Skip to main content

ASIA BARAT MASA KERAJAAN NABASIA SAMPAI KERAJAAN KINDAH


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
            Pada umumnya negara-negara yang terletak di asia barat memiliki sejarah dan latar belakang sebagai bangsa arab, kemudian Peradaban yang ada di asia barat tergolong tinggi dengan munculnya kerajaan-kerajaan di sekitar sungai eufrat dan tigris. Kerajaan-kerajaan kecil tumbuh di sekitar semenanjung arab setelah kejayaan persia dan menjalin hubungan dengan raja-raja lokal yang berkuasa. Sertiap kerajaan mengusung kebudayaan yang berbeda. Ada yang pernah menjadi benteng pertahanan romawi dan menjadi negara bawahan kepercayaan untuk menangkis serangan dari persia. Masa kejayaan kerajaan-kerajaan kecil ini dapat diraih saat perhitungan tahun masehi yang digunakan.
            Disamping kerajaan arab selatan pada masa pra islam terdapat beberapa kerajaan kecil di semenanjung arab bagian utara dan tengah. Kerajaan-kerajaan di arab utara ini seperti hal nya kerajaan-kerajaan di arab selatan, secara umum mendapatkan kekuatan mereka berkat perdagangan dan sama sekali bukan karena kekuatan militer, baik saat berdirinya maupun pada masa perkembangannya. Maka pada makalah ini akan penulis sampaikan tentang rincian materi kerajaan-kerajaan kecil di asia barat tersebut.






1.2.   Rumusan Masalah
1.Bagaimana kebudayaan dan corak hidup  pada masa Kerajaan Nabasia ?
2.Bagaimana kebudayaan dan corak hidup pada masa Kerajaan Palmyra ?
3. Bagaimana kebudayaan dan corak hidup pada masa Kerajaan Gassan ?
4.Bagaimana kebudayaan dan corak hidup pada masa Kerajaan Lakhmi?
5.Bagaimana kebudayaan dan corak hidup pada masa Kerajaan Kindah?

1.3.   Tujuan
1.      Dapat mengetahui tentang kebudayaan dan corak hidup pada masa kerajaan Nabasia
2.      Dapat mengetahui tentang kebudayaan dan corak hidup pada masa kerajaan Palmyra
3.      Dapat mengetahui tentang kebudayaan dan corak hidup pada masa kerajaan Gassan
4.      Dapat mengetahui tentang kebudayaan dan corak hidup pada masa kerajaan Lakhmi
5.      Dapat mengetahui tentang kebudayaan dan corak hidup pada masa kerajaan Kindah










BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Bangsa Nabasia
Catatan rinci pertama tentang sejarah awal orang-orang Nabasia berasal dari tulisan Diodorus Siculus (57 SM). Sekitar 312 SM  mereka cukup kuat untuk menangkis duakali serbuan pasukan Antigonus, Raja Surya yang menjadi penerus Alexander dan kembali dengan penuh kemenangan ke “tebing karang” itu (Diodorus,Buku XIX:94-97). Merka kemudian berada dalam pengaruh Ptolemius. Belakangan mereka menjadi sekutu Romawi dan secara nominal ikut serta dalam invasi terkenal ke Arab tahun 24 SM dibawah pimpinan Gallus. Pada masa pemerintahan Haritsats (al-Harits, Aretas III, sekitar 62-87 SM), orang-orang Nabasia untuk pertama kalinya menjalin hubugan erat dengan Romawi. Pada saai itulah mata uang kerajaan pertama kali dicetak. Pada 47 SM Julius Caesar meminta Maliki (Malik, Malchus I) agar menyediakan pasukan Kavaleri untuk mengahadapi pertempuran di Iskandariyah. Penerusnya Obidats (Ubaidah, Obodas III sekitar 28-29 SM), menjadi penguasa ketika terjasi ekspedisi Romawi ke Arab. Orang-orang Arab Petra yang beribukota di Petra mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Haritsats IV (sekitar 9 SM hingga 40 M).
Setelah Diodorus, Yosephus ( 95 M ) adalah sumber pertama informasi tentang orang-orang Nabasia tetapi Yosephus tertarik untuk membahas mereka hanya ketika mereka bertentangan dengan orang-orang Ibrani. Baginya, Arab adalah kerajaan Nabasia yang membentang ke arah timur hingga Eufrat. Malchus atau malichus ( dalam bahsa arab, Malik) yang disebut oleh Yosephus (Antiquities, Buku XIV: bab 14:1 ; The Jewish War, Buku I :bab 14 :1) sebagai “raja arab” yang menjadi sahabat Herod dan ayahnya , Malchus lainyya (Malchus II, 40-70 M) yang sekitar 67 M mengirimkan  1000 ekor kuda dan 5000 pasukan untuk membantu Titus menyerang Yerussalem, adalah orang-orang Nabasia. Dalam Makkabee 5:25;5:8, orang-orang Nabasia disamakan dengan orang-orang arab. Orang-orang Badui dari suku Huwaythat modern dianggap sebagai keturunan bangsa Nabasia. Sisa-sisa penaklukan Yunani di Asia Barat di bawah pimpinan Alexander The Great dari kerajaan Makedonia masih dirasakan oleh bangsa Nabasia. Mereka juga terlibat perang berkali-klai dengan penerus Alexander hingga mampu bertahan dan mendirikan pemerintahan sendiri. Tulisan dari Diodorus Siculus memerikan keterangan bahwa Ptolemius seorang pengikut setia Alexander telah menaklukkan Mesir. Ia mendirikan dinasti besar dan meneruskan pemerintahan Firaun. Pengaruh Ptolemius dirasakan oleh orang-orang Nabasia.
