Auguste Constant Tilkens (1869-1949)
Auguste C onstant Tilkens adalah seorang
pegawai negeri Belgia dan Gubemur Jenderal Kongo Belgia dari 27 Desember
1927 hingga 14 September 1934.
7) Pierre
Ryckmans (November 23, 1891 - February 18, 1959)
Pierre Ryckmans adalah seorang pegawai negeri
Belgia dan Gubernur Jenderal koloni Belgia Kongo
1934-1946.
8) Eugene
Jacques Pierre Louis Jungers ( 1888-17 September 1958)
Eugene Jacques Pierre Louis Junger adalah
Gubernur-Jenderal Liga Bangsa-Bangsa
Mandat Ruanda-Urundi 1932-1946,
dan Kongo Belgia 1940-1951.
9) Leon Antoine Marie Petillon (1903-1996)
Leon Antoine Marie Petillon adalah seorang
pegawai negeri Belgia dan Gubernur Jenderal Kongo Belgia dari 1 Januari 1952
sampai dengan 12 Juli 1958.
6.
Why
Kongo merupakan satu-satunya wilayah
kolonisasi Belgia. Wilayah Kongo ini merupakan wilayah di Afrika
Tengah, tempat di mana berbagai imperialis bertemu. Kongo berukuran 82 kali luas Belgia dengan
penduduk sebesar 12 juta orang Afrika dan 80.000 orang kulit putih.
Kongo sangat kaya akan air, hutan
kayu, fauna, flora, dan hasil penambangan. Tambang yang banyak
di sana adalah lambang berlian,
tambang emas,
cobalt, tembaga, uranium, besi, radium, mangan, seng, dan timah yang sebagian besar terdapat di distrik-distrik di sebelah
selatan. Hasil pertanian perkebunan yang terkemuka
adalah karet, minyak kelapa, dan kapas. Di samping hasil pertambangan dan
perkebunan, gading merupakan sumber penghasilan yang
penting.
Sebelum
Kongres Berlin II dilangsungkan,
Leopold II pernah mempunyai gagasan untuk
membuat suatu “Confederation of Free Natives” di Congo, dengan kekuasaan federal di atas kepaIa-kepala dan kekuasaan
tersebut tidak akan mendesak setiap kekuasaan yang telah ada.17 Akan tetapi
menurut
keputusan Kongres Berlin II (November 1884-Februari 1885) Congo yang pernah dijelajah oleh H.M. Stanley diberi status “Congo Free State”
dengan Leopold II sebagai kepala negaranya. Dalam Mukadimah
Decree on Native Areas dituliskan bahwa pemerintah, dalam hal ini raja
Leopold II, tidak mencampuri kehidupan masyarakat
bumiputra, di mana ada kebiasaan suku dibiarkan tetap berlaku. Dengan demikian
maka negara yang baru dibentuk itu struktur politik penduduk bumiputra tetap.
berlangsung seperti biasa dan menurut adat kebiasaan suku 'kekuasaan kepala
suku adalah kekuasaan yang tertinggi.
Semua negara-negara yang menandatangani hasil
keputusan kongres tersebut pada umumnya menyatakan setuju, apabila negara baru
Congo Free State itu menjadi milik pribadi Raja Leopold II dari Belgia. Mereka
memberikan harapan agar Leopold benar-benar melaksanakan keputusan-keputusan
kongres. Suasana kongres pada umumnya sangat menyenangkan Leopold II, karena
banyak peserta kongres memuji dirinya. Leopold II disebut sebagai orang yang
berjasa, bermurah hati dihubungkan dengan tumbuhnya negara baru itu. Utusan
Prancis
mengucapkan sebagai berikut: “The new state owes its origin to the generous
aspirations and the enlightened initiative of a Prince surrounded by the
respect of Europe”. Sebaliknya utusan inggris mempunyai pernilaian negatif
terhadap Raja Leopold
II. Hal ini dapat dimengerti karena Inggris
menghendaki daerah png kaya tersebut dan pernah bersekutu dengan Portugal untuu
merintangi kehendak
Leopold II.
Dua minggu sesudah
kongres dibuka, seorang wakil Amerika Serikat, Mr. Kasson, mengucapkan pidato
yang isinya menggambarkan adanya persamaan antara negara-negara Eropa yang pada
waktu itu ingin memasuki dan menguasai Afrika dengan bangsa Amerika di masa
lampau ketika mereka membuka daerah di sebelah barat. Selanjutnya ia menyatakan bahwa untuk keperluan memberikan “civilization" kepada bangsa-bangsa yang terbelakang di Afrika.
Dibutuhkan kekuatan untuk melindungi keselamatan para pedagang, misionaris.
Penjelajah serta daerah-daerah koloni dari serangan penduduk asli. Ia juga
memperingatkan agar peristiwa-peristiwa tragis yang dulu pernah dialami bangsanya tidak terulang di
Afrika.
Tiga bulan sesudah kongres berakhir, parlemen
Belgia meratifikasi kePutusan Kongres Berlin. Dengan demikian sejak 1885
Leopold II. Raja Belgia itu juga menjadi kepala negara
yang berdaulat di Congo Free State. Undang-undang yang menegaskan kedudukan
Leopold tersebut berbunyi: "Yang Mulia Leopold II,
raja Belgia berwenang menjadi kepala negara yang didirikan di Afrika oleh
International A of the Congo. Persatuan antara Kongo dan Negara Kongo yang baru
akan menjadi milik pribadi."
