I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tebu (Saccharum officinarum Linn)
adalah tanaman untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah
beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak
ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu
banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatera.
Saat ini produksi
gula dalam negeri terbilang masih cukup minim dengan rata rata
produksi pertahun sekitar 2.2 juta ton hingga 2.5 juta ton. Hal ini berbanding
terbalik dengan kebutuhan. Gula konsumsi saja
membutuhkan 3 juta ton pertahun.
Sementara itu, produksi enam pabrik gula
yang ada di wilayah Lampung mencapai 743 ribu ton. Hasil produksi tersebut menyumbangkan 33 %
produksi gula di Indonesia. Produksi
tersebut masih menghadapi masalah keterbatasan pengembangan areal perkebunan
tebu.
Harga tebu
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi Tanaman
2.1.1
Klasifikasi Tanaman Tebu
Tanaman tebu tergolong tanaman
perdu.Di daerah Jawa Barat disebut Tiwu,di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur
disebut Tebu atau Rosan (Indrawanto,
2010). Adapun
klasifikasitanamantebusebagaiberikut:
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Sub Kingdom : Tracheobionta (tumbuhan
berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan
biji)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan
berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping
satu /monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Graminae atau Poaceae (suku
rumput-rumputan)
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum Linn
(Tarigan dan Sinulingga 2006).
Tanaman tebu memiliki bentuk yang
tinggi kurus, tidak bercabang dan tumbuh tegak.Tanaman yang tumbuh baik, tinggi
batangnya dapat mencapai 3 sampai 5 meter atau lebih.Pada batang terdapat
lapisan lilin yang berwarna putih dan keabu-abuan.Lapisan ini banyak terdapat
sewaktu batang masih muda.Ruas-ruas batang dibatasi oleh buku-buku yang
merupakan tempat duduk daun tebu.Di ketiak daun terdapat sebuah kuncup yang
biasa disebut “mata”.Bentuk ruas batang dan warna batang tebu yang bervariasi
merupakan salah satu ciri dalam pengenalan varietas tebu (Asih, 2008).
2.1.2
Morfologi Tanaman
1.
Batang
Tanaman tebu mempunyai sosok
yang tinggi, kurus, tidak bercabang dan tumbuh tegak. Tinggi batangnya dapat
mencapai lebih kurang 3-5 m. Kulit batang keras berwarna hijau, kuning, ungu,
merah tua atau kombinasinya. Pada batang terdapat lapisan lilin yang berwarna
putih ke abu-abuan dan umumnya terdapat pada tanaman tebu yang masih muda.
2.
Daun
Daun tebu merupakan daun
tidak lengkap, karena hanya terdiri dari pelepah dan helaian daun, tanpa
tangkai daun. Daun berpangkal pada buku
batang dengan kedudukan yang berseling.
Pelepah memeluk batang, makin ke atas makin sempit. Pada pelepah
terdapat bulu-bulu dan telinga daun.
3.
Akar
Tebu mempunyai akar serabut
yang panjangnya dapat mencapai satu meter. Sewaktu tanaman masih muda atau
berupa bibit, ada dua macam akar yaitu akar setek dan akar tunas. Akar setek
atau bibit berasal dari setek batangnya, tidak berumur panjang, dan hanya
berfungsi sewaktu tanaman masih muda. Akar tunas berasal dari tunas, berumur
panjang, dan tetap ada selama tanaman masih tumbuh.
4.
Bunga
Bunga tebu merupakan bunga
majemuk yang tersusun atas mulai dengan pertumbuhan terbatas. Panjang bunga majemuk 70-90 cm. Setiap bunga mempunyai tiga daun kelopak,
satu daun mahkota, tiga benang sari dan dua kepala putik (Sinaga, 2011).
2.2
Teknik Bidudaya
Tebu (Saccharum
officinarum Linn) adalah tanaman yang banyak dijadikan sebagai bahan baku
gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah yang memiliki iklim tropis. Di
Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatera. Dalam proses
pembudidayaannya, teknik budidaya penting diperhatikan guna mendapatkan hasil
yang maksimal.