Sumber-sumber sejarah menyebutkan pada paruh pertama abad ke-6 SM,  bahwa orang-orang Nabasia merupakan suku nomad dari daerah yang saat ini disebut Transyordan penghuni kawasan Edomit (dari kata Idumaeans, keturunan Esau),  dan ekstansi bangsa Nabasia kelihatan setelah keberhasialan penduduknya atas kekuasaan yang di dapat di kota metropolis petra. Petra diketahui sebagai kota kuno berupa kuburan besar yang terpahat pada batu cadas di dataran tandus setinggi tiga ribu kaki. Pada petra ini banyak orang memuji keindahan tempat ini, karena lapisan bebatuan di petra memancarkan berbagi macam warna menyerupai pelangi. Orang-orang Nabasia, setelah menguasai kota metropolis Petra, segera menguasai wilayah-wilayah sekitarnya. Selama periode empat ratus tahun, yang dimulai dari penghujung abad ke-4 SM, Petra menjadi kota kunci dalam rute perjalanan kafilah antara Saba dan Mediterania.
Pusat pemerintahan bangsa Nabasia di Petra tidak meredup setelah bangsa Romawi menencapkan kekuasaannya. Petra justru berkembang menjadi kota besar yang besar dan membawa Nabasia ke masa puncak kejayaan dan kemakmuran. Padahal, Petra berfungsi sebagai tameng untuk menghadapi Persia yang berselisih dengan Romawi. Pertahanan kota begitu kuat. Ketiga sisi berpagar batu cadas. Musuh terlalu payah untuk menjebol tembok yang mengelilingi kota, apalagi batu cadas yang berfungsi sebagaipelindung juga diberi nuansa seni yang indah. Terdapat berbagai patahan indah bisa dinikmati siapa saja yang memandang benteng kota Petra.
Sebagai salah satu daerah yang ada di kawasan Asia Barat, Petra memiliki keunikan dan kelebihan. Meski berada di sekitar padang gurun yang luas dan tandus, sumber air di Petra selalu melimpah. Air sebagai sumber utama kehidupan menyokong kebutuhan manusia yang kompleks. Ketika permintaan air untuk rumah tangga, pengairan daerah-daerah pertanian, dan lain sebagainya tidak menghadapi kendala yang serius, maka tidak mengherankan jika daerah ini lebih subur dibaandingkan daerah tandus yang selalu kekurangan air dan mengandalkan turunnya hujan.
Petra memiliki tempat ibadah sejenis Kakbah dilengkapi dengan Dusyara (Dusares), batu hitam berbentuk persegi panjang yang disembah dan diletakkan di bagian depan kuil, alat yang disebut sebagai Aphrodite Uranisa oleh Herodotus (buku III, bab 8). Ia adalah penjelmaan tuhan perempuan paling utama. Dusyara kelak diasosiasikan dengan tanaman anggur yang diperkenalkan ke negeri Nabasia pada masa Helenistik dan dipuja sebagai tuhan anggur, suatu tradisi yang diambil dari bangsa Dionysus-Bacchus (Hitti, 2008: 91).
Masyarakat Nabasia menggunakan bahasa Aramaik yang mereka gunakan sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan perdagangan. Lama-lama tulisan Kursiv yang berasal dari bahasa Aramaik berkembang menjadi tulisan Arab utara, yaitu tulisan bahasa Arab Alquran dan bahasa Arab yang dikenal hari ini. Lebih khusus lagi tulisan itu berkembang menjadi bentuk tulisan Naskh yang bulat-bulat, berbeda dengan Kufi (diambil dari kata Kufah, yang kubis dan kaku). Gaya tulisan Kufi secara khusus pernah menjadi model penulisan Alquran, dokumen resmi, monument, serta tulisan pada mata uang terdahulu (Hitti, 2008: 86-87).
Meskipun bahasa arab menjadi bahasa percakapan mereka sehari-hari, namun orang-orang Nabasia menggunakan huruf Aramaik yang dipakai oleh tetangga-tetangga di sebelah utara. Bahasa Aramaik mereka gunakan sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan perdagagangan. Pada abad ke-3 M, tulisan kursif orang-orang Nabasia, yang berasal dari bahasa Aramaik, berkembang menjadi tulisan Arab utara, yaitu tulisan bahasa arab Al-Qur‟an dan bahasa Arab yang dikenal hari ini.
Kota Petra mencapai puncak kekayaan dan kemakmurannya pada abad pertama masehi ketika menjadi negara protektorat Romawi, yang memperlakukannya sebagai tameng untuk menghadapi Persia. Ketiga sisi kota, yaitu sisi timur, barat dan selatan, dijaga dengan sangat ketat. Di ketiga sisinya kota itu dipagari oleh dinding batu cadas berpahat indah. Tebing yang tinggi, curam dan hamper tidak dapat ditembus mengelilingi kota dan menyisakan sedikit lorong yang sempit dan berliku. Petra merupakan satu-satunya kota yang terletak antara Yordania dan Arab Tengah yang memiliki sumber air yang tidak hanya berlimpah, namun juga sangat murni. Disinilah perjalanan kafilah orang-orang Arab selatan kea rah utara memperoleh tempat peristirahatan yang sejuk untuk unta dan pengendaranya. Jadi, orang-orang Nabasia merupakan penghubung penting dalam mata rantai perdagangan yang membuat makmur kawasan Arab Selatan. Reruntuhan Petra yang menakjubkan itu masih menarik banyak turis dan merupakan sumber pendapatan penting bagi negara Yordania.
