Skip to main content

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW Makalah Pendidikan Kewarganegaraan


KONSTITUSI DAN RULE OF LAW

KONSEP DAN URGENSI KONSTITUSI
Istilah konstitusi pada umumnya menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara. Sistem itu berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang dan ada yang tidak tertulis yang berupa kebiasaan dalam praktik penyelenggaraan negara. Dengan demikian, pengertian konstitusi sampai dewasa ini dapat menunjuk pada peraturan ketatanegaraan baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

Konstitusi merupakan hukum dasar suatu negara yang berisi aturan dan ketentuan tentang hal-hal yang mendasar dalam kehidupan suatu negara. Jadi segala praktik-praktik dalam penyelenggaraan negara harus didasarkan pada konstitusi dan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi tersebut.Gagasaan ini memiliki fungsi untuk mengatur dan membatasi kekuasaan. Selain itu, Negara yang berdasarkan konstitusi dan sering disebut sebagai Negara hukum juga haruslah  menyesuaikan kebutuhan untuk merespon perkembangan relatif  kekuasaan umum dalam suatu kehiduan umat manusia, sehingga dalam praktiknya, konstitusi pastilah mengalami dinamika dalam penyesuaian perkembangan zaman.Pengertian Negara hukum sebenarnya juga sangat sulit dipisahkan dengan istilah Rule of Law, dimana banyak hal yang saling berhubungan disini.Negara hukum haruslah senantiasa menegakan Rule of Law yang isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu Negara.

Dari segi bahasa istilah konstitusi berasal dari kata constituer (Prancis) yang berarti membentuk. Maksudnya yaitu membentuk, menata, dan menyusun suatu negara. Demikian pula dalam bahasa Inggris kata constitute dapat berarti mengangkat, mendirikan atau menyusun. Dalam bahasa Belanda, istilah konstitusi dikenal dengan sebutan gronwet yang berarti undang-undang dasar.

Pengertian konstitusi dalam praktek lebih luas dari pengertian undang-undang dasar, tetapi ada juga yang menyamakan dengan pengertian undang-undang dasar. Menurut Lemhannas (2011:19) konstitusi dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara—biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Dalam kasus bentukan negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan hukum, istilah ini merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar hukum termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan negara pada umumnya. Konstitusi umumnya merujuk pada penjaminan hak kepada warga masyarakatnya. Pada negara modern jaminan hak asasi warga negaranya biasanya tercantum dalam konstitusi.

Konstitusi, oleh para pendiri negara kita (the founding fathers) diartikan sebagai hukum dasar. Undang-undang Dasar adalah hukum dasar yang tertulis, sedangkan Konstitusi adalah hukum dasar tidak tertulis. Namun dalam perjalanan sejarah praktek ketatanegaraan Indonesia, tidak membedakan pengertian konstitusi dan Undang-Undang Dasar. Hal ini terlihat pada masa awal kemerdekaan, Indonesia mengenal UUD 1945, namun pada masa Indonesia Serikat, penyelenggaraan negara dijalankan berdasarkan Konstitusi RIS 1949 dan berganti menjadi UUD Sementara 1950 dan kembali kepada UUD 1945 pada tahun 1959 melalui Dekrit Presiden. Dekrit presiden dikeluarkan untuk menyelamatkan republik dari perpecahan, mengingat badan konstituante yang tidak kunjung menyelesaikan tugasnya menghasilkan konstitusi.

Beberapa Definisi Konstitusi dari Para Ahli
1. Herman Heller membagi pengertian konstitusi menjadi tiga, yaitu:
a.       Konstitusi dalam pengertian politis-sosiologis.
Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan.
b.      Konstitusi dalam pengertian yuridis.
Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat yang selanjutnya dijadikan suatu kesatuan kaidah hukum.
c.       Konstitusi pengertiannya lebih luas dari undang-undang dasar. Konstitusi adalah yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara. 
2.      K.C. Wheare, mengartikan konstitusi sebagai “keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara”.
3.      C.F. Strong, mengartikan konstitusi sebagai suatu kumpulan asas-asas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan (arti luas), hak-hak dari pemerintah dan hubungan antara pemerintah dan yang diperintah (menyangkut hak-hak asasi manusia). Dengan demikian konstitusi merupakan kerangka negara yang diorganisir dengan dan melalui hukum yang menetapkan:
a.        Pengaturan mengenai pendirian lembaga-lembaga yang permanen;
b.       Fungsi-fungsi dari alat-alat perlengkapan negara;
c.        Hak-hak tertentu yang atelah ditetapkan.
4.      Prof. Prayudi Atmosudirdjo, merumuskan konstitusi sebagai berikut:
a.       Konstitusi suatu negara adalah hasil atau produk sejarah dan proses perjuangan bangsa yang bersangkutan.
b.      Konstitusi suatu negara adalah rumusan dari filsafat, cita-cita, kehendak, dan perjuangan bangsa Indonesia.
c.      Konstitusi adalah cermin dari jiwa, jalan pikiran, mentalitas, dan
kebudayaan suatu bangsa.
5.            Miriam Budiardjo, merumuskan konstitusi sebagai suatu piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa. Sedangkan undang-undang dasar merupakan bagian tertulis dari konstitusi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian konstitusi, adalah:
1.            Suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan kepada pra penguasa.
2.            Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu sistem politik.
3.            Suatu gambaran dari lembaga-lembaga negara beserta tugas dan kewenangannya.
4.            Suatu gambaran yang menyangkut masalah hak-hak asasi manusia.
5.            Suatu gambaran tentang hak dan kewajiban warga negara, sistem sosial, ekonomi, dan lagu kebangsaan, lambang negara dan bahasa nasional.

Konstitusi dapat diartikan secara luas dan sempit:
1)      Konstitusi (hukum dasar) dalam arti luas meliputi hukum dasar tertulis dan tidak tertulis (unwritten constitution)
2)      Konstitusi (hukum dasar) dalam arti sempit adalah hukum dasar tertulis yaitu undang-undang dasar. Dengan pengertian ini, undang-undang dasar merupakan konstitusi atau hukum dasar yang tertulis saja (written constitution).

Perbedaan konstitusi tertulis dan tidak tertulis relatif tidak begitu penting, sebab hampir semua konstitusi di dunia merupakan konstitusi tertulis. Adapun konstitusi tidak tertulis sangatlah jarang, dan hanya akan ditemukan pada tiga rezim demokrasi abad ke-20, yaitu Britania Raya, Selandia Baru, dan Israel. Tidak adanya konstitusi tertulis di Britania Raya dan Selandia Baru disebabkan kuatnya konsensus dalam norma politik fundamental mereka, yang menjadi konstitusi formal menjadi tidak berguna (Mufti,dkk. 2013:243). Dalam konteks konstitusi sebagai hukum dasar tertulis, maka konstitusi menjadi pengikat yang formal. Hal ini terjadi mengingat konstitusi tertulis berisikan batasan-batasan kewenangan, tugas dan fungsi lembaga-lembaga negara yang harus ditaati dan dilaksanakan.