LeopoId II menganggap H.M. Stanley dan Sir Francis Winton sebagai orang-orang
yang paling berjasa dalam mendapatkan Congo baginya. Oleh sebab itu sebelum
Congo Free State terbentuk, Stanley telah diberi kedudukan sebagai kepala “International African Association” di Afrika denqan tugas melakukan
kegiatan-kegiatan di daerah Congo. Pada 1882 Stanley kembali ke Inggris dan Leopold II menunjuk Sir Francis Winton untuk mengisi lowongan jabatan
tersebut.
Pada 1901 berita tentang kejahatan di Congo oleh pemerintah Leopold II masih terus mengalir. Laporan
Roger Casement, seorang Irlandia
yang mengelilingi Congo selama 3 bulan (1903), tentang adanya buruh paksaan atau olehnya
disebut “slave labour”, adanya pembunuhan sebagai hukuman kepada penduduk Afrika, menimbulkan berkobarnya lagi kritik terhadap pemerintahan
Leopold. Congo reform Association di Inggris menuntut agar diadakan penyelidikan
internasional terhadap Congo. Untuk kepentingan perbaikan rakyat Congo, jika
perlu Inggris bersedia berperang. House of Common! di Inggris pada 1903 membuat
suatu alasan yang membangkitkan perasaan antipati terhadap praktek-praktek raja
Leopold di Congo yang sangat menyalahi isi perjanjian Kongres Berlin 1885.
Akhirnya Leopold terpaksa membentuk suatu komisi untuk menyelidiki laporan
Casement. Komisi tersebut beranggotakan seorang Belgia, seorang Italia dan
seorang Swis
dan mulai bekerja pada 1904, hasilnya memperkuat apa yang dilaporkan oleh
Casement. Atas jasa ini, Roger Casement di wisuda menjadi ksatria oleh
pemerintah Inggris, tetapi pada 1916, karena ia bergabung dengan pemberontakan
Irlandia, akhirnya ia dihukum mati.
1)
hidup pribadi Raja Leopold II yang tercela.
Hubungannya dengan wanita-wanim di kota-kota besar di Eropa sangat berpengaruh
terhadap keuangannya. Raja sering meminjam uang dari berbagai bank tanpa
pesetujuan Parlemen. Barang tanggungannya berupa tanah-tanah di Congo, misalnya
pinjaman raja dari Bank Antwerp sebesar 5 juta franc disertai jaminan berupa
tanah di Congo seluas 16 hektar. Kemacetan dalam pembayaran hutang-hutang yang
sering terjadi mengakibatkan ketidak puasaan rakyat Belgia terhadap rajanya, karena
mau tidak mau Pemerintah dan rakyat Belgia ikut terseret oleh tindakan-tindakan
Leapold
2)
Kekuasaan Leopold II yang absolut di Congo
menyebabkan penderitaan yang mendalam pada rakyat Congo dan sebaliknya Membawa
keuntungan besar
bagi raja dan kaum modal
3)
Keadaan
penduduk bumiputra yang masih terbelakang dalam segala bidang tidak
Mampu untuk mengimbangi politik kolonial Leopold II.
Bagi inggris dan Prancis, koloni-koloninya di
Afrika adalah sebagian dari koloni-koloni lain yang dimilikinya, sedang Congo
bagi Belgia adalah satu-satunya koloni yang dimiliki. Koloni tersebut sangat mengagumkan, berukuran 82 kali luas Belgia dengan penduduk sebesar 12
juta orang Afrika dan 80.000 kulit Putih. Congo sangat kaya akan air, hutan kayu, fauna, flora dan tambang-tambang. Tambang-tambang berlian, mas,
kobal, tembaga, uranium, besi, radium, mangan,
seng, timah sebagian besar terdapat di distrik-distrik di sebelah selatan.
Hasil pertanian perkebunan yang terkemuka adalah karet, minyak kelapa dan
kapas. Di samping hasil pertambangan dan perkebunan, gading merupakan sumber
penghasilan yang penting. Sesudah pemerintah Belgia mendapatkan Congo yang
diterimanya dengan perasaan malu tetapi disertai kebanggaan yang dirahasiakan,
hadiah besar dari Leopold II itu akan diusahakan sebaik-baiknya agar tidak lagi timbul apa yang
disebut “Skandal
Congo”. Selain itu Belgia juga memimpikan membentuk
sebuah imperium yang megah. Untuk keperluan defensif, pada 1908 diadakan
perjanjian internasional bersama Inggris, Prancis, Spanyol dan Portugal yang
berisi bahwa mereka tidak akan menjual barang-barang seperti senjata api,
amunisi dan bahan peledak. Langkah pertama yang diambil ialah mengadakan
pembaharuan dengan tujuan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan perbaikan
kedudukan penduduk bumiputra. Amerika Serikat dan Inggris menuntut agar
keputusan Kongres Berlin
1885 benarbenar dilaksanakan.
Tuntutan tersebut didukung oleh negaranegara
lain. Selain itu Inggris menyerukan agar pembaharuan yang akan dilakukan ditekankan
kepada:
2)
memberi tanah yang cukup kepada penduduk
bumiputra untuk memberi kemungkinan dapat memenuhi kebutuhannya atau dapat
dipergunakan untuk usaha pertanian yang hasilnya dapat dijual, Sepem yang
terdapat di koloni bangsa Eropa lainnya
3)
memberi kesempatan kepada pedagang-pedagang
dari negeri manapun untuk membuka industri yang memungkinkan adanya hubungan
dagang secara
langsung dengan penduduk bumiputra.
Disamping itu inggris
memperingatkan bahwa berdasar keputusan Kongres Beriin 1885, tanah di Congo
tidak boleh dijua| kepada kaum pedagang untuk kepentingan usaha dagang atau
kepada kaum misionaris untuk kepentingan usaha kerohanlan. Akan tetapi pemerintah Belgia tidak menghiraukan peringatan tersebut,
mengingat di daerah jajahan Inggris sendiri, seperti di Kenya, orangorang kulit
putih membeli tanah-tanah
milik penduduk asli.