Pada masa dakwah Isa, wilayah kerajaan Nabasia membentang ke utara hingga Damaskus (Korintus, 11:32). Pada awal abad satu Masehi, wilayah al-Hijr di sebelah utara Hijaj bisa dipastikan termasuk dalam wilayah kerajaan nabasia. Dikatehui bahwa raja pertama kerajaan Nabasia adalah Haritsats I (169 SM) dan raja yang terakhir adalah Rabbil II (70-106 M). Pada masa Raja Traya tahun 105 M, otonomi kerajaan ini berakhir, dan pada tahun berikutnya daerah mereka menjadi salah satu provinsi Romawi.
Sepanjang dua abad pertama masehi, ketika jalur laut ke India semakin dikenal oleh para pelaut Romawi, ketika rute kafilah dari tmur ke barat secara bertahap bergeser semakin ke utara dan berpusat di Palmyra, serta ketika perdagangan dari utara ke selatan bergerak lebih ke timur mengikuti rute perjalanan ibadah haji dan jalur kereta api di Hijaz saat ini, Petra kehilangan posisi pentingnya dan pamor kerajaan Nabasia mulai menurun. Setelah peran kota itu menurun drastic pada 105 masehi karena keserakahan penguasa dan serangan mendadak bangsa orang-orang Trayan, Petra Arabia dimasukkan (106) kedalam kekuasaan Romawi dengan nama Provisi Arabia dan sejak saat itu sejarah Petra terhenti selama berabad-abad (situs orang-oranf Nabasia yang telah diidentifikasi belakangan ini, ‘RM,25 mil sebelah timur al-‘Aqobah, adalah kota Iran yang disebutkan dalam Alquran, Q.S. 89: 6).

2.2. Kerajaan Palmyra
Berbagai kondisi baru yang tercipta di Asia barat setelah penaklukkan bangsa Persia atas Mesopotamia, dan penemuan rute pelayaran baru yang mulai digunakan dalam skala besar sejak abad Masehi memberikan keuntungan pada sebuah kota yang terletak di Oasis, tepatnya di tengah-tengah gurun Pasir Suriah, dan yang ketenarannya sejak saat itu dikenal di seluruh dunia. Kota itu adalah Palmyra (bahasa Tadmur). Terletak di antara dua kerajaan yang selalu bersaing, yaitu Persia dan Romawi, Keamanan Palmyra bergantung pada upaya untuk mempertahankan keseimbangan antara dua kekuatan itu dan tetap bersifat netral (Pliny, buku V bab 21). Posisi geografis Palmyra, dengan cadangan sumber air segar bermineral, memungkinkan terjadinya perjumpaan bukan saja untuk perdagangan antara barat dan timur, tetapi juga perdagangan dari selatan ke utara, yang dimulai di Arab Selatan. “Pemimpin kafilah” dan “kepala pasar” muncul dalam berbagai tulisan sebagai kelompok elit masyarakat (cooke, halaman 274,279..).
Palmyra bisa dipastikan merupakan pemukiman yang sangat kuno, karena ia dikutip denga sebutan Tadmar dari Amurru (Luckenbill, jilid 1 halan 287, 308) dalam tulisan Tiglath Pileser I (sekitar 1100 SM). Kapan tepatnya Arab menguasai tradisi lokal Palmyra belum diketahui. Rujukan pertama dan otentik tentang kota itu menyebutkan bahwa 42-41 SM. Kota ini masuk ke dalam wilayah kekuasaan Romawi pada masa awal kerajaan itu, karena ditemukan berbagai dekrit yang berhubungan dengan kewajiban pajak yang dikeluarkan pada 17 M. Septimius Severus (193-211 M) menjadikan Palmyra dan kota-kotanya sebagai kota-kota provinsi kerajaan Romawi. Pada awal abad ke-3, Palmyra memperoleh status sebagai koloni. Orang-orang Romawi mengakui pentingnya kota itu dari sisi militer, karena jalan dari Damaskus ke Eufrat mesti melewati kota itu.
Palmyra mencapai puncak kejayaannya anatara 130-270 M. Pada masa inilah dibangun banyak monumen yang diantaranya bertahan hingga kini. Aktivitas perdagangan internasionalnya mencapai bagian timur hingga Cina, dan sebagai sebuah kota yang dabangun dari perdagangan, Palmyra menjadi pewaris sejati Petra.
Peradaban Palmyra merupakan perpaduan menarik antara unsur-unsur budaya Yunani, Suriah, dan Persia. Ia bukan saja penting pada dirinya sendiri, tetapi juga memberikan gambaran tentang ketinggian budaya yang bisa dicapai oleh orang-orang Arab gurun. Orang-orang Palmyra merupakan keturunan asli Arab, karena terlihat jelas dari nama-nama mereka dan seringnya bahasa Arab digunakan dalam tulisan-tulisan mereka. Bahasa yang mereka gunakan adalah dialek Aramaik Barat yang mirip dengan Aramaik Nabasia dan Mesir. Agama mereka terkait dengan benda-benda langit yang menjadi ciri agama utara. Bel, yang berasal dari Babylonia, tegak berdiri di depan kuil mereka.
Keistimewaan Palmyra adalah munculnya tokoh penting yang terkenal yaitu Odainath dan Zanubia. Prestasi yang mampu diraih oleh dua  tokoh tersebut adalah menangkap Raja Valeria dan menaklukkan sejumlah besar daerah Suriah. Panglima Palmyra bersekutu dengan pasukan Romawi dalam pertempuran panjang dengan orang-orang Sasaniyah sehingga diangkat sebgai dux Orientis atau wakil raja kawasan timur (Hitti, 2008: 93).