5          Kedudukan dan Sifat Konstitusi
Konstitusi yang berlaku di dunia pada umumnya merupakan dokumen atau hasil kodifikasi (dibukukan secara sistematis) yang secara umum berisi hal-hal yang mendasar dari suatu negara yang berupa aturan-aturan dasar atau norma-norma dasar yang dipakai sebagai pedoman pokok negara. Meskipun demikian, untuk negara-negara tertentu masih memiliki konstitusi yang tidak dikodifikasikan. Meskipun tidak berupa dokumen, konstitusi tersebut efektif dijalankan oleh penyelenggara negara di negara yang bersangkutan. Konstitusi dimaksud bersifat tidak tertulis atau disebut dengan konvensi (convention). Negara seperti Inggris dan Belanda masih menggunakan konvensi hingga sekarang.

Pada hakikatnya, konstitusi itu berisi tiga hal pokok, yaitu:
1.            Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya.
2.            Ditetapkan susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental.
3.            Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.
Menurut Lemhannas (2011:18-19), konstitusi suatu Negara pada umumnya memuat tujuan  nasional yang ingin dicapai dalam kehidupan Negara, memuat landasan ideologi yang melandasi filosofi kebijakan politik kenegaraan, memuat aturan-aturan dasar tentang: bentuk Negara, bentuk pemerintahan, penetapan lemembagaan Negara, sistem dan tata kelola pemerintahan Negara, sistem kewilayahan Negara, sistem dan tata kelola pemerintahan Negara, sistem kewilayahan Negara, sistem politik dan kekuasaan, sistem hukum, sistem ekonomi, sistem sosial, memuat tentang hak dan kewajiban Negara, hak dan kewajiban wargan Negara, serta bahasa, lagu kebangsaan, lambang dan simbol-simbol Negara.

Pada umumnya, konstitusi dalam setiap negara di dunia memiliki kedudukan formal yang sama yaitu sebagai (a) hukum dasar, dan (b) hukum tertinggi.
1.            Konstitusi sebagai Hukum Dasar, karena berisi aturan dan ketentuan tentang hal-hal yang mendasar dalam kehidupan suatu negara. Jadi, konstitusi menjadi  (a) dasar adanya dan (b) sumber kekuasaan bagi setiap lembaga negara, serta (c)  dasar adanya dan sumber bagi isi aturan hukum yang ada dibawahnya.
2.            Konstitusi sebagai Hukum Tertinggi, aturan-aturan yang terdapat dalam konstitusi, secara hirarkis mempunyai kedudukan lebih tinggi terhadap aturan-aturan lainnya. Oleh karenanya, aturan-aturan lain dibuat oleh pembentuk undang-undang harus sesuai atau tidak bertentangan dengan undang-undang dasar.

Menurut Lemhannas (2011:19), kedudukan konstitusi adalah “merupakan sumber dasar dari seluruh hukum Negara”, sehingga semua peraturan perundang-undangan yang dibentuk dan ditetapkan sebagai kebijakan politik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi Negara. Jika suatu perundang-undangan dianggap menyompang dari nilai-nilai konstitusi maka dapat dilakukan judicial review (uji materiil) melalui lembaga peradilan yang diberi kewenangan, seperti mahkamah konstitusi untuk uji materiil undang-undang dan mahkamah agung untuk uji materiil peraturan di bawah undang-undang. Sebagai contoh, undang-undang minyak dan gas pernah dilakukan uji materiil ke mahkamah konstitusi akhir tahun 2012 karena dianggap bertentangan dengan pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Salah satu konsekuensi uji matrerill ini adalah bubarnya Badan Pengelola Migas (BP Migas). Masih menurut Lemhannas (2011:19) kedudukan konstitusi adalah “sebagai landasan diwujudkannya cita-cita nasional suatu bangsa”.  Sementara itu, menurut Thaib, dkk (2008:17-18) “konstitusi berkedudukan sebagai benteng pemisah antara rakyat dan penguasa yang kemudian secara berangsur-angsur mempunyai fungsi sebagai alat rakyat dalam perjuangan kekuasaan melawan golongan penguasa”.

Menurut Budiardjo (2005) konstitusi atau undang-undang dasar itu memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1). Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan eksekutif,
       legislatif, dan yudikatif. Dalam negara federal, pembagian kekuasaan antara
       pemerintah federal (pusat) dengan pemerintah daerah (negara bagian),
       prosedur penyelesaian masalah pelanggaran yiridiksi lembaga negara.
2).   Hak-hak asasi manusia.
3).   Prosedur mengubah undang-undang dasar.
4).  Adakalanya  memuat larangan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari undang-
       undang dasar. Misalnya: dalam UUD 1945 dilarang mengubah bentuk negara
      Kesatuan”.

Berdasarkan pendapat di atas, menunjukkan bahwa konstitusi bertujuan membatasi kekauasaan secara efektif, sehingga penyelenggaraan Negara tidak dilaksanakan dengan sewenang-wenang. Selain itu, konstitusi juga memiliki tujuan agar hak asasi warga Negara terjamin oleh karenanya. Untuk supaya tujuan konstitusi tersebut berjalan efektif, maka diperlukan suatu pengorganisasian kekuasaan yang terdistribusi, dengan kata lain tidak berada pada satu badan atau tangan kekuasaan.


Sifat Konstitusi
Konstitusi di suatu negara itu mempunyai sifat membatasi kekuasaan pemerintah dan menjamin hak-hak dasar warga negara. Menurut Asshiddiqie, (2009:110) “sifat konstitusi biasanya dikaitkan dengan pembahasan tentang sifat-sifatnya yang lentur (fleksibel), atau kaku (rigid), tertulis atau tidak tertulis, dan sifatnya yang formal atau meteriil”.
Konstitusi dikatakan lentur atau kaku adalah (i) apakah terhadap naskah kontitusi itu dimungkinkan dilakukan perubahan dan apakah cara mengubahnya cukup mudah atau sulit, dan (ii) apakah naskah konstitusi itu mudah atau tidak mudah mengikuti perkembangan kebutuhan zaman. Konstitusi yang lentur apabila perubahan UUD tidak memerlukan cara yang istimewa dan cukup dilakukan oleh lembaga pembuat undang-undang biasa. Dalam konteks Negara Indonesia, mekanisme perubahan atau amandemen UUD dapat dilihat dalam pasal 37 batang tubuh UUD 1945.