Telah diterangkan di muka bahwa Belgia tidak
mempunyai filsafat tertentu mengenai politik kolonial. Pemerintahannya
mengikuti Jalan yang pragmatis. Administrasi di koloni ditujukan untuk kemajuan
imaterial dan sosial, memberi pendidikan dasar, kesehatan dan fasilitas-fasilitas mendapatkan obat-obatan. Tujuan tersebut hanya mungkin dicapai dengan mengadakan ekploitasi
secara sistematis terhadap sumber kekayaan Congo yang masih terpendam. “Sound economic and social basis” merupakan dasar yang dituntut untuk
mewujudkan “a healthy democratic political system”, demikian teori yang dikemukakan oleh pemerintah Belgia. Tetapi masalah status politik apa yang akan diberikan kepada koloni
tersebut di masa yang akan datang tak dipikirkan sama sekali atau hanya
dipertimbangkan dengan samar-samar.
Di Congo, cara melaksanakan administrasi
negara tetap dikendalikan langsung dari Brussels yang dilaksanakan oleh
gubernur jenderal diba ntu oleh komisioner-komisioner distrik. Tugas
komisionerkomisioner distrik tersebut hampir serupa dengan petugas-petugas yang
sama di daerah Inggris. Pada 1925 pemerintah Belgia membuat peraturan yang
berisi bahwa pemerintah memberi bantuan uang untuk bidang pendidikan kepada
gereja Kathoiik
Roma selaima 20 tahun. Dalam bidang ekonomi, kongsi-kongsI dagang berkembang amat
pesat.
1)
Brufina (Societe de Bruxelles pour la Finance
et L'Industrie), menguasai Banque de Bruxelles dan berbagai organisasi
industri.
2)
Cominiere (Societe Commerciale et Miniere du
Congo), hubungannya dengan usaha finansial Nagelmackers dan mempunyai kekayaan
pertanian
Lima perusahaan besar tersebut menguasai 90%
dari seluruh
investasi modal di Congo, terutama yang disebut terakhir. Sebagian
kongsi-kongsi.dagang juga mendapat izin untuk menyewa tanah yang luas. Union
Miniere de Haut Katanga, mendapat konsesi menyewa sebesar 13.000 mil persegi,
lebih luas dari luas Belgia. Kongsi dagang ini menguasai daerah-daerah
pertambangan yang paling berharga di Afrika. Lever Brothere Company, kongsi dagang
sabun yangterkenal dari Inggris, dapat menyewa tanah seluas dua juta Hektar.
Pemerintah Belgia menanamkan modalnya dalam kongsi-kongsi tersebut, sehingga
selain mendapatkan pajak-pajak dari kongsi-kongsi juga memperoleh bagian
keuntungan. Dalam tiap kesempatan, pemerintah di Brussels mendapat hampir 50%
dari seluruh keuntungan yang didapat
oleh kongsi-kongsi dagang. Situasi ekonomi di Congo itu menimbulkan
kontras sosial yang menyolok. Masyarakat emigran Putih di Congo mempunyai
standar hidup yang tinggi, sebaliknya penduduk bumiputra hidup miskin. Akan
tetapi
berlangsungnya Perang Dunia I yang mengikutsertakan Afrika. maka revolusi
sosial di Congo dapat dikesampingkan.
Leopold II. sebagai Raja yang menguasai Congo memiliki kekuasaan yang
absolut. Segala peraturan dan tindakan raja di Congo Free State pada prinsipnya
ditujukan untuk memperoleh keuntungan materi yang sebanyak-banyaknya bagi kepentingan
raja pribadi. Kebijakan politik kolonialnya didasarkan
atas pertimbangan-pertimbangan untuk mengatasi masalah
administrasi yang timbul dengan tiba-tiba atau didasarkan atas
kepentingan-kepentingan ekonomi. Untuk dapat melakukan eksploitasi secara
besar-besaran Leopold mengizinkan modal pemerintah Belgia atau modal perorangan
masuk, melakukan berbagai macam usaha. Eksploitasi
ini menimbulkan adanya skandal Congo yang membuat kekuasaan Leopold II berakhir ( I908).
Sesudah Congo beralih ke tangan pemerintah
Belgia koloni tersebut dikenal dengan nama Congo Belgia. maka timbul
pikiran-pikiran pada pemerintah Belgia untuk membentuk imperium Belgia. Supaya
tidak terulang lagi peristiua skandal Congo. maka pemerintah akan mengadakan
perbaikan-perbaikan dalam melaksanakan politik kolonialnya. Namun pada
kenyataannya oleh
pemerintah Belgia sama dengan yang dulu dijalankan oleh raja Leopold. yaitu
Paternalisme. Patemalisme ialah politik pemerintah yang menganggap koloni
sebagai anak dan negeri induk sebagai bapak yang berkewajiban membimbing anaknya yang
masih sangat “hijau” itu ke arah kedewasaan secara
evolusioner.
Kegiatan administrasi Belgia di koloninya
hanya ditujukan untuk kemajuan materil dan sosial. Administrasi di koloninya
diatur sebagai berikut: pejabat-pejabat Belgia di Congo adalah
pelaksana-pelaksana politik yang dikendalikan dari Brussels, dalam hal ini
menteri Tanah Jajahan.