Palmyra memiliki seorang tokoh perempuan yang luar biasa yaitu Zanubia (bahasa Aramaik: Bath-Zabbay, bahasa Arab: Al-Zaba, dan Zainab) adalah istri dari Odainath yang menjadi penerusnya yang hebat. Dengan memerintah atas nama anak laki-lakinya yang masih kecil Wahab-Allath (Karunia Al-lat, tuhan Athena) ia mengklaim dirinya sebagai ratu timur dan untuk beberapa saat melawan kekuasaan Romawi. Dengan semangat maskulin ia memperluas batas kerajaannya hingga meliputi Mesir dan sebagian besar wilayah Asia kecil. Dari sanalah, pasukan Romawi terdesak hingga ke Ankara (Ancyra). Bahkan di Kalkedon yang berseberangan dengan Bizantium, ia melakukan ekspedisi militer untuk membangun kekuasaannya. Keinginannya untuk melakukan ekspansi dapat terwujud akibat ambisinya yang kuat disertai kerja keras di medan perang yang dibantu oleh kedua orang jenderak kepercayaannya yaitu Zabbay dan Zabda. Tercatat dalam sejarah bahwa dia mampu melawan kekuasaan Romawi, Kalkedon, dan sebagian wilayah Asia kecil.
Setelah lama tenggelam, kekuatan Aurelius akhirnya bangkit kembali. Dalam sebuah pertempuran di Antiokoa yang diikuti kemudian oleh pertempuran lain di dekat Himsh, ia berhasil mengalahkan Zabda dan berhasil memasuki Palmyra. Ratu Arab yang ambisius itu dengan putus asa melarikan diri ke gurun pasir, tetapi akhirnya tertangkap dan diikat dengan rantai emas di depan kereta kuda untuk menghiasi arak-arakan Aureluis menuju pintu gerbang Romawi. Dalam perjalanannya menuju ibukota, Aurelius mendapat kabar adanya pemberontakan di Palmyra, sehingga ia segera memacu kudanya kembali ke kota itu, menghancurkan bangunan-bangunannya, lalu membubarkan seluruh tatanan pemerintahannya. Kota itu ditinggal dalam kondisi hancur, seperti yang bisa kita saksikan sekarang. Itulah akhir kejayaan Palmyra.
Dengan jatuhnya kerajaan Palmyra yang berusia singkat, lalu lintas darat mencari dan akhirnya menemukan rute baru. Bushra (Bostra) di Hauren da kota-kota Gassan lainnya menjadi pewaris Palmyra seperti halnya ia pernah menjadi pewaris Petra.
3. Kerajaan Gassan
Orang-orang Gassan mengklaim sebagai keturunan suku Arab Selatan kuno, yang sebelumnya dipimpin oleh Amr Muzayqiya ibn Amir Ma al-Sama, yang diceritakan melarikan diri dai Yaman ke Hauran (Luckenbill,jild 1 :672, 821), dan al-Balqa menjelang akhir abad ketiga Masehi saat bendungan Ma‟rib jebol. Jafna, anak laki-laki ‘Amr dipandang sebagai pendiri Dinasti tersebut, yang selama berdirinya, menurut Abu Al-Fida ( Ta’rikh, konstantinopel, 1286, Jilid 1 : 76-77) telah diperintah oleh 31 orang raja, menurut Hamzah Al-Ishfahani (Op.cit, Hal 115-122), 32 orang Raja, sedangkan Al-Mas’udi (Muruj, jilid III Hal 217-221) dan Ibn Qutaybah (Al-Ma’arif, F.Wustenfeld, ed.Gottingen, 1850, Hal 314-315) menyebutkan hanya 11 Raja. Angka-angka tersebut memperlihatkan bahwa para penutur sejarah Arab masih diliputi kesamaran tentang sejarah keturunan jafna.
 Kerajaan Gassan adalah Penganut agama Kristen. Pengaruh Kristen didapatkan setelah mereka berhadapan dengan orang-orang Bezantium. Suku dari Yaman ini menggantikan keturunan Salih, orang Arab pertama yang mendirikan kerajaan Suriah. Mereka memantapkan keberadaan kerajaan di sebelah tenggara Damaskus, ujung utara rute perjalanan utama yang menghubungkan Ma‟rib dengan Damaskus.
Sedikit demi sedikit, seiring berlalunya waktu, Banu Gassan menganut kristen dan menjadi bangsa Suriah. Pengaruh Kristen didapatkan setelah mereka berhadapan dengan orang-orang Bezantium.  Mereka juga mengadopsi bahasa Aramaik yang merupakan bahasa bangsa Suriah tanpa meninggalkan bahasa Arab yang menjadi bahasa asli mereka. Sekitar akhir abad kelima, mereka menjadi bagian dari kekuasaan politik Bizantium, dan digunakan sebagai tameng untuk membendung serangan orang-orang Badui.. Pada mulanya, ibu kota mereka berupa perkemahan yang bisa berpindah-pindah, kemudian mereka menjadikan Al-Jabiyah di Jawlan (Gaulanitis) sebagai ibu kota tetap mereka, meski kadang-kadang pindah ke Jiliq (Leone Caetani, Annali dell Islam, Milan 1910, Jilid III Hal 928).  