Berdasarkan pasal 37 UUD 1945 (perubahan keempat), menyatakan bahwa:
1)        Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam siding MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR
2)        Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya
3)        Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR
4)        Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.

Mekanismen perubahan konstitusi kiranya perlu “rumit” agar tidak mengurangi “kesakralan” konstitusi itu sendiri. Jika cara merubah konstitusi/UUD sangat mudah lalu apa bedanya UUD dengan Undang-undang biasa?.
Konstitusi tertulis apabila ia ditulis dalam naskah atau beberapa naskah. Dengan kata lain, konstitusi tertulis adalah konstitusi yang dikodifikasi/dibukukan lengkap dengan sistematikanya yang teratur. Konstitsu tidak tertulis jika ketentuan-ketentuan mengenai pemerintahan tidak tertulis dalam naskah atau beberapa naskah melainkan hanya berupa konvensi. Menurut Busroh (2001:89) “konstitusi dalam arti formil adalah perhatian terhadap prosedur, pembentukannya harus istimewa dibandingkan dengan pembentukan undang-undang lain”. Sedangkan konstitusi dalam arti materiil adalah perhatian terhadap isinya yang terdiri atas pokok yang penting dari struktur dan organisasi Negara.

Tujuan Konstitusi
Beberapa sarjana merumuskan tentang tujuan konstitusi sama dengan tujuan negara. Dalam hal tujuan konstitusi Indonesia, maka dapat dilihat dalam pembukaan UUD 1945 aline ke empat yakni: (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejaheraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut serta melaksanakan ketertiban dunia.
Selain itu, konstitusi memiliki tujuan sebagai berikut.
1.            Memberi pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik;
2.            Melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasa sendiri;
3.            Memberi batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa negara dalam menjalankan kekuasaannya.

Menurut Ubaedilah, dkk (2011:60) secara garis besar, tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Berdasarkan tujuan konstitusi tersebut, jelaslah bahwa konstitusi ada untuk menghidari kesewenang-wenangan dari penyelenggara/lembaga negara, selain itu pula konstitusi juga harus menjamin hak-hak warga negara. Dalam konstitusi Indonesia, pengaturan menganai hak asasi warganegara diatur dalam banyak pasal terutama pasal 28 A-pasal 28 J.

Fungsi Konstitusi
Konstitusi negara memiliki fungsi, sebagai berikut:
1.            Sebagai penentu atau pembatas kekuasaan negara.
2.            Sebagai pengatur hubungan kekuasaan antarorgan negara.
3.            Sebagai pengatur hubungan kekuasaan antara organ negara dengan warga negara.
4.            Sebagai pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara.
5.            Sebagai penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli kepada organ negara.
6.            Sebagai sarana pemersatu (symbol of unity), sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identity of nation) serta sebagai center of ceremony.
7.            Sebagai sarana pengendalian masyarakat (social control), baik di bidang politik maupun bidang sosial-ekonomi.
8.            Sebagai sarana perekayasaan dan pembaruan masyarakat (social engineering dan social reform).

Menurut Lemhannas dalam Damanhuri (2014), konstitusi berfungsi untuk membatasi kekuasaan penguasa agar pemegang kekuasaan tidak bertindak sewenang-wenang, serta melindungi HAM bagi seluruh warga negaranya sehingga setiap penguasa (pemegang kekuasaan pemerintahan) wajib menghormati HAM dari setiap warga Negara dan memberikan jaminan perlindungan hukum dalam rangka melaksanakan haknya. Kekuasaan penguasa suatu Negara perlu dibatasi. Pembatasan tersebut baik pada lamanya berkuasa maupun kewenangannya. Hal ini penting, karena menurut Hobbes, manusia memiliki kecenderungan untuk “gila kekuasaan”. Jika penguasa sudah demikian maka ia akan melakukan berbagai cara termasuk cara-cara yang melanggar HAM demi memperoleh, menjalankan dan mempertahankan kekuasaan. Sebagai contoh, di Indonesia tercatat dalam sejarah bagaimana Era Orde Lama yang memerintah selama kurang lebih 21 Tahun ( Tahun 1945-tahun 1966), dengan tidak mengurangi segala kelebihannya, dalam masa pemerintahan orde lama telah terjadi penyimpangan dari konstitusi seperti MPRS mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup, presiden membubarkan parlemen melalui dekrit, padahal dalam sistem presidensial, presiden dan parlemen tidak dapat saling menjatuhkan, presiden mengangkat pimpinan lembaga tinggi dan tertinggi negara menjadi menteri pada kabinetnya. 

Pada masa orde baru pun demikian, Soeharto memerintah kurang lebih selama 32 Tahun dengan berbagai penyimpangan pada konstitusi seperti menjamurnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam pemerintahan, pelemahan fungsi kontrol media massa, pembangunan yang tidak seimbang antara pembangunan fisik dengan psikis warganegara yang mengakibatkan lemahnya daya saing sumber daya manusia Indonesia, orientasi pembangunan fisik juga telah mewariskan hutang negara yang tudak sedikit. Selain itu, amandemen terhadap UUD dianggap kaku.

Nilai Konstitusi       
Menurut Loewenstein dalam Lemhannas, (2011:26) yang juga dikutip oleh Damanhuri (2014) terdapat tiga nilai konstitusi:

a).  Nilai normatif
      Hal ini diperoleh segenap rakyat suatu Negara menerimanya dan bagi mereka konstitusi tersebut merupakan suatu kenyataan hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan efektif, artinya konstitusi benar-benar dilaksanakan secara murni dan konsekuen.

b).  Nilai Nominal
      Konstitusi yang mempunyai nilai nominal yaitu berarti secara hukum konstitusi berlaku, tetapi kenyataanya kurang sempurna. Sebab pasal-pasal tertentu dalam konstitusi tersebut ternyata tidak berlaku.

c).  Nilai Semantik
      Dalam hal ini konstitusi hanya sekedar istilah saja. Meskipun secara hukum konstitusi tetap berlaku, tetapi dalam kenyataannya pelaksanaanya selalu dikaitkan dengan kepentingan pihak penguasa.

         Berdasarkan nilai konstitusi yang dijabarkan di atas, kiranya nilai-nilai tersebut secara alamiah selalu ada dalam perjalanan Negara yang menganut konstitusionalisme meskipun dengan kadar yang berbeda dan situasi yang berbeda. Menurut Lemhannas, (2011:82) Konstitusi memiliki peran strategis berupa :
1)      Menjaga kredibilitas dan efektivitas berbagai lembaga politik
2)      Menjamin kehidupan demokrasi dan public angagement.
3)      Menumbuhkan kepercayaan masyarakat dalam rangka akuntabilitas badan-badan publik.