2.2.1
Syarat Pertumbuhan
1.
Kesesuaian Iklim
Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah beriklim panas dan sedang (daerah
tropik dan subtropik) dengan daerah penyebaran yang sangat luas yaitu antara
35o LS dan 39o LU. Unsur – unsur iklim yang penting bagi pertumbuhan tanaman
tebu adalah curah hujan, sinar matahari, angin, suhu, dan kelembaban udara.
2.
Curah Hujan
Tanaman tebu banyak membutuhkan air selama masa pertumbuhan vegetatifnya,
namun menghendaki keadaan kering menjelang berakhirnya masa petumbuhan
vegetatif agar proses pemasakan (pembentukan gula) dapat berlangsung dengan
baik. Berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, maka secara
ideal curah hujan yang diperlukan adalah 200 mm per bulan selama 5 – 6 bulan
berturutan, 2 bulan transisi dengan curah hujan 125 mm per bulan, dan 4 – 5
bulan berturutan dengan curah hujan kurang dari 75 mm tiap bulannya. Daerah
dataran rendah dengan curah hujan tahunan 1.500 – 3.000 mm dengan penyebaran
hujan yang sesuai dengan pertumbuhan dan kemasakan tebu merupakan daerah yang
sesuai untuk pengembangan tanaman tebu.
3.
Sinar Matahari
Radiasi sinar matahari sangat diperlukan oleh tanaman tebu untuk
pertumbuhan dan terutama untuk proses fotosintesis yang menghasilkan gula.
Jumlah curah hujan dan penyebarannya di suatu daerah akan menentukan besarnya
intensitas radiasi sinar matahari. Cuaca berawan pada siang maupun malam hari
bisa menghambat pembentukan gula. Pada siang hari, cuaca berawan menghambat
proses fotosintesis, sedangkan pada malam hari menyebabkan naiknya suhu yang
bisa mengurangi akumulasi gula karena meningkatnya proses pernafasan.
4.
Angin
Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam adalah
baik bagi pertumbuhan tebu karena dapat menurunkan suhu dan kadar CO2 di
sekitar tajuk tebu sehingga fotosintesis tetap berlangsung dengan baik. Kecepatanangin yang lebihdari 10 km/jam disertaihujanlebat,
bisamenyebabkanrobohnyatanamantebu yang sudahtinggi.
5.
Suhu
Suhu sangat menentukan kecepatan pertumbuhan tanaman tebu, sebab suhu
terutama mempengaruhi pertumbuhan menebal dan memanjang tanaman ini. Suhu siang
hari yang hangat atau panas dan suhu malam hari yang rendah diperlukan untuk
proses penimbunan sukrosa pada batang tebu. Suhu optimal untuk pertumbuhan tebu
berkisar antara 24 – 30 oC, beda suhu musiman tidak lebih dari 6o, dan beda
suhu siang dan malam hari tidak lebih dari 100.
6.
Kesesuaian Lahan
Tanah merupakan faktor fisik yang terpenting bagi pertumbuhan tebu.
Tanaman tebu dapat tumbuh dalam berbagai jenis tanah, namun tanah yang baik
untuk pertumbuhan tebu adalah tanah yang dapat menjamin kecukupan air yang
optimal. Tanah yang baik untuk tebu adalah tanah dengan solum dalam (>60
cm), lempung, baik yang berpasir dan lempung liat. Derajat keasaman (pH) tanah
yang paling sesuai untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 5,5 – 7,0. Tanah
dengan pH di bawah 5,5 kurang baik bagi tanaman tebu karena dengan keadaan
lingkungan tersebut sistem perakaran tidak dapat menyerap air maupun unsur hara
dengan baik, sedangkan tanah dengan pH tinggi (di atas 7,0) sering mengalami
kekurangan unsur P karena mengendap sebagai kapur fosfat, dan tanaman tebu akan
mengalami “chlorosis” daunnya karena unsur Fe yang diperlukan untuk pembentukan
daun tidak cukup tersedia. Tanaman tebu sangat tidak menghendaki tanah dengan
kandungan Cl tinggi.