Tingkat budaya yang dicapai oleh orang-orang Gassan, tidak diragukan lagi lebih tinggi karena pengaruh dari Bizantium. Di masa pemerintahannya, dan selama masa kekuasaan Romawi, muncul sebuah peradaban baru di sepanjang perbatasan timur Suriah yang merupakan perpaduan antara unsur Arab, Suriah, dan Yunani. Rumah-rumah dari batu vulkanik, monumen kemenangan, tempat pemandian umum, tempat penampungan air, teater, dan gereja berdiri di tempat-tempat yang kini tinggal reruntuhan yang gersang (Hitti, 2008:99). Pada awalnya di atas dataran tinggi sebelah timur dan selatan Hauran berdiri sekitar tiga ratus kota dan desa, dan saat ini hanya beberapa diantaranya yang masih bertahan.
Kerajaaan Gassan mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-6 M. pada abad ini Al-Harits II, Ibn Jabalah dari Gassan (sekitar 529-569 M) dan Al-Mundzir III, Ibn Ma’Al-sama’dari Hirah (Alamundarus, w.554 M) mendominasi sejarah Arab. Al-Harits dijuluki sebagai Al-A’raj, si Cacat, oleh para penutur sejarah arab, adalah nama pertama yang otentik dan sejauh ini dianggap sebagai nama paling kondang dalam catatan sejarah Jafna. Sebagai hadiah atas keberhasilannya mengalahkan musuh dari kerajaan Lakhmi, Al-Mundzir III dilantik oleh raja Bizantium Justine sebagai penguasa atas seluruh suku Arab di Suriah, dan menganggkatnya sebagai patrik dan raja kecil (Jabatan tertinggi setelah raja) atau dalam bahasa arab disebut Malik.
Pada 563 M Al-Harits melakukan kunjungan ke istana Justine I diKonstantinopel (Theopanes, Chronograpia, C.de Boor,ed.Leipzig 1883 Hal 240). Ketika berada di Konstantinopel, ia membuat kesepakatan rahasia dengsn Uskup Monofisit, Jacob Baradaeous (Ya’qub Al-Barda’i) dari Edessa. Jacob sangat bersemangat menyebarkan keyakinannya sehingga gereja Monofisit Suriah dikenal dengan nama Gereja Yaqobus. Kekuasaan Al-Harits kemudian dilanjutkan oleh anak laki-lakinya yang bernama Al-Mundzir yang juga disebut Alamundarus oleh para penutur sejarah dari Bizantium. Kemudian diteruskan oleh anak laki-lakinya bernama Al-Nu’man.
Setelah kekuasaan Al-Mundzir dan Al-Nu’man, kerusuhan menebak di Negeri Gassan. Berbagai suku digurun suriah mengangkat Pemimpinnya Masing-masing. Jatuhnya Yerussalem dan Damaskus (613-614) ketangan Khusraw Parwiz dari Sasaniah merupakan pukulan terakhir yang mematikan Dinasti Jafna. Para penutur sejarah arab menyebut Jabalah Ibn Al-Ayham sebagai raja terakhir Dinasti Gassan. Seorang penyair dari Madinah, Hasan Ibn Tsabit mengklaim sebagai kerabat dinasti Gassan pada masa mudanya sebelum menjadi penyair, pernah mengunjungi Istana mereka dan merekam pengalamannya itu dalam antologinya (Diwan). Dalam sebuah bait puisinya (Abu Al-Faraj Al Ishbahani, Al-aghani, Bulaq 1284-1285 Jilid XVI Hal 15), ia memaparkan kegemilangan dan kemegahan istana Jabalah yang Semarak Oleh para Penyanyi dan Musisi dari Mekkah, Babilonia dan Yunani, laki-laki dan perempuan, serta sajian anggur (diantara keluarga-keluarga Kristen yang kini menetap di libanon selatan terdapat beberapa keluarga yang berasal dari keturunan Gassan).

4. Kerajaan Lakhmi
Sekitar awal abad ketiga Masehi, sejumlah suku pengembara, yang menyebut dirinya sebagai Tanukh dan mengaku keturunan Yaman, menetap di kawasan subur sebelah barat sungai Eufrat. Kadatangan mereka diperkirakan bersamaan dengan kekacauan yang menyebabkan jatuhnya kerajaan Persia Arsasia, dan berdirinya Dinasti Sasaniyah (226 M).
Pada awalnya, suku Tanukh tinggal di kemah-kemah. Kemudian, kemah-kemah tersebut berkembang menjadi pemukiman Hirah (berasal dari bahasa Suriah, yaitu herta, perkemahan), yang berada sekitar tiga mil sebelah selatan Kufah, tidak jauh dari Babilonia kuno. Kota Hirah ini kemudian berkembang menjadi Ibukota Arab Persia.
Pendiri kerajaan Lakhmi adalah Amr ibn Adi ibn Nashr ibn Rabi‟ah ibn Lakhm. Amr menetapkan kedudukannya di Hirah, yang ia jadikan sebagai ibu kota pemerintahannya. Dengan berdirinya Dinasti Nashir atau Lakhmi pada paruh kedua abad ketiga Masehi, maka dapat dilacak keberadaan negeri ini. Diceritakan ada sekitar 20 nama raja yang pernah berkuasa di negeri ini. Namun raja yang pertama kali diketahui dengan jelas adalah Imru’ Al Qays I (328 M), yang tulisan pada batu nisannya merupakan tulisan proto Arab Tertua yang berhasil ditemukan. Tulisan itu merupakan variasi dari huru orang-orang Nabbasiyah dan memperlihatkan banyak tanda peralihan menuju tulisan Arab Utara yang belkangan, terutama dari sisi penggabungan huruf-huruf (Dussaud, Les Arabes en Syrie hal. 34-35).