         Untuk terjaminnya peran strategis di atas kiranya perlu suatu penataan sistem ketatanegaraan yang efektif dan efisien serta adanya pembagian atau pemisahan kekuasaan sehingga adanya sistem saling kontrol antar lembaga Negara. Selain itu, diperlukan pula setiap warga Negara yang baik yaitu yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air sesuai dengan tujuan pendidikan kewarganegaraan yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang juga dikuatkan dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Konstitusi Indonesia
UUD  1945 Sebagai Konstitusi Negara Republik Indonesia
Konstitusi adalah hukum dasar tertulis, dalam pengertian ini konstitusi adalah undang-undang dasar (UUD). Negara yang merdeka dan berdaulat harus memiliki konstitusi sebagai syarat  berdirinya negara secara deklaratif. Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat sejak 17 Agustus 1945 telah beberapa kali mengalaami perubahan konstitusi. Meski demikian, konstitusi negara Indonesia adalah UUD 1945, yang disyahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 dengan beberapa kali perubahan yang disesuaikan dengan kondisi perubahan dan perkembangan sejarah ketatanegaraan yang terus mengalami dinamika.

Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia:
1.            UUD 1945: periode 18 Agustus 1945—27 Desember 1949. (pembukaan, 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan, 2 ayat aturan tambahan, dan bagian penejlasan). Dalam kurun waktu tersebut UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Menurut UUD 1945, bentuk negara Indonesia dalah kesatuan. Ketentuan ini dapat dilihat dalam pasal 1 ayat (1) yang menyatakan bahwa “negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Sebagai negara kesatuan, Indonesia mengembangkan sistem desentralisasi sebagai upaya untuk mempercepat tercapainya tujuan nasional. Ketentuan tentang desentralisasi diatur dalam pasal 18 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “negara kesatuan republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”. Bentuk pemerintahan Negara Indonesia adalah republik, hal ini dapat dilihat kepala negaranya adalah presiden yang dipilih oleh rakyat secara periodik, hal ini tentu berbeda dengan sistem di negara yang berbentuk kerajaan (monarki) dimana regenerasi kepemimpinan nasional diwariskan kepada keturunan pemimpin sebelumnya secara turun temurun.  Dalam UUD 1945 juga terapat pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sedangkan sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia berdasarkan UUD 1945 adalah presidensial, dimana presiden sekaligus sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yang memiliki hak preregratif mengangkat dan memberhentikan anggota kabinet. Penyimpangan pada periode ini adalah dikeluarkannya maklumat wakil presiden pada tanggalo 16 Oktober 1945 yang menyatakan bahwa sebelum MPR dan DPR terbentuk KNIP  diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN, kabinet di bawah pimpinan Soekarno digantikan oleh kabinet Perdana Menteri Sutan Syahrir
2.            UUD RIS: periode 27 Desember 1949—17 Agustus 1950. (6 bab, 197 pasal, dan beberapa bagian). Maklumat wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena DPR dan MPR belum terbentuk. Tanggal 14 Nopember 1945 dibentuk kabinet semi-parlementer yang pertama. Pada masa ini sistem pemerintahan Indonesia adalah parlementer dan bentuk negaranya serikat. Dalam UUD RIS 1949 pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa “republik Indonesia serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu  negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Negara Indonesia serikat terdiri atas 7 negara bagian yaitu Negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur, negara Pasundan, negara jawa timur, negara Madura, negara sumatera timur dan negara sumatera selatan. Adapun yang termasuk satuan kenegaraan adalah jawa tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur. Negara dan daerah bagian ini memiliki kebebasan untuk menentukan nasib sendiri yang bersatu dalam ikatan federasi RIS.
3.            UUDS 1950: periode 17 Agustus 1950—5 Juli 1959. (6 bab, 146 pasal, dan beberapa bagian). Bentuk negara yang dikehendaki oleh UUDS 1950 iaah negara kesatuan. Adapun bentuk pemerintahannya adalah republik dengan pemegang kedaulatan rakyat adalah presiden bersama-sama dengan DPR. Sistem pemerintahan negara yang dianut adalah sistem parlementer sehingga demokrasi pada masa ini sering disebut demokrasi liberal, pada periode ini kabinet sering jatuh bangun karena partai politik lebih mementingkan kepentingannya. Sistem liberal hampir 9 tahun dan dianggap tidak cocok dengan jiwa bangsa Indonesia (Pancasila dan UUD 1945). Puncaknya dikeluarkannya dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 yang isinya menyatakan (1) membubarkan konstituante, (2) memberlakukan kembali UUD 1945 bagi segenap bangsa dan seluruh tupah darah Indonesia dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950, (3) membentuk MPR Sementara dan DPA sementara dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
4.            UUD 1945: periode 5 Juli 1959 – Tahun 1966. Pada masa ini terdapat beberapa penyimpangan diantaranya presiden membuabarkan DPR hasil pemilu 1955 dan membentuk DPR GR, hal ini dilakukan karena DPR menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Selain itu, presiden juga mengangkat pimpinan lembaga tinggi dan tertinggi negara sebagai menteri, MPRS mengangkat presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup dan wewenang presiden melampaui wewenang yang diatur dalam UUD 1945
5.            UUD 1945 Tahun 1966-21 Mei 1998. Pada masa ini sering disebut orde baru yang menyatakan akan meaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, meskipun dalam pelaksanaannya menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945, dimana konstitusi sering dipakai tameng kekuasaan belaka, seperti keberpihakan kepada konglomerat dan penguasaan kekayaan Negara oleh segelintir orang dekat penguasa. Pada masa ini juga tumbuh berkembangnya korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan penyelenggara Negara, sentaralisasi kekuasaan di tangan pemerintah pusat bertentangan dengan pasal 18 UUD 1945, kebebasan pers sangat dibatasi dan pembangunan ekonomi yang tidak disertai dengan pembangunan mental spiritual menghancurkan niali-nilai kejujuran dan etika, hukum dan moral dan nilai-nilai agama.
6.            Periode 21 Mei 1998-19 Oktober 1999. Pada masa ini sering disebut masa transisi karena Presiden Soeharto digantikan oleh BJ Habibie. Pada masa ini awal mula iklim demokrasi dibangun yaitu dengan dipersiapkannya pemilu yang langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil, selain itu, pada masa ini pula kebebasan media massa di jamin. Di sisi lain, pada masa ini merupakan masa kelam bagi sejarah Indonesia karena propinsi ke-27 yaitu Timor Timur lepas dari NKRI melalui referendum yang diawasi PBB yang dimenangkan oleh pihak yang pro kemerdekaan yang akhirnya melahirkan Negara baru yaitu Republik Demokratik Timor Leste.
7.            Periode UUD 1945 Amandemen-sekarang. Amandemen adalah prosedur penyempurnaan UUD tanpa harus langsung mengubah UUD dan merupakan pelengkap serta rincian dari UUD asli. Amandemen merupakan keharusan bagi negara Indonesia dalam rangka menyesuaikan perkembangan situasi dan dinamika ketatanegaraan terkini demi cepat tercapainya tujuan nasional. Periode ini merupakan periode untuk memenuhi tuntutan reformasi yang salah satunya menginginkan adanya amandemen pada UUD 1945 agar isinya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan ketatanegaraan modern.