2.2.2
Penyiapan Lahan
Sebelum
penanaman tebu lahan konversi dan lahan rotasi pola terlebih dahulu diolah tanahnya untuk menjamin
perkecambahan yang tinggi. Pengolahan lahan disesuaika dengan kondisi lahan
yang hendak ditanami.
1.
Untuk areal baru terlebih dahulu dilakukan
pembabatan rumput kemudian rerumputan dibakar, ini dilakukan ± 2 bulan sebulan
tanam.
2.
Untuk areal konversi, sesudah selesai tebangan tebu
ratoon (tanaman yang tumbuh setelah penebangan plane cane), biasanya hanya
sampai ratoon III, segera dilakukan pembakaran lahan (klaras), baru dilakukan
pengolahan tanah.
3.
Untuk areal rotasi eks tembakau, selesai panen
(kutip daun terakhir), dibersihkan lahan lalu dilakukan pengolahan tanah.
Pengolahan
tanah hendaknya dilakukan dengan pembajakan, penggemburan dan pembuatan
juringan. Hal ini dimaksudkan agar perkecambahan tebu berjalan normal.
1.
Pembajakan
Pembajakan
(plowing) adalah upaya pembongkaran tanah yang bertujuan untuk memperdalam
batas olah tanah, membalikkan tanah agar sirkulasi udara lebih baik serta untuk
menghancurkan sisa-sisa tumbuhan yang sebelumnya sudah ada Biasanya hasil
pembajakan berupa tanah bongkahan yang masih cukup besar.
2.
Penggemburan
Penggemburan
(harrowing) adalah upaya memperhalus hasil olahan tanah dari kondisi tanah
besar menjadi lebih kecil. Tujuannya untuk membuat kondisi tanah berpori lebih
banyak dan lebih remah sehingga permukaan tanah mudah dibentuk sesuai dengan
yang diinginkan.
2.2.3
Bibit dan Tanam
1.
Bibit
Bibit
merupakan salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan tebu giling. Bibit
yang bermutu baik dan sehat akan menghasilkan tanaman yang baik dan juga sehat.
Pemakaian bibit yang kurang baik dapat menurunkan produksi. Bibit tebu memiliki
beberapa macam, diantaranya bibit pucuk, bibit kebun, bibit mentah/krecekan,
bibit siwilan dan bibit seblangan.
a.
Bibit pucuk
Bibit ini
berasal dari pucuk batang tebu giling. Untuk keperluan ini, dipilih tebu yang
baik dan sehat serta yang tidak banyak bercampur dengan jenis-jenis tebu lain.
Daun kering yang membungkus bibit tidak diklentek/dilepas, karena dapat
melindungi mata dari kerusakan.
b.
Bibit kebun
Bibit ini
merupakan kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai penyediaan bahan tanam
bagi kebun tebu giling. Lokasi kebun pembibitan diusahakan dekat dengan areal
tebu giling.
c.
Bibit mentah/bibit krecekan
Bibit ini
berasal dari tanaman yang berumur 0-7 bulan. Bibit ini dipotong tanpa
mengklentek daun pembungkusnya agar mata-mata tunas tidak rusak.
d.
Bibit seblangan
Bibit ini
diambil dari tanaman yang telah tumbuh untuk mencukupi penyulaman. Bibit yang
diambil jika tanaman sudah berumur 16-18 hari atau yang telah bermata tunas
dua.
e.
Bibit siwilan
Jika tanaman
sudah tidak tumbuh atau pucuknya mati, maka keluarlah tunas-tunas yang disebut
siwilan. Siwilan ini bisanya digunakan untuk penyulaman
2.
Cara Tanam
a.
Bibit Bagal/debbeltop/generasi Tanah kasuran harus
diratakan dahulu, kemudian tanah digaris dengan alat yang runcing dengan
kedalaman + 5-10 cm. Bibit dimasukkan ke dalam bekas garisan dengan mata bibit
menghadap ke samping. Selanjutnya bibit ditimbun dengan tanah.
b.