Keterkaitan bangsa ini dengan bangsa Romawi, memungkinkan masuknya berbagai pengaruh kebudayaan Romawi ke Hirah, termasuk agama Kristen yang kemudian dianut oleh anggota keluarga kerajaan ini. Dikatakan, bahwa terdapat banyak orang Kristen di antara penduduk yang menganut ajaran Suriah Timur ditunjukkan dengan banyaknya rujukan terhadap pendeta dari Hirah yang salah satu di anatranya hidup pada 410 M. penduduk aslinya beragama Kristen yang berafiliasi pada gereja Suriah Timur dan disebut oleh para penulis Arab sebagai Ibad, atau para penyembah Isa (Al Thabari, jilid I hal.770). beberapa suku Tanukh akhirnya menjadi Kristen dan menetap di Suriah Utara. Orang-orang Tanukh yang kemudian menetap di Lebanon Selatan dan menganut agama Druis merupakan keturunan raja-raja Lakhmi di Hirah (Hitti, the origins of the Druze people and religion, New York 1928, dicetak ulang pada 1966 hal.21).
Paradaban Arab di Hirah, yang berhadapan dengan Persia, tidak mencapai tingkat peradaban setinggi peradaban Arab di Petra, Palmyra, dan Gassan yang berada di bawah pengaruh Suriah-Bizantium. Orang-orang Hirah sehari-harinya berbicara dalam bahasa Arab, tetapi menggunakan tulisan Suriah, seperti halnya orang-orang Nabasia dan Palmyra yang berbicara bahasa Arab dan menulis dengan huruf Aramaik. Orang-orang Kristen di dataran rendah Eufrat berperan sebagai guru yang mengajarkan membaca, menulis, dan beragama kepada orang-orang Arab pagan. Dari Hirah, pengaruh ini menyebar ke Semenanjung Arab. Ada yang berpendapat, bahwa greja Suriah di Hirah itulah yang memperkenalkan agama Kristen ke Najran.
Pada paruh pertama abad ke 6 M Hirah diperintah oleh Al Mundzir III (sekitar 505-554 M) yang disebut oleh orang-orang Arab sebagai Ibn Ma’ alsama’ (Air langit). Masa pemerintahannya adalah yang paling terkenal dalam catatan sejarah kerajaan Lakhmi. Ia merupaka duri bagi Suriah-Romawi. Ia banyak melakukan serangan hingga ke Antiokia sebelum akhirnya berhadapan dengan lawan yang lebih kuat yaitu Al Harits dari kerajaan Gassan (Procopius, buku I Bab 17 hal. 45-48; malalas, hal.434-435, 445,460).
Raja terakhir dinasti Lakhmi adalah Al Nu’man III, Abu Qabus (kurang lebih 580-602 M), putra Al Mundzir III. Ia adalah penyokong seorang penyair terkenal Al Nabighah al-Dzubyani sebelum diasingkan ke Hirah. Setelah dibesarkan disebuah rumah Kristen, Al Nu’man menjadi penganut Kristen. Ia adalah pemeluk Kristen pertama dan satu satunya yang menjadi raja Lakhmi. Al Nu’man III di baptis menjadi anggota ordo Suriah Timur (Gereja Nestor) sebuah ordo yang cukup bisa diterima oleh Persia. Setelah Al Nu’man, Iyas Ibn Qabishah dari Thayyi berkuasa (602-611), tetapi ia didampingi oleh seorang Persia yang mengendalikan pemeerintahan. Tanpa diduga sebelumnya, raja-raja Persia secara ceroboh menghapus sistem kerajaan prektorat Arab dan mengangkat seorang Gubernur Persia yang menjadi atasan para pemimpin Arab. Seperti itulah kondisinya hingga 633 ketika Khalid Ibn Al walid yang memimpin pasukan islam menaklukkan Hirah (saat ini, di Wilayah Hirah terdapat beberapa gundukan tanah).
5. Kerajaan Kindah
Bangsa Kindah tinggal di kawasan sebelah barat Hadramaut. Hujr merupakan pendirinya dan mendapat julukan Akil al-Murar, menurut sebuah riwayat adalah saudara tiri Hassan Ibn Tubba’ dari Himyar dan diangkat olehnya pada 480 M sebagai penguasa suku-suku tertentu yang telah ditaklukkan oleh Tubba’ di Arab bagian Tengah (Ishfahlani, hal.140 Ibn Qutaybah hal. 308; Gunnar olinder, the Kings of Kinda, Lund 1927 hal. 38-39). Hujr kemudian digantikan oleh anaknya ‘Amr. Selanjutnya ‘Amr, Al Harits, raja Kindah yang paling bemgis menjadi raja yang setelah meninggalnya raja Persia, Qubadz, segera mengangkat dirinya sebagai penguasa Hirah, yang kemudian jatuh ketangan Al Mundzir II dari kerajaan Lakhmi. Al Mundzir menghukum mati Al Haritz pada 529 M beserta sekitar 50 anggota keluarga kerajaan, yang meupakan pukulan mematikan terhadap kekuasaan Kindah. Berita tentang Kindah diwarnai dengan perebutan tahta oleh anak raja yag haus akan kekuasaaan. Pergolakan d dalam tersebut memicu adanya penurunan kepemimpinan hingga akhirnya berujung pada mundurnya kerajaan.
Meskipun berasal dari Arab Selatan dan menjelang masa kelahiran islam mendiami kawasan sebelah barat Hadramaut bangsa Kindah yang kuat itu tidak disebutkan dalam berbagai tulisan-tulisan Arab paling Selatan. Mereka disebutkan pertama kali dalam sejarah pada abad ke 4 M. 