Khusus periode ketujuh, berlaku UUD 1945, dengan pembagian:
1.            UUD 1945 sebelum diamandemen.
2.            UUD 1945 sesudah diamandemen:
1)      Amandemen ke-1, pada sidang umum MPR, disahkan pada 19 Oktober 1999; (yang diubah sebanyak 9 pasal).
2)      Amandemen ke-2, pada sidang umum MPR, disahkan pada 18 Agustus 2000; (yang diubah sebanyak 25 pasal).
3)      Amandemen ke-3, pada sidang umum MPR, disahkan pada 10 Nopember 2001; (yang diubah sebanyak 23 pasal).
4)      Amandemen ke-4, pada sidang umum MPR, disahkan pada 10 Agustus 2002. (yang diubah sebanyak 13 pasal, 3 pasal aturan peralihan, 2 pasal aturan tambahan).

Amandemen atas UUD 1945 tersebut tidak mengakibatkan konstitusi yang asli (UUD yang asli) tidak berlaku lagi, karena sistem perubahan UUD 1945 adalah dengan addendum, yaitu menyisipkan bagian perubahan ke dalam naskah UUD 1945. Dengan demikian naskah UUD 1945, terdiri atas:
1.            Naskah asli UUD 1945;
2.            Naskah perubahan pertama UUD 1945, tahun 1999;
3.            Naskah perubahan kedua UUD 1945, tahun 2000;
4.            Naskah perubahan ketiga UUD 1945, tahun 2001;
5.            Naskah perubahan keempat UUD 1945, tahun 2002.

Perubahan UUD 1945
Dalam UUD 1945, pasal yang berkenaan dengan cara perubahan adalah pasal 37, yang mengandung tiga norma, yaitu:
1.      Wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR;
2.      Mengubah UUD, kuorum yang harus dipenuhi sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR hadir;
3.      Putusan perubahan disetujui 2/3 dari jumlah yang hadir.

UUD  1945 yang asli sebenarnya meniru UUD yang dibuat oleh pemerintah Belanda untuk daerah kolonial yang intinya agar DPA yang berfungsi sebagai penasehat sebagai Gubernur General.
Berkaitan dengan DPD (Dewan Perwakilan Daerah) pada awalnya merupakan keinginan utusan daerah supaya utuh suara daerah, maka utusan daerah tidak boleh berbicara. Jumlahnya hanya terdiri empat orang, yaitu: gubernur, panglima, ketua DPRD, tokoh masyarakat.

Kelembagaan Negara
Dalam Tap. MPR Nomor VI/MPR/1973 dan Tap. MPR Nomor III/MPR/1978, MPR menetapkan bahwa MPR adalah lembaga tertinggi negara, sedangkan lembaga tinggi negara lainnya adalah Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Pertimbangan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung.
Berdasarkan perubahan UUD 1945 tidak mengenal lembaga tertinggi dan
tinggi negara, melainkan lembaga kekuasaan negara yang terdiri atas:
1.            Lembaga legislatif, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
2.            Lembaga eksekutif, yaitu Presiden dan Wakil Presiden;
3.            Lembaga Yudikatif yang memegang kekuasaan kehakiman, terdiri atas Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY)
4.            Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).



Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Kedudukan:
Sebagai penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia dan melaksanakan kedaulatan rakyat Indonesia.
Tugas
1)      Bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara (Pasal 2 ayat (2)).
2)      Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 3 ayat (2)).
Wewenang
1)      Mengubah dan menetapkan UUD (Pasal 3 ayat (1)).
2)      Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden sungguh-sungguh melanggar UUD (Pasal 3 ayat (3).

Anggota MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD, walaupun anggota DPD lebih sedikit dibanding jumlah anggota DPR, namun pera DPD dalam MPR sangat besar, contoh dalam hal mengamandemen UUD harus dihadiri oleh 2/3 anggota MPR. Selain itu, MPR juga memiliki hubungan dengan MK dimana jika terdapat sengketa antar lembaga negara misalanya antara MPR dan DPR maka harus diselesaikan oleh MK. Demikian pula terdapat hunbungan antara MPR dan DPR dalam hal memberhentikan presiden harus atas usul DPR pada MPR.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Tentang DPR diatur dalam Pasal 19, 20, 20A, 21, 22B, 22C, dan pasal yang berkaitan dengan kerjasama dengan Presiden.

Tugas dan wewenang DPR secara umum, sbb:
1)             Bersama-sama dengan Presiden membentuk undang-undang;
2)             Bersama-sama dengan Presiden menetapkan Anggaran Pendapatan dan belanja Negara;
3)             Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijaksanaan pemerintah;
4)             Membahas untuk meratifikasi dan atau memberi persetujuan atas pernyataan perang, pembuatan perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain yang dilakukan oleh presiden.
5)             Membahas hasil pemeriksaan keuangan negara yang diberitahukan oleh BPK;
DPR dan anggotanya mempunyai hak, yaitu:
1)      Hak meminta keterangan (interpelasi);
2)      Hak mengadakan penyelidikan (angket);
3)      Hak mengadakan perubahan (amandemen);
4)      Hak mengajukan pernyataan pendapat;
5)      Hak mengajukan/menganjurkan seseorang, jika ditentukan oleh suatu peraturan perundangan;
6)      Hak mengajukan rancangan unang-undang (inisiatif);
7)      Hak mengajukan pertanyaan, protokoler, dan hak keuangan/administratis.

DPR dan DPD memiliki hubungan dalam hal membahas RUU dalam bidang tertentu, DPD memberikan pertimbangan atas RUU tertentu, dana menyampaikan hasil pengawasan peleksanaan UU tertentu pada DPR. Dalam hubungannya dengan MK, jika DPR meminta pendapat berkaitan dengan dugaan bahwa presiden bersalah. Selain itu dalam proses pengajuan calon hakim MK serta proses pengajuan pendapat DPR yang menyatakan bahwa presiden bersalah untuk diperiksa oleh MK.

Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan salah satu dari kelembagaan negara, yang diatur dalam pasal 22C dan 22D.
Ketentuannya adalah sebagai berikut:
1.            Keanggotaannya dipilih melalui pemilihan umum;
2.            Persidangan, sedikitnya sekali dalam satu tahun;
3.            Kewenangannya, mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang berkaitan dengan otonomi daerah;
4.            Kepengawasan, DPD melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah.

DPD memiliki hubungan dengan BPK dalam hal menerima dan memberi masukan atas laporan BPK dan memberi pertimbangan pada saat pemilihan anggota BPK. Dalam kaitannya dengan MK, terdapat hubungan tata kerja terkait dengan kewenangan MK apabila ada sengketa antar lembaga negara lainnya. Kaitan DPD dengan DPR sudah dijelaskan pada pembahasan DPR.
Presiden
Presiden adalah kepala kekuasaan eksekutif dalam negara dan dalam kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden. Dalam hal Presiden berhalangan tetap, maka ia digantikan oleh wakil Presiden sampai habis masa masa jabatannya. Presiden berhak menetapkan peraturan untuk menjalankan undang-undang (Pasal 5 ayat (2)). Presiden dan Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonsia , sejak lahir, tidak pernah menerima kewarga negaraan lain, tidak mengkhianati negara, mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajban sebagai Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6 ayat 1)
Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung:
1)      Diajukan oleh partai politik peserta pemilu (Pasal 6A ayat 2);
2)      Mendapat suara lebih lima puluh persen dan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih setengah provinsi seluruh Indonesia (Pasal 6A ayat3);
3)      Apabila ketentuan di atas tidak terpenuhi, maka dua pasangan calon yang suaranya terbanyak dipilih oleh rakyat kembali secara langsung, dan yang mendapat suara terbanyak di antaranya dilantik oleh MPR menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden adalah lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Dengan pengaturan masa jabatan ini, setiap orang yang menjabat presiden di Indonesia hanya dibatas dua periode, hal ini dilakukan untuk menghindari kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan karena telalu lama menjabat seperti di masa orde lama dan ordde baru.

Presiden baru boleh berhenti apabila:
1.            melanggar hukum yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi,
2.            yang terlebih dahulu diusulkan oleh DPR kepada MPR, dan
3.            selanjutnya diadili oleh Mahkamah Konstitusi.
Tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diatur dengan undang-undang.
1.            Tap. MPR Nomor II/MPR/1973.
2.            Tap MPR Nomor VI/MPR/1999.
3.            Tap MPR Nomor IV/MPR/2002.
Dalam hal menjalankan tugas pemerintahannya, presiden mengangkat dan memberhentikan menteri yang akan menjalankan tugas menyangkut kementeriannya. Menteri tidak dapat dijatuhkan oleh DPR, Presiden hanya harus memperhatikan suara DPR terkait keberatan DPR atas kinerja menteri di kabinet.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK merupakan lembaga negara dengan tugas khusus untuk memeriksa tanggungjawab keuangan negara. BPK memeriksan pelaksanaan APBN, hasilnya diberitahukan kepada DPR sebagai bahan penilaian dan pembahasan Rancangan APBN tahun berikutnya. Undang-undang yang mengatur BPK adalah UU Nomor 5 tahun 1973. BPK terdiri dari: seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan lima orang anggota.  Ketentuan tentang BPK diatur dalam  pasal 23E, 23F, dan 23G Perubahan UUD 1945, yang intinya BPK adalah badan yang bebas dan mandiri. Keanggotaannya dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. Ketuanya dipilih oleh anggotanya.
Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan kehakiman diatur dengan pasal 24, 24A, 24B, 24C, dan 25 UUD 1945. Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) serta Komisi Yudisial (KY).
Mahkamah Agung  (MA)
Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan yang berada di bawahnya adalah mandiri, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan semua lembaga negara. Kewenangannya adalah mengadili tingkat kasasi dan menguji peraturan perundangan-undangan di bawah undang-undang.  Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR dan ditetapkan oleh Presiden. Keanggotaannya terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris jendral.
Komisi Yudisial (KY)
         Komisi Yudisial bersifat mandiri. Kewenangan lembaga ini adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan menjaga kehormatan hakim. Keanggotaannya, diangkat dan diberhentikan Presiden atas persetujuan DPR.
Mahkamah Konstitusi (MK)
Kewenangannya menguji undang-undang terhadap UUD, memutuskan sengketa kelembagaan negara, memutuskan pembubaran partai politik dan perselisihan hasil pemilu. Kewajibannya memberikan putusan atas penapat DPR mengenai dugaan pelanggaran Presiden menurut undang-undang dasar. Keanggotannya, sembilan anggota hakim yang ditetapkan oleh Presiden yang diajukan masing-masing tiga orang oleh MA, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang dari Presiden. Ketua dan wakilnya dipilih dari dan oleh anggota.


Institusi Dan Mekanisme Pembuatan Konstitusi
1.      Institusi Legislasi
Institusi (lembaga) yang bertugas untuk membuat konstitusi (UUD 1945) dan peraturan perundang-undangan yang ada di bawahnya meliputi dua (2) institusi (lembaga) yaitu, badan Legislatif (DPR) dan badan Eksekutif (Presiden).
2.      Mekanisme Amandemen Konstitusi (UUD), dan Pembuatan UU, PERPU, PP, dan PERDA

Proses pembuatan peraturan perundang-undangan di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Amandemen konstitusi (UUD 1945)
Sebagai usaha untuk mengembalikan kehidupan negara yang berkedaulatan UUD 1945, salah satu aspirasi yang terkandung di dalam semangat reformasi adalah melakukan amandemen terhadap UUD 1945, maka pada awal reformasi, MPR telah mengeluarkan seperangkat ketetapan sebagai landasan konstitusionalnya
b.      Mekanisme amandemen konstitusi (UUD) 1945.
Dalam pelaksanaan amandemen konstitusi (UUD) 1945, MPR menggunakan mekanisme.
c.       Mekanisme pembuatan undang-undang dan PERPU
Pembuatan undang-undang dilakukan secara bersama-sama oleh presiden (eksekutif) dengan DPR RI (legislatif)
d.      Mekanisme pembuatan Undang-Undang atas Usul Inisiatif DPR RI.
Pembuatan UU dilakukan oleh DPR RI (legislatif)
e.       Mekanisme pembuatan PERDA
Pembuatan PERDA dilakukan secara bersama-sama oleh Gubernur/ Bupati/ Walikota dengan DPRD Tingkat I dan II
f.       Mekanisme Pembuatan Peraturan Pemerintah (PP)
Pembuatan PP Adalah sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah (eksekutif). PP berfungsi sebagai peraturan mengenai pelaksanaan undang-undang atau PERPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang).
g.      Hieraki Peraturan Perundang-undangan
Menurut ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000, tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan negara republik Indonesia.