Dewan Colonial Council beranggotakan 14 orang, bertugas memberi
pertimbangan-pertimbangan
kepada menteri. Dari 14 anggota tersebut, delapan orang ditunjuk
oleh Raja dan enam orang lainnya diambil dari perlemen. masing-masing kamar tiga orang. Menteri tanah jaj ahan
bertanggung jawab kepada Parlemen dan Parlemen saling dapat menanyakan budget
dan perundang-undangan di Congo. Pelaksanaan pemerintahan di
Congo pada kenyataannya
sebagian mengikuti contoh Inggris dan sebagian lagi mengikuti
Prancis. Pada
taraf permulaan sistem “indirect rule” lnggris dipakai di provinsi-provinsi. sehingga
kepala-kepala tradisional waktu itu bertindak sebagai penghubung antara
penduduk lokal dengan pegawai Eropa. Dari pola Prancis diambil sistem
pengendalian pemerintahan
dari ibu kota negeri induk. Disamping itu juga dalam hal mendorong
tumbuhnya immatricules di kalangan penduduk bumi putra.
Pemerintah
Belgia menunjukan perhatiannya dalam bidang perbaikan ekonomi dan sosial.
Kegiatan eksploitasi seperti pada zaman kekuasaan Leopold II tetap berlaku.
dimana kaum modal. pedagang dan bankir-bankir besar masih tetap memegang
peranan penting dalam perekonomian Congo. Dalam bidang ekonomi pemerintah
bekerja sama dengan kaum kapitalis besar dan juga memperhatikan perluasan
transpor. Untuk keperluan pcrdangangan dan perekonomian. diadakan
langkah-langkah besar dalam menunjukan komunikasi antara
Congo dan negara-negara/daerah-daerah tetangga. Dalam hal ini penanaman modal dalam bidang
pembuatan
jalan kereta api makin diintensifkan. Katanga dihubungkan dengan Rhodesia dari Eizabethville ke Sokana.
Juga dibuat jalan kereta api dari Katanga ke Dnlolo. Disamping itu hubungan melalui air dari
Kalanga kemuara Sungai Congo lebih disempurnakan.
Hubungan pos dengan luar daerah juga diadakan dan diikuti dengan komunikasi
telegraf. Sementara di Congo terdapat tiga bandar ulama, Banana, Boma dan Maladi, untuk melayani kongsi-kongsi pelayaran Belgia. Prancis. Inggris dan lain-lain.
Dalam bidang sosial untuk memajukan penduduk
bumiputra, didirikan sekolah-sekolah. Tetapi seluruh bidang edukasi ini berada di tangan kaum
misionaris. Ini berarti pcmerimah Belgia kurang memperhatikan bidang
tersebut, disamping itu hubungan antara gereja Roma
Katholik dengan pemerintah erat sekali. sehingga pelaksanaannya pendidikan
diarahkan kepada aspek-aspek praktis. Sekolah-sekolah yang didirikan hanya
terbatas pada sekolah dasar dan teknik. Sekedar untuk dapat membaca. menulis,
berhitung dan mengetahui tentang masalah-masalah kesehatan dan pertanian sederhana. Pada 1925 pemerintah Belgia membuat penuturan yang
berisi bahwa pemerintah memberi bantuan uang untuk bidang pendidikan kepada
gereja
Katholik Roma selama 20 tahun.
Untuk
melindungi kesehatan dan ekonomi rakyat, pada 1912 pemerintah mengeluarkan
peraturan “Liqour
Act”, berisi larangan penjualan minuman keras.
Juga diadakan pembaharuan mengenai peraturan
perburuhan. Buruh tidak lagi diambil dari daerah-daerah yang jauh seperti zaman
kekuasan Leopold II. pengangkatan buruh dilakukan berdasarkan kepentingan,
seorang tidak dapat dipaksa bekerja di tempat yang jaraknya lebih jauh 10 km
dari rumahnya. wanita-wanita yang bersuami tidak dapat diterima sebagai buruh
tanpa izin suaminya. murid yang meninggalkan sekolah untuk bekerja. harus
disertai izin gurunya. upah buruh dibayar setiap bulan. majikan harus memberi
perumahan kepada pegawai-pegawainya. dan selama dalam periode kontrak majukan
diwajibkan memberi cuti empat hari setiap bulannya kepada pekerjapekerjanya dan
selama 15 hari apablla ia sakit dan diperkenankan kembali ke daerah atau tanah
asalnya pada waktu masa
kontraknya telah berakhir.
Setelah berakhirnya Perang Dunia II.
pemerintah mulai mengadakan pembaharuan-pembaharuan yang terkenal
dengan naman “Rencana 10 Tahun”. Rencana tersebut telah dibuat pada 1949 tetapi baru diaksanakan pada 1950.
Rencana 10 Tahun tersebut berisi program yang mencakup bidang
pengangkatan,
station tenaga gerak listrik,
perlengkapan ilmiah,
pekerjaan umum,
perluasan pendidikan, masalah kesehatan dan pertanian. Oleh sebab
itu dibangun gedung-gedung baru baik
untuk kepentingan pemerintah,
pusat-pusat kesehatan,
rumah-rumah sakit baru, Rumah-rumah pegawai, bandar-bandar, perluasan kota-kota
lama,
mendirikan kota-kota baru, jalan-jalan raya dan industri-industri besar.
Adanya pembaharuan dalam bidang material membawa kongsi-kongsi
dagang, industri-industri besar makin berkembang dan menguasai
perekonomian Congo, menimbulkan masalah-masalah baru
seperti: buruh,
pegawai dan urbanisasi. Pegawai-pegawai Eropa yang dapat diambil ialah mereka
yang sudah pernah berhubungan dengan penduduk Afrika dan
mereka dijadikan penasehat-penasehat atau pembimbing. sedang untuk buruh
diambilkan dari penduduk Afrika Hitam. Oleh pemerintah imigran dari Eropa
tersebut dibatasi dengan cara mengharuskan mereka menyerahkan sejumlah besar uang sebelum mereka masuk wilayah Congo. Peraturan
tersebut ditujukan untuk mempertahankan status quo kolonial. karena kalau
ahIi-ahli dan tenaga pegawai Eropa di Congo itu sangat besar jumlahnya.
dikhawatirkan akan membahayakan kedudukan pemerintah Belgia yang sangat
dibutuhkan adalah tehnisi dari Eropa untuk melakukan penelitian terhadap beberapa
proyek.