Ketika kerajaan gassan menjadi sekutu Bizantium dan kerajaan Lakhmi menjadi sekutu Persia, raja-raja Kindah di Arab tengah menjalin hubungan dengan raja Tubba terakhir di Yaman. Di kawasan semenanjung, mereka adalah satu-satunya penguasa yang menerima gelar malik (raja), gelar yang biasanya ditujukan oleh bangsa Arab pada para penguasa Asing. Wangsa Kindah ini berasal dari Arab Selatan, dan menjelang masa kelahiran Islam, mendiami kawasan sebelah barat Hadramaut. Sengketa diantara anak-anak Al Harits yang masing-masing menjadi pemimpin suku mengakibatkan pecahnya konfederasi dan jatuhnya kerajaan itu. Sisa-sisa kerajaan Kindah terpaksa mundur ke pemukiman mereka yang semula, yaitu Hadramaut. Peristiwa itu menandai berakhirnya salah satu kerajaan pesaing Hirah dalam perebutan Supremasi antara 3 kerajaan dikawasan Arab Utara, pesaing lainnya dalah kerajaan Gassan.
Penyair terkenal,Imru’ Al Qayis, salah satu penyair emas adalah keturunan kerajaan Kindah, yang berkali-kali gagal untuk memperoleh kembali warisannya. Puisi-puisinya bernada pedas dan memeancarakan nuansa peralawanan pada kerajaan Lakhmi. Dalam rangka mencari bantuan, ia pergi hingga ke Konstantinopel, berharap memperoleh simpati Justine, musuh Hirah. Dalam perjalanan pulang, demikian menurut riwayat, ia diracun (sekitar 540 M ) di Ankara oleh seorang utusan kaisar (Al-Ya’qubi, Tarikh, M.Th.Houtsma, Leiden 1883. Jilid I hal. 251; Olinder hal. 117-118).
Pada awal Islam, sejumlah orang Kindah memiliki peran penting. Salah seoarang yang paling penting di antara mereka adalah al-Asyats ibn Qays, seorang pemimpin suku Hadramaut yang kondang pada masa penaklukkan Suriah dan Irak. Berkat jasa-jasanya, dia diangkat sebagai gubernur di salah satu propinsi Persia. Demikian pula, keturunan al-Asyats menduduki jabatan penting pada pemerintahan Dinasti Umayyah di Suriah.
Kemunculan Kindah memang dianggap menarik, karena tidak hanya sejarahnya sendiri, tetapi juga menggambarkan upaya pertama orang-orang Arab untuk menyatukan sejumlah suku ke dalam sebuah kepemimpinan tunggal yang terpusat. Dengan demikian, pengalaman itu menjadi contoh bagi Hijaz dan Muhammad (Hitti,2008:107).






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sumber-sumber sejarah menyebutkan pada paruh pertama abad ke-6 SM,  bahwa orang-orang Nabasia merupakan suku nomad dari daerah yang saat ini disebut Transyordan penghuni kawasan Edomit (dari kata Idumaeans, keturunan Esau),  dan ekstansi bangsa Nabasia kelihatan setelah keberhasialan penduduknya atas kekuasaan yang di dapat di kota metropolis petra. Orang-orang Arab Petra yang beribukota di Petra mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Haritsats IV (sekitar 9 SM hingga 40 M). Kota Petra mencapai puncak kekayaan dan kemakmurannya pada abad pertama masehi ketika menjadi negara protektorat Romawi. Masyarakat Nabasia menggunakan bahasa Aramaik yang mereka gunakan sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan perdagangan.
Palmyra bisa dipastikan merupakan pemukiman yang sangat kuno, karena ia dikutip denga sebutan Tadmar dari Amurru (Luckenbill, jilid 1 halan 287, 308) dalam tulisan Tiglath Pileser I (sekitar 1100 SM). Palmyra mencapai puncak kejayaannya anatara 130-270 M. Pada masa inilah dibangun banyak monumen yang diantaranya bertahan hingga kini. Peradaban Palmyra merupakan perpaduan menarik antara unsur-unsur budaya Yunani, Suriah, dan Persia. Keistimewaan Palmyra adalah munculnya tokoh penting yang terkenal yaitu Odainath dan Zanubia.
Orang-orang Gassan mengklaim sebagai keturunan suku Arab Selatan kuno, yang sebelumnya dipimpin oleh Amr Muzayqiya ibn Amir Ma al-Sama, yang diceritakan melarikan diri dai Yaman ke Hauran (Luckenbill,jild 1 :672, 821), dan al-Balqa menjelang akhir abad ketiga Masehi saat bendungan Ma‟rib jebol. Kerajaan Gassan adalah Penganut agama Kristen. Pengaruh Kristen didapatkan setelah mereka berhadapan dengan orang-orang Bezantium.  Mereka juga mengadopsi bahasa Aramaik yang merupakan bahasa bangsa Suriah tanpa meninggalkan bahasa Arab yang menjadi bahasa asli mereka. Tingkat budaya yang dicapai oleh orang-orang Gassan, tidak diragukan lagi lebih tinggi karena pengaruh dari Bizantium. Kerajaaan Gassan mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-6 M.