Konsep Rule of Law
Banyak peristiwa pada saat ini yang menjadi dasar perlunya rule of law atau penegakan hukum. Penegakan hukum atau rule of law merupakan suatu doktrin dalam hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara berdasar hukum (konstitusi) dan demokrasi. Kehadiran rule of law boleh disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap negara absolute (kekuasaan di tangan penguasa) yang telah berkembang sebelumnya.

            Rule of law merupakan suatu doktrin dalam hukum yang mulai muncul pada abad ke 19 bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi, kehadirannya boleh disebut dengan reaksi dan koreksi terhadap negara absolut. Rule of law lahir dengan semangat yang tinggi, bersama-sama dengan demokrasi, parlemen dan lain-lain, kemudian mengambil alih dominasi dari golongan-golongan gereja, ningrat, prajurit dan kerajaan.

Keadilan harus berlaku untuk setiap orang, oleh karena itu lahirlah doktrin “Rule Of Law”.Rule of law merupakan doktrin dengan semangat dan idealisme keadilan yang tinggi. Rule of law (Fried Man,1959) dibedakan antara :
1.      Pengertian formal (in the formal sence) yaitu ‘organized public power’ atau kekuasaan umum yang terorganisasikan.
2.       Pengertian hakiki (ideological sense) erat hubungannya dengan ‘menegakkan rule of law’ karena menyangkut ukuran-ukuran tentang hukum yang baik & buruk. 

Namun diakui bahwa sulit untuk memberikan pengertian Rule of law, tapi pada intinya tetap sama, bahwa Rule of law harus menjamin apa yang oleh masyarakat/bangsa yang bersangkutan dipandang sebagai keadilan, khususnya keadilan sosial (Sunarjati Hartono,1982). Dalam penelitian historis komparatifnya di Inggris, Belanda dan AS tentang Rule of Law, (Sunarjati Hartono:
1.      Setiap bangsa memiliki faham rule of law yang berbeda-beda.
2.      Penegakan rule of law tidak dg sendirinya mengakibatkan tegaknya negara hukum.
3.      Penegakan rule of law harus diartikan secara hakiki (materiil) yaitu  pelaksanaan dari just law agar terciptanya negara hukum yg membawa keadilan bagi seluruh rakyatnya.
4.      Pelaksanaan rule of law & terjaminnya negara hukum (inggris), tidak saja warga negaranya yg tunduk pada hukum, melainkan pemerintahannya juga  sebagai ‘untergeordnet’ pada hukumnya.
5.      Faham rule of law di Inggris diletakkan pada hubungan antara hukum & keadilan di Amerika pada HAM & di Belanda lahir dari faham kedaulatan negara. 

Latar Belakang Rule Of Law

Rule of law secara umum merupakan suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke XIX, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Doktrin tersebut lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran parlemen dalam penyelenggaraan negara, serta sebagai reaksi terhadap negara absolut yang berkembang sebelumnya. Rule of law merupakan konsep tentang common law tempat segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah rule by the law dan bukan rule by the man. Konsep ini lahir untuk mengambil ahli dominasi yang dimiliki kaum gereja, ningrat, dan kerajaan serta menggeser negara kerajaan dan memunculkan negara konstitusi dimana doktrin rule of law ini lahir. Ada tidaknya rule of law dalam suatu negara ditentukan oleh “kenyataan”, apakah rakyatnya benar-benar menikmati keadilan, dalam arti perlakuan yang adil, baik sesama warga negara, baik dari pemerintah? Oleh karena itu pelaksanaan kaidah-kaidah hukum yang berlaku di suatu negara merupakan suatu premis bahwa kaidah-kaidah yang dilaksanakan itu merupakan hukum yang adil, artinya kaidah hukum yang menjamin perlakuan yang adil bagi masyarakat.

Latar belakang kelahiran Rule of Law:
1.      Di awali oleh adanya gagasan untuk melakukan pembatasan kekuasaan pemerintah negara.
2.      Sarana yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu Demokrasi Konstitusional.
3.      Perumusan yuridis dari Demokrasi Konstutisional adalah konsepsi negara hukum .

Konsepsi negara hukum mengandung pengertian bahwa negara memberikan perlindungan hukum bagi warga negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak juga penjamin hak asasi manusia. Menurut Moh. Mahfud MD, istilah rechtsstaaat dan the rule of law yang diterjemahkan menjadi negara hukum pada hakikatnya mempunyai makna yang berbeda.


Konsepsi rechtsstaaat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1.      Adanya perlindungan terhadap HAM.
2.      Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk  menjamin perlindungan HAM.
3.      Adanya peralihan administrasi.

Adapun the rule of law mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1.      Adanya jaminan perlindungan terhadap HAM
2.      Adanya supremasi hukum dalam penyelenggaraan pemerintah
3.      Adanya pemisahaan dan pembagian kekuasaan negara
4.      Adanya lembaga peradilan yang bebas dan mandiri

Selanjutnya dalam konferensi International Commition of Juris di Bangkok seperti yang dikutip oleh Mahmud MD, disebutkan bahwa ciri-ciri negara hukum adalah sebagai berikut.
1.      Perlindungan konstitusional: selain menjamin hak-hak individu, konstitusional harus menentukan cara prosedural untuk memperoleh atas hak-hak yang dijamin.
2.      Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3.      Adanya pemilu yang bebas .
4.      Adanya kebebasan menyatakan pendapat.
5.      Adanya kebebasan berserikat, berorganisasi, dan beroposisi.

Dalam istilah negara hukum di Indonesia ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 yang berbunyi: "Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum atau bukan berdasar atau kekuasaan belaka". Padmo Wahyono menyatakan bahwa konsep negara hukum Indonesia yang menyebut rechtsstaaat memberi arti bahwa negara hukum Indonesia mengambil pola secara tidak menyimpang dari pengertian negara hukum pada umumnya yang kemudian disesuaikan dengan keadaan Indonesia.

Moh. Yamin membuat penjelasan tentang konsepsi negara hukum negara Indonesia bahwa kekuasaan yang dilakukan pemerintah Indonesia harus berdasar dan berasal dari ketentuan undang-undang. Negara hukum Indonesia juga memberikan pengertian bahwa bukan polisi dan tentara sebagai pemegang kekuasaan dan kesewenang-wenangan negara terhadap rakyat, melainkan adanya kontrol dari rakyat terhadap intitusi negara dalam menjalankan kekuasaan dan kesewenangan yang ada pada negara.