Bibit Rayungan (bibit yang telah tumbuh di kebun
bibit), jika bermata (tunas) satu: batang bibit terpendam dan tunasnya menghadap
ke samping dan sedikit miring, + 45 derajat. Jika bibit rayungan bermata dua;
batang bibit terpendam dan tunas menghadap ke samping dengan kedalaman + 1 cm.
c.
Sebaiknya, bibit bagal (stek) dan rayungan ditanam
secara terpisah di dalam petak-petak tersendiri supaya pertumbuhan tanaman
merata.
3.
Waktu Tanam
Waktu yang
tepat untuk menanam tebu adalah pada bulan Mei, Juni dan Juli. Hal ini berkaitan
dengan masaknya tebu dengan rendemen tinggi tepat dengan waktu masa giling di
pabrik gula.
2.2.4
Pemupukan
Budidaya
tebu ini juga terdapat proses pemupukan.
Pemupukan pada tanaman tebu dapat
dilakukan dengan 2 perlakuan yaitu
(1)
Pemupukan Sebelum Tanam
Pemupukan
yang diberikan sebelum tanam yaitu pupuk kandang dan pupuk TSP. Lalu dilakukan
pemupukan ± 25 hari setelah tanam yaitu setelah penyulaman pertama dengan
menggunakan pupuk ZA.
(2)
Pemupukan Setelah Tanam.
Pupuk
yang digunakan setelah tanam adalah pupuk ZA.
Pemupukan kedua dengan menggunakan pupuk ZA ini dilakukan saat tanaman
berumur ± 1,5 bulan dan setelah selesai penyulaman kedua. Pemupukan harus
dibarengi dengan penyiraman agar pupuk dapat larut kedalam tanah dan tidak
hilang oleh aliran air permukaan. Sebelum
pemupukan dibuat lubang diantara tanaman lalu pupuk dimasukkan dalam lubang
kemudian lubang ditutup. Pemupukan yang
demikian itu biasa disebut dengan Spot
Placement. Kebutuhan pupuk per
hektar untuk tebang I yaitu 0,5 - 1
kw/ha dan untuk tebang II adalah 1,5 - 2 kw/ha.
2.2.5
Pengairan
Terdapat beberapa cara
dalam pengairan ada tebu, yaitu :
1. Air dari bendungan
dialirkan melalui saluran penanaman.
2.
Penyiraman lubang tanam ketika tebu masih muda. Waktu tanaman berumur 3 bulan,
dilakukan pengairan lagi melalui saluran-saluran kebun.
3. Air siraman diambil dari saluran pengairan dan
disiramkan ke tanaman.
4. Membendung got-got
sehingga air mengalir ke lubang tanam.
Pengairan pada tebu juga
dilakukan pada saat:
a) Waktu tanam
b) Tanaman berada pada fase pertumbuhan vegetatif
c) Pematangan.
2.2.6
Pengendalian Hama dan Penyakit
2.2.6.1
Hama tebu
1.
Penggerek
pucuk (Scirpophaga excerptalis Walker)
Gejala yang
terjadi yaitu serangan dapat dimulai dari tunas umur 2 minggu sampai tanaman
dewasa. Menyerang melalui tulang daun pupus dengan membuat lorong gerek menuju
ke bagian tengah pucuk tanaman sampai ruas muda, merusak titik tumbuh dan
tanaman menjadi mati.
Pengendalian
yang dilakukan sebagai berikut :
a.
Menggunakan
benih bebas penggerek
b.
Varietas
tahan penggerek antara lain PSJT 941, PS
851, PS 891, PS 921, dan PSBM 88-144
c.
Rogesan,
pemotongan sedikit demi sedikit (3 cm) dari pucuk ke bawah, dimulai tanaman
tebu berumur 2 bulan dan diakhiri sampai tanaman tebu berumur 6 bulan. Rogesan
dapat menyelamatkan gula 580 kg/ha
d.
Pengendalian
hayati dengan pelepasan parasitoid telur Trichogramma.
2.