Urbanisasi yang muncul akibat kebutuhan akan
buruh diatasi dengan cara memperkuat pertanian yang menggunakan perlengkapan modern.
Mekanisasi pertanian dan pemberian rabuk merupakan dua hal
yang menarik orang-orang bumiputra untuk kembali kedesanya atau untuk
meninggalkan kampung halamannya menuju kota. Juga diadakannya daerahdaerah
peternakan sebagai salah satu proyek keperluasan pertanian akan dapat mencegah
mengalirnya orang desa ke kota. Bidang edukasi diperluas, namun pada prinsipnya
sekolah yang terbanyak hanyalah tingkat sekolah dasar. beberapa sekolah
kejuruan dan unversitas. Gereja Katholik Roma tetap memegang peranan utama.
Pemerintah memberikan subsidi untuk kepentingan tersebut. Politik pendidikan
disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah. Hampir seluruh peraturan ditujukan
untuk mendidik anak-anak Congo supaya tidak buta huruf. Sckolah-sckolah
kejuruan didirikan untuk memiliki keterampilan atau kecakapan praktis mengenai
bidang tertentu yang dapat diterapkan dalam industri atau dalam pembaharuan
desa. Dengan adanya sckolah-sekolah tersebut. pemerintah tidak akan khawatir
akan terbentuknya suatu elite yang akan menuntut pembahaman politik atau
menuntut kedudukan yang lebih tinggi dalam administrasi negara.
Pada
1948 diskriminasi rasial di sekolah-sekolah mulai dikurangi. Dalam
publikasi “The
Belgian Congo” antara lain diterangkan bahwa untuk meniadakan “segregation” di sekolah-sckolah
makan anak-anak bumiputra dan coloured diizinkan masuk sekolah
Eropa. tanpa mempersoalkan kedudukan orang tua mereka. Guru-guru diminta untuk
memberikan perhatian baik kepada anak-anak Congo maupun Putih. Pada 1950
diskriminasi rasial di sekolah-sekolah dihapus. akan tetapi dalam kenyataannya
sebelum anak-anak non-putih diterima di sekolah Eropa. mereka harus menempuh masa pcndadaran
dulu. Dalam “Program Sepuluh Tahun” juga dimasukan rencana didirikan sebuah universitas negeri di Luvinium
di dekat Leopoldville dan yang
lain di Elisabetville.
Dalam
bidang politik, Congo hanya sedikit sekali mengalami
perubahan. Pemerintah Belgia sama sekali tidak memberi kesempatan bagi penduduk
bumiputra dan kulit putih untuk melakukan aktivitas-aktifntas politik. Di Congo
baik orang kulit putih maupun bumiputra tidak mempunyai perwakilan politik dan
tidak mempunyai hak pilih. Anggota Advisory Council yang mendampingi gubernur
jenderal dan anggota Council diprovinsi-provinsi yang mendampingi gubernur
semuanya adalah hasil tunjukan. Tindakan ini diharapkan agar bentukan politik
antara dua ras dapat dihindari dan agar penduduk bumiputra dapat menerima
minoritas putih. Jika penduduk kulit putih diberi hak-hak. penduduk bumiputra
akan merasa adanya diskriminasi rasial. Kebijakan tersebm ditolak oleh penduduk
Eropa di Congo. Mereka menuntut hak untuk ikut serta dalam pemerintaham dan
baru sesudah Perang Dunia II berakhir. tuntutan mereka mulai diperhatikan.
Di
Congo sejak 1947 orang-orang bumiputra ditunjuk
untuk menggantikan wakil-wakil bumiputra yang terdiri atas orang-orang Eropa di
dalam pemerintahan
dan dewan-dewan di provinsi. Akan tetapi sesudah
pembesaran-pembesaran Belgia mengetahui adanya ketidak puasan pada penduduk
yang iri terhadap perkembangan politik di Rwanda Burundi. maka ditiga kota yang
penting: leopoldville. Elizabethville dan Jodotville diizinkan memilih
sepertiga anggota dewan kota. Tindakan ini akan dijadikan percobaan untuk
membawa perubahan politik kolonial di Congo. Tetapi pada umumnya politik
patcmalisme tetap dipegang teguh.
Kolonisasi Belgia di wilayah Kongo mengakibatkan banyak penduduk Kongo
menjadi korban yang tewas. Penduduk Kongo harus bekerja di industri
yang didirikan oleh pemerintah Belgia. Agen Pemerintah menyandra keluarga
mereka sampai orangorang menyelesaikan pekerjaan mereka Untuk memprotes kondisi
kerja yang demikian keras. penduduk Kongo memberontak pada banyak kesempatan.
Menanggapi hal itu. Force Publique menghancurkan seluruh desa. Antara 10 sampai 23 juta orang tewas selama pemerintahan Leopold. dari 1885
sampai 1908. Meskipun tidak semua meninggal sebagai
akibat langsung dari kekerasan fisik. namun banyak yang mengalami kelaparan dan
kelelahan kerja yang akhirnya dapat menimbulkan kematian.
Raja Leopold mengklaim kepemilikan tanah, menggusur Afrika.