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas bahwa negara hukum baik dalam arti normal yaitu menegakan hukum yang dihasilkan oleh lembaga legislatif dalam penyelenggaraan negara maupun negara hukum dalam arti material. Tanpa negara hukum yang merupakan elemen pokok suasana demokratis sulit dibangun.

Fungsi Dan Dinamika Rule Of Law
Fungsi Rule Of Law pada hakikat nya adalah jaminan adanya keadilan social bagi masyarakat, terutama keadilan social.Penjabaran prinsip-prinsip Rule Of  Law secara formal termuat dalam pasal-pasal UUD 1945 yaitu:
·         Pasal 1 ayat 3    
·         Pasal 24 ayat 1
·         Pasa 27 ayat 1
·         Pasal 28D ayat 1 dan 2

      Dinamika Pelaksanaan Rule Of Law di Indonesia
Dalam Proses Penegakan hukum di Indonesia di lakukan oleh lembaga penegak hukum yang terdiri dari:
1.      Kepolisian
a.    Fungsinya memelihara keamanan dalam negeri. Yang memiliki tugas pokok yaitu:
-          Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
-          Menegakan Hukum.
-          Memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
b.    Wewenang kepolisian adalah sebagai berikut:
-          Mengawasi aliran yang menimbulkan perpecahan dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
-          Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.
-          Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat. 

2.      Kejaksaan
Wewenang dan tugas kejaksaan : Melakukan penuntutan.  Melaksanakan penetapan hakim dan putusa pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap. Melakukan pengawasan tehadap pelaksanaan putusan pidana masyarakat, putusan ,pidana pengawasan, dan keputusa lepas bersyarat.Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan dan dalam pelaksanaannyadikoordinasikan dengan penyidik.

3.      KPK( Komisi Pemberantasan Korupsi)
KPK di tetapkan dengan UU no 20 tahun 2002 dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi.
a.    Tugas KPK
-          Berkoordinasi dengan instansi lain yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
-          Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
-          Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi..
b.      Wewenang KPK
-          Melakukan pengawasan, penelitian, penelaahan, terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenang dengan pemberantasan tindak korupsi.
-          Mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan.
-          Menetapkan system pelaporan dalam kegiatan pemberantasan korupsi.
-          Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
-          Hanya menangani perkara korupsi yang terjadi setelah 27 Desember 2002.
-          Peradilan tindak pidana korupsi tidak bisa berjalan dengan landasan hukum UU KPK.

4.      Badan Peradilan
Mahkamah Agung (MA) merupakan puncak kekuasaan kehakiman di Indonesia. MA mempunyai kewenangan:
-          Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh peradilan. 
-          Menguji peraturan perundang- undangan di bawah undang-undang terhadap Undang-undang Kewnangan lain yang ditentukan undang-undang. 

Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga peradilan pada tignkat pertama dan terakhir:
-          Menguji undang-undang terhadap UUD 1945
-          Memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945
-          Memutuskan pembubaran parpol
-          Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum

Peradilan Tinggi dan Negeri merupakan peradilan umum ditingkat provinsidan kabupaten.Fungsi kedua peradilan tersebut adalahmenyelenggarakanperadilan baik pidana dan perdata di tingkat kabupaten, dan tingkat banding di peradilan tinggi. Pasal 57 UU No.8 Tahun 2004 menetapkan agar peradilan memberikan prioritas peradilan terhadap tindak korupsi, terorisme, narkotika atau psikotropika pencucian uang, dan selanjutnya, tindak pidana.

Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI ASIA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1   LATAR BELAKANG Program terencana Dinasti Umayyah yang paling direncanakan adalah invasi ke Timur dan ke Barat. Semasa Pemerintahan Khalifah Al- Walid, penyusunan strategi penakhlukan ke Barat dirancang dengan serius. Namun, pasukan perang   islam lebih dulu menundukkan wilayah Afrika Utara yang pada masa itu telah dikuasai oleh Romawi. Masuknya pengaruh Romawi ke Afrika di mulai dari ekspedisi ke Mesr yang dipimpin Julius Caesar. Saat itu Mesir di bawah kepemimpinan Dinasti Ptolomeus. Cleopatra VII menjadi permaisuri dan menjaid istri dari adik kandungnya sendiri. Kekauatan muslim semakin kuat dan berhasil mengalahkan kekuasaan Romawi di Afrika yang telah lama dikuasai ole orang- orang Eropa tersebut. Kemenangan itu member i dorongan yang sangat kuat kepada tentara muslim untuk   memperluas pengaruh islam dengan   mengincar daerah Spanyol. Pasukan tentara Dinasti umayyah yang melakukan penyerangan ke Spanyol berasal dari b...

KOLONIALISME BELGIA DI AFRIKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Afrika adalah benua terbesar   di kedua di dunia setelah Asia, Berdasarkan iklim, keadaan tanah dan penduduknya. Sampai dengan permulaan abad 19 Afrika belum mempunyai daya tarik yang memikat bagi bangsa Barat. Pada saat itu belum ditemukan bukti-bukti tentang kekayaan alam Afrika.  Se telah penjelajahan Inggris bernama D. Livingstone dan Henry Morton Stanley membuka rahasia “benua gelap” itu, mulailah bangsa Barat mengenal daerah-daerah Afrika beserta kekayaan alamnya. Perkembangan industri di negara-negara Eropa mendorong para pedagang dan petualang memasuki benua Afrika. Menjelang akhir abad 19 bangsa Barat berbondong-bondong datang ke Afrika untuk mencari daerah-daerah yang mempunyai potensi  komersial Dari sinilah dimulai lembaran baru dalam sejarah bangsa Afrika Yang diwarnai dengan kolonialisme dan imperialisme bangsa barat. Yakni salah satunya Kolonial belgia pada waktu sebelum Perang Dunia I ...

Makalah Masalah Atau Kesulitan Belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kegiatan belajar mengajar sering ditemukan masalah-masalah yang berkenaan dengan masalah belajar yang dialami oleh para siswa, hal ini dapat menggangu siswa dalam kegitan belajarnya sehingga menyebabkan masalah atau kesulitan belajar yang mereka alami. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik itu faktor internal (dalam diri) dan faktor eksternal (faktor dari luar). Dengan adanya kesulitan atau masalah belajar yang dialami oleh para siswa harus dapat segera diatasi sesegera mungkin karena akan dapat menggangu jalannya kegiatan belajar siswa. Jika terdapat siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar dan tidak menemukan solusinya maka akan menyebabkan prestasinya rendah atau dapat tidak lulus. Sehingga diperlukan solusi untuk mengatasi masalah atau kesulitan belajar yang dialami oleh para siswa, yang harus dihadirkan atau ditemukan sesegera mungkin untuk mengatasi masalah atau kesulitan belajar tersebut. Dengan begitu diharapkan masal...