Penggerek
batang (Chilo auricilius Dudgeon)
Gejala yang
terjadi yaitu serangan biasanya dijumpai pada tanaman tebu berumur 5 bulan ke
atas. Bercak-bercak tampak transparan berbentuk bulat oval di daun. Ulat masuk lewat pelepah dan
batang tanaman tebu, kadang menyebabkan mati puser. Lubang gerek di dalam
batang lurus, lubang keluar batang bulat. Kadang gerekan mengenai mata tunas.
Serangan ruas 20% menyebabkan penurunan hasil gula sekurang-kurang 10%.
Pengendalian
yang dilakukan sebagai berikut :
a.
Menggunakan
benih bebas penggerek
b.
Varietas
tahan penggerek antara lain PSJT 941, PS
851, PS 891, PS 921, dan PSBM 88-144
c. Pengendalian hayati
dengan parasit Lalat Jatiroto, 30 pasang/ha parasitoid telur Trichogramma 50
pias @ 2000 ekor/minggu pada tanaman tebu berumur 1-4 bulan.2.7.1.b. Tikus Pengendalian:
dengan gropyokan secara bersama-sama atau pengasapan belerang pada lubang yang
dihuni tikus. Cara yang paling alami adalah dengan tidak membunuh predator
alami tikus seperti ular, burung hantu dan burung elang.
3.
Kutu
bulu putih (Ceratovacuna lanigera
Zehntner)
Gejala yang terjadi yaitu kutu menyerang helaian
daun bagian bawah, berkoloni, kutu berwarna putih berada di kanan kiri ibu
tulang daun. Helai daun permukaan atas
tertutup lapisan jamur seperti jelaga. Serangan berat daun menjadi kuning dan
mongering terjadi di awal atau akhir musim hujan. Kutu ini dapat menyebabkan
kerugian gula 2,6 ton/ha dan penurunan rendemen dari 12% menjadi 8%.
Pengendalian yang dilakukan sebagai berikut :
a.
Pengendalian
mekanis dilakukan efektif pada awal serangan sewaktu populasi kutu masih
sedikit
b.
Pengendalian
dapat dilakukan dengan mengulas daun yang terserang dengan kain basah
c.
Daun
yang teserang dikumpulkan kemudian dimusnahkan
d.
Penggunaan
varietas yang mudah diklentek, misalnya PS 881
4.
Uret
(Lepidiota stigma, Hollotrichia sp,
Leucopholis sp, dan Anomala sp)
Gejala pada uret
yang banyak dijumpai jenis Lepidiota stigma. Tanaman yang terserang uret akan
layu, daun menguning kemudian menjadi kering. Bagian pangkal batang tanaman
terdapat luka atau kerusakan bekas digerek dan akar-akarnya dimakan uret.
Serangan berat menyebabkan tanaman mudah roboh dan mudah dicabut. Kerusakan
akar terutama disebabkan oleh uret instar 3.
Apabila dijumpai 3 ekor uret per rumpun makin besar kerusakannya.
Populasi 3-4 ekor per rumpun dinilai secara ekonomi merugikan.
Pengendalian
yang dilakukan sebagai berikut :
a.
Belum
diperoleh varietas tebu yang toleran terhadap hama uret, namun diinformasikan
varietas tahan misalnya BZ 109 (M
134-32) pernah berhasil dicoba di Mauritus
b.
Manipulasi
waktu tanam dan tebang, pengolahan tanah secara intensif diikuti pekerja untuk
mengambil uret secara manual dan memusnahkannya
c.
Pengumpulan
serangga dewasa saat penerbangan kumbang di awal musim hujan bulan November-Desember.
2.2.6.2
Penyakit Tebu
1.
Dongkelan
Penyebab
penyakit dongkelen pada tanaman tebu adalah jamur Marasnius sach-hari. Bagian yang diserang adalah jaringan tanaman
sebelah dalam dan bibit di dederan/persemaian. Gejala yang terjadi adalah matinya
tanaman tua dalam rumpun secara tiba-tiba, daun tua mengering, kemudian daun
muda, warna daun menjadi hijau kekuningan dan didapati lapisan jamur seperti
kertas di sekeliling batang. Pengendalian yang dilakukan yaitu menjaga tanah
agar tetap kering, selain itu dapat pula menebarkan Natural GLIO pada awal
penanaman.