Berlin Act,
yang ditandatangani pada tahun 1885. diakui
Leopold sebagai otoritas 1 sampai 2 juta mil persegi tanah di wilayah
tersebut. Penduduk Kongo kehilangan semua hak kepemilikan tanah. Di bawah
Leopold, Afrika memiliki hak milik hanya di desa-desa mereka.
Dengan membentuk Kongo Free State. Raja
Leopold membantu menghancurkan hubungan antara rakyat dan tanah air mereka.
Sebelmn Belgia memasuki Afrika. orang-orang mengidentifikasi diri mereka dengan
etnis. Penciptaan satu negara membuat kabur perbedaan ini. Masyarakat
internasional. dibuat sadar akan kekejamannya terhadap rakyat. Atas alasan
tersebut terpaksa Leopold untuk mengakhiri Kongo Free State pada tahun 1908. Sejak saat itu
hingga tahun 1960-an. Belgia Kongo, yang menggantikan Free
State, mempertahankan struktur nasional, kebalikan dari pengaturan hidup lokal yang disukai oleh orang-orang
Afrika.
Penurunan yang luar biasa
adalah karena berbagai faktor, termasuk eksekusi. kematian dalam pertempuran
perlawanan. pemisahan suami dari istri untuk waktu yang lama, orang-orang yang
melarikan diri dari Kongo Free State ke
wilayah tetangga. kelelahan karena terlalu banyak pekerjaan. dan kelaparan yang
diciptakan karena orang tidak lagi punya waktu, dan lahan yang memadai untuk
penanian. Sebagian besar karet Kongo yang dikumpulkan
berasal dari tanaman merambat, yang tidak bisa pulih dengan cepat setelah dipanen. Akibatnya, orang harus pergi jauh dan lebih jauh ke
dalam hutan untuk mencapai tanah garapan baru. Ketika orang tidak membawa
kembali karet
cukup untuk memenuhi pedagang, hukuman yang kejam akan dijatuhkan pada
mereka.
Banyak penjelajah Eropa
awal di Afrika Tengah diharapkan untuk menemukan bahwa penduduk Kongo asli
adalah kanibal. Mereka telah mendengar laporan mengerikan praktek-praktek
tersebut. Bahkan. beberapa kelompok di Afrika Tengah melakukan praktek
kanibalisme. baik sebagai ritual atau sebagai pasokan makanan biasa. Namun sejarawan sekarang percaya bahwa berbagai bentuk kanibalisme
yang luas di Kongo. banyak suku menolak kanibalisme. Beberapa orang Eropa
menggunakan isu kanibalisme yang sering dibesar-besarkan dalam laporan yang
sampai di Eropa sebagai pembenaran untuk intervensi di Afrika. Mereka
berbicara tentang perlu membawa moralitas ke benua
tersebut.
Pada awal 1891. pemerintah Inggris mulai
mendapatkan laporan dari Afrika kekejaman telah dilakukan di Kongo. Mereka
berdalih kekejaman ini juga digunakan sebagai pembenaran untuk kebijakan Free
State. Apapun kesalahan mungkin terjadi sebagai akibat dari pemerintahan
Leopold. mereka beralasan. efek aturan ketat ini mengakhiri praktek kanibalisme.
Mulai tahun 1892. perang antara Leopold Force Publique
dengan Swahilis wilayah timur Kongo menewaskan ribuan orang. Kekerasan dan
penghancuran memaksa semakin banyak orang yang beralih ke kanibalisme untuk
bertahan hidup. Setelah perang. kelompok terus berlatih kanibalisme sebagai
akibat dari kebijakan Free State. Karena pengumpulan karet sering membuat
mustahil untuk menanam tanaman pangan. banyak masyarakat yang tersisa dan tidak
mempunyai pilihan selain hanya melanjutkan praktek yang telah menjadi bagian
dari budaya mereka selama berabad-abad.
Pada saat PD II Congo dipisahkan dari
Brussels. kesempatan ini dipergunakan oleh buruh kulit putih dan hitam untuk
memperbaiki
kedudukan mereka. Pada tahun 1942 dibentuklah organisasi sarikat kerja yang
didirikan oleh
buruh kulit putih. Pada tahun 1942 terjadi pemogokan di kalangan buruh kulit
hitam untuk menuntut upah yang lebih tinggi. namun pemogokan tersebut berhasil
diatasi dengan jalan kekerasan dan pertumpahan darah. Bukan hanya pemogokan
buruh di Lulubourg pada tahun 1944 terjadi revolusi di kalangan angkatan perang
yang kemudian diikuti oleh pemogokan di Matadi pada tahun 1945. Berbagai
peristiwa yang telah disebutkan diatas menunjukkan bahwa penduduk tidak puas
dengan situasi dan kedudukan mereka pada waktu itu.
Pembaharuan dalam bidang material menbawa kongsi-kongsi dagang.
industri-industri makin berkembang dan menjadi sektor perekonomian
makro Congo. Keadaan ini menimbulkan masalah baru
seperti buruh, pegawai, dan urbanisasi. Buruh diambilkan dari penduduk Afrika hitam oleh
pemerintah imigran tersebut dibatasi dengan cara mengharuskan mereka
menyerahkan uang sebelum mereka masuk ke wilayah Congo. kebutuhan akan buruh dalam
jumlah besar mengakibatkan terjadi urbanisasi secara cepat dan dalam jumlah
besar. Jika pada tahun 1938 hanya ada sekitar 8% dari seluruh penduduk pribumi
yang
berada diluar daerah kesukuan, bekerja pada industri dan tinggal di kota-kota, maka
pada tahun 1954 jumlah tersebut naik menjadi 22%.