Pendiri kerajaan Lakhmi adalah Amr ibn Adi ibn Nashr ibn Rabi‟ah ibn Lakhm. Amr menetapkan kedudukannya di Hirah, yang ia jadikan sebagai ibu kota pemerintahannya. Dengan berdirinya Dinasti Nashir atau Lakhmi pada paruh kedua abad ketiga Masehi, maka dapat dilacak keberadaan negeri ini. Keterkaitan bangsa ini dengan bangsa Romawi, memungkinkan masuknya berbagai pengaruh kebudayaan Romawi ke Hirah, termasuk agama Kristen yang kemudian dianut oleh anggota keluarga kerajaan ini. Raja terakhir dinasti Lakhmi adalah Al Nu’man III, Abu Qabus (kurang lebih 580-602 M), putra Al Mundzir III. Ia adalah penyokong seorang penyair terkenal Al Nabighah al-Dzubyani sebelum diasingkan ke Hirah.
Bangsa Kindah tinggal di kawasan sebelah barat Hadramaut. Hujr merupakan pendirinya dan mendapat julukan Akil al-Murar, menurut sebuah riwayat adalah saudara tiri Hassan Ibn Tubba’ dari Himyar dan diangkat olehnya pada 480 M sebagai penguasa suku-suku tertentu yang telah ditaklukkan oleh Tubba’ di Arab bagian Tengah (Ishfahlani, hal.140 Ibn Qutaybah hal. 308; Gunnar olinder, the Kings of Kinda, Lund 1927 hal. 38-39). Ketika kerajaan gassan menjadi sekutu Bizantium dan kerajaan Lakhmi menjadi sekutu Persia, raja-raja Kindah di Arab tengah menjalin hubungan dengan raja Tubba terakhir di Yaman. Pada awal Islam, sejumlah orang Kindah memiliki peran penting. Kemunculan Kindah memang dianggap menarik, karena tidak hanya sejarahnya sendiri, tetapi juga menggambarkan upaya pertama orang-orang Arab untuk menyatukan sejumlah suku ke dalam sebuah kepemimpinan tunggal yang terpusat.




3.2 Saran
            Sejarah merupakan ilmu pengetahuan yang penting untuk di pelajari, diaman terdapat sejarah-sejarah asia barat yang berpengaruh dalam kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Diharapkan pembaca sekalian terbantu dalam memahami kerajaan-kerajaan kecil di Asia Barat untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam mengetahui perkembangan dan sejarah kerajaan-kerajaan kecil di Asia Barat. Penulis menyadari bahwa makalah di atas banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut yang dapat di pertanggung jawabkan.

Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI ASIA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1   LATAR BELAKANG Program terencana Dinasti Umayyah yang paling direncanakan adalah invasi ke Timur dan ke Barat. Semasa Pemerintahan Khalifah Al- Walid, penyusunan strategi penakhlukan ke Barat dirancang dengan serius. Namun, pasukan perang   islam lebih dulu menundukkan wilayah Afrika Utara yang pada masa itu telah dikuasai oleh Romawi. Masuknya pengaruh Romawi ke Afrika di mulai dari ekspedisi ke Mesr yang dipimpin Julius Caesar. Saat itu Mesir di bawah kepemimpinan Dinasti Ptolomeus. Cleopatra VII menjadi permaisuri dan menjaid istri dari adik kandungnya sendiri. Kekauatan muslim semakin kuat dan berhasil mengalahkan kekuasaan Romawi di Afrika yang telah lama dikuasai ole orang- orang Eropa tersebut. Kemenangan itu member i dorongan yang sangat kuat kepada tentara muslim untuk   memperluas pengaruh islam dengan   mengincar daerah Spanyol. Pasukan tentara Dinasti umayyah yang melakukan penyerangan ke Spanyol berasal dari b...

KOLONIALISME BELGIA DI AFRIKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Afrika adalah benua terbesar   di kedua di dunia setelah Asia, Berdasarkan iklim, keadaan tanah dan penduduknya. Sampai dengan permulaan abad 19 Afrika belum mempunyai daya tarik yang memikat bagi bangsa Barat. Pada saat itu belum ditemukan bukti-bukti tentang kekayaan alam Afrika.  Se telah penjelajahan Inggris bernama D. Livingstone dan Henry Morton Stanley membuka rahasia “benua gelap” itu, mulailah bangsa Barat mengenal daerah-daerah Afrika beserta kekayaan alamnya. Perkembangan industri di negara-negara Eropa mendorong para pedagang dan petualang memasuki benua Afrika. Menjelang akhir abad 19 bangsa Barat berbondong-bondong datang ke Afrika untuk mencari daerah-daerah yang mempunyai potensi  komersial Dari sinilah dimulai lembaran baru dalam sejarah bangsa Afrika Yang diwarnai dengan kolonialisme dan imperialisme bangsa barat. Yakni salah satunya Kolonial belgia pada waktu sebelum Perang Dunia I ...

Makalah Masalah Atau Kesulitan Belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kegiatan belajar mengajar sering ditemukan masalah-masalah yang berkenaan dengan masalah belajar yang dialami oleh para siswa, hal ini dapat menggangu siswa dalam kegitan belajarnya sehingga menyebabkan masalah atau kesulitan belajar yang mereka alami. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik itu faktor internal (dalam diri) dan faktor eksternal (faktor dari luar). Dengan adanya kesulitan atau masalah belajar yang dialami oleh para siswa harus dapat segera diatasi sesegera mungkin karena akan dapat menggangu jalannya kegiatan belajar siswa. Jika terdapat siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar dan tidak menemukan solusinya maka akan menyebabkan prestasinya rendah atau dapat tidak lulus. Sehingga diperlukan solusi untuk mengatasi masalah atau kesulitan belajar yang dialami oleh para siswa, yang harus dihadirkan atau ditemukan sesegera mungkin untuk mengatasi masalah atau kesulitan belajar tersebut. Dengan begitu diharapkan masal...