2.
Pokkahbung
Penyebab
penyakit pokkahbung pada tanaman tebu adalah Gibbrela moniliformis. Daun
merupakan bagian yang diserang, pada stadium lanjut dapat menyerang batang.
Gejala yang terjadi adalah terdapat noda merah pada bintik khlorosis di helai
daun, lubang-lubang yang tersebar di daun, sehingga daun dapat robek, daun
tidak membuka (cacat bentuk), garis-garis merah tua di batang, ruas membengkak.
Pengendalian yang dilakukan yaitu dengan memakai bibit resisten, insektisida
Bulur Bordeaux 1% dan pengembusan tepung kapur tembaga.
3.
Noda
kuning
Penyebab
penyakit ini adalah jamur Cercospora kopkei. Biasanya menyerang bagian daun dan
bagian-bagian dengan kelembaban tinggi.
Gejala yang
timbul yaitu daun muda berubah menjadi noda kuning pucat . Timbul noda berwarna
merah darah tidak teratur; bagian bawah tertutup lapisan putih kotor. Helai
daun mati agak kehitaman. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan
memangkas dan membakar daun yang terserang. Semprot dengan tepung belerang
ditambah kalium permanganat.
4.
Blendok
Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Xanthomonas albilincans. Penyakit ini biasanya
menyerang tanaman tebu yang sudah berumur 1,5 hingga 2 bulan setelah ditanam
yang ditandai dengan klorotis yang mulai mengering dan umunya pada pucuk daun
akan melipat sepanjang garis tersebut. Sedangkan apabila tanaman tebu terserang
hebat, maka seluruh daun berubah bergaris-garis berwarna putih dan hijau.
Pengendaliannya yaitu dengan menggunakan natural GLIO sebelum bibit tebu
ditanam, hal ini bertujuan untuk melokalisir serangan dari bakteri yang
menyebabkan penyakit blendok.
2.2.7
Panen
Panen dilakukan
setelah usia tebu mencapai 10-12 bulan. Panen
biasanya dilaksanakan pada musim kering yaitu sekitar bulan April sampai
Oktober. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat kemasakan tebu akan mencapai
optimum pada musim kering. Kegiatan pemanenan diawali dengan tahap persiapan
yang dilaksanakan sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum panen dimulai. Tahap
persiapan meliputi kegiatan estimasi produksi tebu, pembuatan program tebang,
penentuan kemasakan tebu, rekrutmen kontraktor dan tenaga tebang, persiapan
peralatan tebang dan pengangkutan, serta persiapan sarana dan prasarana tebang.
DAFTAR PUSTAKA
Asih W, Wahyu, dkk. 2008. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L) di Pabrik Gula
Tjoekir PTPN X, Jombang , Jawa Timur; Studi Kasus Pengaruh Bonhkar Ratoon
Terhadap Peningkatan Produktivitas Tebu. IPB. Bogor.
Indrawanto, C. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Tebu. ESKA Media. Jakarta.
Sinaga,
Ade. 2011. Tanaman Tebu. Universitas
Riau. Riau.
Tarigan, B. Y.
Dan J. N. Sinulingga. 2006. Laporan Praktek Kerja Lapangan di Pabrik Gula Sei
Semayang PTPN II Sumatera Utara. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Pertanianfery
2012, Teknik Budidaya Tebu. http://pertanianfery. wordpress. com/ 2012/ 04/06/teknik-budidaya-tebu/amp/.
Diakses 22 September 2018.
http://innyaya.blogspot.com/2010/03/syarat-pertumbuhan-tebu.html ,2009. Daerah
Tumbuh Tebu, (online). http://ciciarendy.multiply.com/ journal/item/6/
Tebu. Diakses 20
September 2018
Sastrowijoyo.1998. Klasifikasi Tebu. (online). http://arluki.wordpress.com/2008 /10 /14 /tebusugarcane/. Diakses 20 September 2018
Subiyakto. 2016. Pengendalian Serangga Hama dan Penyakit pada
Tanaman Tebu. http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id. Diakses 23 September 2018
Comments
Post a Comment