Sesudah
Perang Dunia 1 berakhir, seluruh koloni Jerman di Afrika harus diserahkan kepada Lembaga Bangsa-Bangsa. Lembaga lnl
menunjuk Inggris, Prancis dan Belgia sebagal mendaterls. Daerah mandat Rwanda
dan Burundi diserahkan kepada Belgia (1922). Rwanda dan Burundi yang terletak
diperbatasan Congo dan Tanganyika mempunyai persamaan dalam ukuran luas daerah,
keadaan penduduk dan keadaan sosial ekonominya. Kedua daerah tersebut semula
merupakan Provinsi Tanganyika. Rwanda berukuran 10.000 mil persegi dan
Burundi 11.000, daerah-daerah Itu amat kecil ukurannya jika
dibandingkan dengan Congo, Aljazair dan Sudan yang masing-masing berukuran
kira-kira 900.000 mil persegi.
Jauh sebelum Rwanda dan Burundi jatuh ke
tangan imperialis Barat, kira-kira empat atau lima abad yang lalu datanglah
suku Batutsi memasuki dua daerah tersebut. Mereka berasal dari sebelah utara
yang diperkirakan dari daerah Galla di Ethiopia. Suku Batutsi yang termasuk suku yang suka berperang itu,
walaupun hanya berjumlah sedikit berhasil dapat mengalahkan suku Bahutu yang
berjumlah besar yang telah mendiami Rwanda dan Burundi terlebih dahulu. Suku Batutsi memegang kekuasaan politik, sedang suku Bahutu termasuk
suku yang dikuasai, hidupnya miskin dan menderita. Ketika imperialisme Barat
pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 sibuk melakukan pembagian atas
benua Afrika, Afrika Tengah Juga tidak luput dari perhatian mereka. Leopold II,
raja Congo Free State melakukan penetrasi kepedalaman. Sejak akhir abad 19,
orang-orang Belgia telah menduduki daerah sekitar Danau Kivu didekat Rwanda.
Akan tetapi ketika timbul sengketa dengan penduduk bumiputra, orang-orang
Belgia memutuskan untuk mengundurkan diri dan dalam waktu singkat mereka
merencanakan untuk merebut kembali daerah tersebut (1898). Pada tahun
berikutnya, ketika orang-orang Belgia datang untuk menduduki kembali daerah
Rwanda, kekuasaan Jerman telah ditanamkan di daerah itu. Terjadilah sengketa
antara orang-orang Jerman dan Belgia akan tetapi kemudian dicapai suatu
persetujuan yang menyatakan bahwa raja Leopold II menerima baik adanya kekuasaan
Jerman dl Rwanda. Pada 1903 Jerman menyerang Burundi. Raja
Burundi yang bernama Muesi Kisabo melakukan perlawanan, akan
tetapi angkatan perang Jerman yang serba modern alat perlengkapannya, dengan
mudah dapat mematahkan kekuatan lawannya. Burundi seperti halnya nasib Rwanda, kehilangan kemerdekaannya. Kedua daerah tersebut
dimasukkan sebagai provinsi di Afrika Timur Jerman. Untuk menghemat
pengeluaran, maka di beberapa daerah yang telah terdapat pemerintahan
tradisional yang telah tersusun rapi, tidak dikenakan sistem pemerintahan yang
langsung ditangani oleh pegawaipegawai Jerman. Di Rwanda dan Burundi, kekuasaan
Mwami (raja) masing-masing bersama suku Batutsi dibiarkan tetap berlangsung,
tetapi dibawah pengawasan seorang residen. Suku Bahutu yang merupakan penduduk
mayoritas di Rwanda 9/10 dan di Burundi 5/6 jumlah seluruh penduduk, dikuasai
oleh pemerintahan aristokratis Batutsi. Suku Bahutu umumnya menjadi budak
ketika perubahan dikoloni Jerman dihapus secara resmi (1907), kedudukan mereka
berubah menjadi serfs. Mereka tidak dapat melawan suku Batutsi, karena
kedudukan suku yang berkuasa itu didukung oleh penjajah.
Ketika
terjadi Perang Dunia I, tentara Belgia di Afrika membantu Sekutu
memerangi Jerman dan berhasil menduduki provinsi-provinsi Rwanda dan Burundi. Menurut perjanjian
Versailles kedua provinsi tersebut dijadikan daerah LBB dan Belgia ditunjuk sebagai mandatarisnya. Akan tetapi oleh sementara
pembesar Belgia keputusan tentang nasib Rwanda dan Burundi tersebut tidak
disambut dengan gembira. Mereka khawatir kalau-kalau daerah yang miskin dengan
penduduk yang amat padat itu hanya akan menambah beban bagi Belgia. Mereka
takut bahwa sumber-sumber kekayaan di Congo dan di Belgia akan dikurangi untuk
menutup kebutuhan dua daerah itu. Namun demikian pemerintah Belgia selalu
berusaha mendatangkan keuntungan material dari daerah yang baru diterima itu.
Seperti apa yang dilakukan di Congo pemerintah bekerja sama dengan
kongsi-kongsi dagang besar dan gereja untuk menguasai koloninya. Gereja
memperoleh izin melaksanakan pendidikan, sedang kongsi-kongsi dagang mendapatkan
konsesi-Konsesi untuk bergerak dalam bidang
ekonomi.
Kota terbesar di Burundi yaitu Umbara, dibangun menjadi pusat perdagangan yang memiliki beberapa
industri: kopi, bahan pakaian, sabun dan semen.
Sekolah-sekolah didirikan secara meluas tetapi mendatar. Yang ada hanyalah
sekolah-sekolah tingkah rendah dan latihan-latihan keterampilan untuk mendidik
anak-anak menjadi buruh kecil. Pemerintahan
dilakukan secara tidak langsung. berarti kekuasaan tradisional dibawah suku
Batutsi tetap
dipertahankan, tetapi
administrasi kerajaan-kerajaan tersebut sejak 1925 dijadikan satu dengan
Congo.
Dengan dibukanya
sekolah-sekolah, makin banyak suku Bahutu yang menjadi pandai danmereka mulai
tidak puas dengan Demerintahan yang dimonopoli oleh suku Batutsi. Mereka menuntut ikut serta dalam pemerintahan. Akibatnya timbul
ketegangan|tetegangan antara dua suku tersebut. Untuk mengatasi kesulitan itu PBB ingin melakukan penelitian tentang sistem pemerintahan yang
dikehendaki
oleh penduduk pada umumnya. Pemerintah Belgia yang bada waktu itu (1949)
mengalami kesulitan dalam bidang politik di Congo ingin menjadikan dua daerah
kecil itu sebagai
tempat percobaan untuk kepentingan perkembangan pemerintahan
konstitusional yang kelak akan diterapkan di Congo. Selain itu pemerintah
Belgia juga lngin menunjukkan kepada dunia luar bahwa pemerintah kolonialnya
bertindak progresif. Maka pada 1949 dilangsungkan pemilihan untuk
anggota-anggota dewan penasehat baik
untuk Kota Usumbara maupun daerah-daerah distrik. Peristiwa ini mendorong timbulnya kebangkitan politik pada penduduk
di Congo.
Hasil pemilihan tetap menguntungkan
penguasa-penguasa tradisional. Di Rwanda ketegangan antara dua
suku tetap berlangsung Di Burundi Mwami Mwambutsa yang naik tahta sejak 1915
berhasi membawa dua suku yang semula bertentangan itu
melakukan kerja sama. Akan tetapi pada pertengahan 1959, ketika raja Rwanda
meninggal, terjadilah perubahan di Rwanda. Pengganti raja, Kigera V, tidak dapat diterima rakyat pada umumnya. Terjadilah pergolakan yang
diikuti dengan pembunuhan terhadap suku Batutsi dan pembakaran kampung-kampung
Batutsi. Banyak suku Batutsi yang mengungsi kenegara tetangga, seperti Uganda.
Rakyat Rwanda menuntut agar Kigera V dipecat. Kemudian pada 1961 dengan diawasi
oleh PBB penduduk Rwanda melangsungkan pemilihan lagi dan suku Bahutu
memperoleh kemenangan. Kigera V melarikan diri keluar negeri dan Kerajaan
Rwanda secara resmi dihapuskan. Sejak peristiwa tersebut. perkembangan sejarah
Rwanda dan Burundi berlainan. Suku Bahutu di Rwanda mulai memegang kekuasaan
sedang Burundi pemerintahan tetap di tangan raja bersama suku Batutsi. Keadaan
ini akan membawa pengaruh besar dalam sejarah Burundi sesudah memperoleh
kemerdekaannya; pertentangan Bahutu dan Batutsi merupakan motif pergolakan yang
selalu muncul sampai permulaan 1972.
Pada
l950-an, banyak negara Afrika memeluk anti-kolonialisme, nasionalisme, kesetaraan, dan kesempatan di bawah
gerakan persatuan Afrika. Kongo, yang saat itu memiliki beberapa hak seperti
memiliki properti dan suara dalam pemilihan, mulai menuntut
kemerdekaan. Ketika orang-orang Kongo mulai menuntut kemerdekaan, Belgia tidak
punya rencana untuk mengatasinya. Penyerahan ke Afrika dilakukan dengan
tergesa-gesa. Dalam waktu tiga puluh hari, pemerintah baru runtuh menyusul
pemberontakan militer. di mana tentara menuntut upah yang lebih baik dan akan
dipimpin (diperintahkan) oleh petugas Kongo bukan petugas Belgia. Belgia ingin
memberikan kemerdekaan selama tentang tiga puluh tahun. tetapi di bawah tekanan
dari PBB. dan untuk menghindari perang yang mematikan. Belgia memutuskan untuk
memberikan kemerdekaan kepada Republik Demokratik Kongo (DRC) pada
30 Juni 1960 .
BAB III
PENUTUP
Dari makalah diatas kita dapat menarik
kesimpulan bahwa, Wilayah kolonisasi belgia ini hanya
mencakup wilayah congo
yang diwariskan dari Raja Leopold II yang luasnya 82 kali luas Belgia. Leopold II, sebagai
Raja yang menguasai Congo memiliki kekuasaan yang absolut. Segala peraturan dan
tindakan raja di Congo Free State pada prinsipnya ditujukan untuk memperoleh
keuntungan materi yang sebanyak-banyaknya bagi kepentingan raja pribadi.
Kebijakan politik kolonialnya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan untuk
mengatasi masalah administrasi yang timbul dengan tiba-tiba atau didasarkan
atas kepentingan-kepentingan ekonomi. Sesudah Congo beralih ke tangan
pemerintah Belgia koloni tersebut dikenal dengan nama Congo Belgia, maka timbul
pikiran-pikiran pada pemerintah Belgia untuk membentuk imperium Belgia. Supaya
tidak terulang lagi peristiwa skandal Congo, maka pemerintah akan mengadakan
perbaikan-perbaikan dalam melaksanakan politik kolonialnya.
DAFTAR PUSTAKA
Soeratman, Darsiti. 2012. Sejarah Afrika. Yogyakarta: Ombak.
Mufadah, Laila. Kolonialisasi
Belgia di Afrika (1885-1960). Dikutip 23 maret 2019 dari Academia. https://www.academia.edu/11995154/Kolonisasi_Belgia_di_Afrika_1885-1960_
Comments
Post a Comment